Benar-benar Gadis Yang Kaku

160 24 91
                                    


Bola basket yang dilempar Vania melenceng, hingga akhirnya mengenai kepala Salena yang hendak memasuki lapangan. Gadis itu terjatuh. Lemparan bola yang cukup keras membuat pandangannya berkunang-kunang. Semua mendekati gadis itu termasuk Pak Sugih yang tengah mengambil point' Eja mendribble bola.

Murni berjongkok hendak memapah Salena ke ruang UKS. Namun, dari belakang kerumunan seseorang menerobos dan mengecek keadaan gadis itu. Matanya fokus meneliti setiap bagian di kepala Salena, tidak memperdulikan tatapan keheranan dari anak-anak di sana. Salena belum sepenuhnya sadar makanya gadis itu tidak protes saat seseorang menyentuh dirinya-yang biasanya berlaku selektif ke tiap orang.

"Maafin aku Sal, aku gak sengaja." Vania memohon. Ia panik melihat Salena yang benar-benar terdiam. Lalu, murni pun menepuk pundak Vania pelan, lantas menganggukkan kepala jika Salena akan baik-baik saja.

Sedangkan seorang cowok yang menerobos tadi masih memeriksa Salena. "Awas! Saya aja yang bawa dia ke UKS. Gadis ini benar-benar tidak sadarkan diri."

Gadis itu terkulai ketika menit selanjutnya. Dan orang itu buru-buru memangku Salena ke UKS. Murni serta Vania mengikuti dari belakang sedangkan yang lainnya melanjutkan kegiatan sesuai perintah pak sugih.

***

Cowok berambut pirang berjalan tergesa-gesa. Mahesa mengikutinya dari belakang dengan tampang panik. Harusnya ia tidak memberitahukan jika gadis itu pingsan dan ditolong Daniel-saudara tirinya yang ternyata bersekolah di sana yang notabenenya kakak kelas mereka.

Setengah mati ia menahan lelaki jangkung itu agar tidak mengahampiri Daniel, karena memang dia tidak melukai Salena, justru menolongnya dari kejadian itu. Bayangkan saja jika Daniel tidak datang, gadis itu hanya jadi tontonan siswa lain sebelum dibawa ke UKS.

Seluruh anak yang sedang ada di koridor sekolah pun memperhatikan gerak-gerik Mahesa dan Revan, penasaran. Apalagi langkah lebarnya mulai mendekati pintu UKS. Ternyata bukan hanya kedua cowok itu yang kini sedang di UKS, masih ada beberapa anak lainnya yang sedang melihat keadaan Salena termasuk Murni dan Vania-yang masih panik karena dia penyebabnya.

"Mana Salena?" Tanpa permisi Revan bertanya dengan bentakkan. Murni yang dirundung panik terlonjak, tapi hanya diam tidak mau menjawab pertanyaan Revan.

"Kenapa diam?" Kedua kalinya ia membentak. Mahesa terpaksa turun tangan.

"Lo bisa tenang nggak, sih. Ini depan UKS." Tangan Mahesa ditepis kasar saat cowok itu menepuk lembut pundak Revan.

"Lama." Dia menerobos ruang UKS. Di dalam nampak satu orang petugas juga cowok yang saat ini memandangnya datar.

"Kami siapa? Kenapa menerobos tanpa permisi. Keluar!" usir Bu Endah. "Kamu juga!" Daniel kaget. Tapi dia lebih memilih keluar dibanding harus ribut tidak jelas.

Kedua cowok itu pun terpaksa meninggalkan Salena di dalam yang masih pingsan. Di luar masih dalam posisi sama, semua orang yang penasaran berjejer di depan pintu UKS. Bahkan Vania masih panik hingga harus beberapa kali dihibur Murni.

Kesal dengan suasana seperti ini, Revan yang kepalangarah sejak tadi pun melangkah maju. "Heh, Ngapain masih berdiri di sini? Cepat bubar sebelum gue usir kalian secara paksa!" Nada bicara Revan benar-benar tidak terkontrol. Sedangkan, Mahesa hanya bingung; Revan marah pada Daniel atau pada dirinya sendiri karena bukan dia yang menolong gadis itu.

Perlahan kerumunan pun bubar. Mereka juga bosan sendiri harus menunggu orang yang masih pingsan, atau bisa saja tidur, pikir mereka.

Revan membalikkan badannya ke arah Daniel. Kedua mata cowok itu bertemu. Memandang satu sama lain dengan tatapan kebencian.

SALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang