Hujan, Airmata, dan Cerita

158 19 39
                                    

Duarrrr!

Di luar masih hujan deras. Bahkan beberapa kali petirnya menyambar. Salena tertidur pulas di tempat tidur yang berukuran sedang. Dengan memakai baju kaus polos dan celana training. Di cuaca seperti ini membuat gadis itu lebih nyaman bergelut dengan tempat tidurnya dibanding harus kelayaban ke mana-mana, hujan-hujanan nggak karuan. Ditambah ibunya pun Salena pulang sudah tidak ada. Baru setengah jam-an dirinya mendapat pesan jika ibunya pergi ke rumah bibinya yang melahirkan, baiklah Salena harus tinggal sendirian dua hari ini.

Jam masih menunjukkan pukul 14.23 WIB. Dan Salena tidur sudah satu jam lebih, tetapi ia tak kunjung bergerak seakan-akan mati saja. Apa karena suara hujan meredam semuanya. Justru harusnya ia terganggu dengan suara petir yang bersahutan dari tadi. Ah, apa mungkin karena sifat asli gadis itu kebo, pelor/ pas nempel langsung molor. Andai Revan mengetahuinya mungkinkah masih suka ataukah ilfil. Entahlah, tapi cinta itu buta'kan? Katanya! Jadi bagaimanapun keadaan Salena beserta sifat aslinya yang jelek Revan tetap harus mencintai gadis itu setulus hatinya. Jika tidak. Ya buat apa selama ini ngejar-ngejar sampai babak belur ( perumpamaan) tapi menjauh hanya karena hal sepele, itu malah bulshit!.

Tiba-tiba ponsel yang berada di atas nakas berbunyi dengan dering lagu dari penyanyi asal Korea Selatan crush 🎶 Beautiful 🎶. Namun, karena suara hujan meredam suasana, akhirnya tak kunjung Salena terbangun mendengarnya. Hingga membuat benda pipih itu berdering hingga ketiga kalinya.

***

Sejak beberapa menit tadi, cowok berambut pirang itu gelisah menanti telponnya diangkat seseorang dari seberang sana. Namun, nihil. Hanya suara operator wanita saja yang terus menjawab jika nomor yang dituju tidak menjawab panggilan.

Rambutnya makin kusut ia Jambak terus-menerus. Padahal Revan hanya menelponnya baru tiga kali saja, kenapa ia panik kayak lagi nungguin istri lahiran saja.

Tok ... tok ... tok

Pintu kamarnya diketuk seseorang. Namun cowok itu tidak peduli karena ia sudah tahu yang mengetuk itu siapa.

"Van! Papah nunggu kita di bawah." Daniel memanggil atas suruhan papah mereka.

Sedangkan Revan mengembuskan napas kasar. Ia sudah menduga akan ada pertemuan yang membosankan. Adik tiri perempuannya sungguh comel sekali, kenapa juga ia harus mengadu pada dua orang tua itu, bikin lelah hidup Revan saja.

"Gue tau, kalian kalang kabut 'kan ketika gue bilang akan bikin kalian pergi dari sini." Revan menatap Daniel di depan pintu yang kini sudah terbuka.  Namun, Daniel tidak menanggapi, cowok itu hanya berlalu meninggalkan Revan. Revan geram pada mereka semua, termasuk papahnya. Ia kecewa pada pria itu. Haruskah ia benar-benar mengusir mereka?

"Arrrgghhhhh!" Ia berteriak sekaligus menjambak rambutnya lagi. Benar-benar melelahkan.

***

"Hoammm ...." Salena terbangun.  Mengerjapkan matanya dan merenggangkan otot-otot lengannya yang pegal akibat tertidur cukup lama. Ia menegakkan tubuhnya lalu celingukan kesekeliling rumah, takutnya ketika bangun ia tiba-tiba ada di sebuah istana milik seorang pangeran tampan, seperti dalam mimpinya barusan.

Namun, Salena sedikit bergidik ngeri mengenai mimpinya. Di istana itu terdapat sebuah raja yang otoriter. Memiliki istri ke dua yang sama otoriternya dengan suami. Belum lagi ketiga anaknya yang bersifat angkuh, tapi satu di antaranya hanya anak tiri, anak kandung dari sang raja yang diperlakukan tidak adil di sana. Kedua saudara tirinya membenci sampai menyebar rumor tentang pangeran itu.

Sampai suatu ketika Salena tiba-tiba terjatuh dari sebuah pohon dan bertemu dengan pangeran itu. Gadis itu menatapnya dari belakang, ketika sang pangeran tengah mencoba menaiki kudanya, hingga saat pangeran itu menolehkan wajah ke arah Salena, tiba-tiba ....

SALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang