Mading sekolah dipenuhi seluruh siswa kelas sepuluh. Mereka seperti semut yang tengah mengkrubungi manisnya gula atau sisa-sisa makanan manusia. Seolah-olah ada yang menarik pada benda berbentuk kotak yang tertempel di dinding itu. Sebagian berbisik-bisik menyebut namanya masing-masing. Ada yang girang karena namanya tercantum pada tempelan kertas pengumuman, tapi ada pun yang menghela kecewa karena tidak tercantum.Tiba-tiba Abdul Aziz dengan rusuh menerobos kerumunan itu membuat dirinya dicibir habis-habisan oleh mereka. Namun, bukan Aziz namanya yang mudah baperr kalau dibully atau dicibir orang, pastinya ia balik cibir.
"Apaan sih, kalian lebay. Giliran gue yang liat nih Mading. Gak pegel mata kalian melototin terus, heh?" Cerca Aziz dengan wajah dijudes-judesin.
"Lo kalau nyerobot pelan-pelan dong, sakit badan gue." Sewot seorang siswi berambut panjang.
"Bego! Nyerobot ya kenceng alias rusuh. Kalau pelan-pelan namanya gaya si Kabayan. Dasar nyi Iteung." Cibiran Aziz sontak membuat yang lain terbahak. Gadis tadi pun kesal lalu pergi bersama satu temannya.
Pemuda berambut cepak agak pitak di ubun-ubun kepalanya kembali meneliti kertas di Mading. Matanya nakal seolah mencari hal yang menarik untuknya. Menit kemudian senyumnya mengembang saat satu nama yang ia cari pun ada di sana, di nomor urutan 05. Aziz berjingkrak riang di sana. Mengepalkan tangan ke udara sambil berucap, "yess, yess, yess."
Tak ingin berlama lagi pemuda itu berlari ke arah kelas mencari si pemilik nama yang ia temukan di Mading.
****
"Dari kemarin lo murung terus, kenapa?" Mahesa duduk menyilang di atas meja. Sambil meremas-remas kertas yg ia temukan di sana.
Temannya— Revan hanya terdiam sambil memejamkan mata. Dan Mahesa tau sebenarnya apa yang tengah pemuda itu pikirkan, hanya saja ia ingin memancing agar Revan mencurahkan semua padanya, tidak dipendam sendirian. Karena memendam itu sakit kawan.
Di luar sana terdengar teriakan seorang siswa cowok. Mahesa tertarik dan melangkah ke ambang pintu kelas. Rupanya itu Abdul Aziz si biang rusuh kelas sebelah, entah apa yang sedang anak itu lakukan kelihatanya sedang girang akan sesuatu.
Namun, perhatiannya terganti saat Abdul Aziz berdiri di depan siswa cewek— Salena. Walau agak jauh tapi Esa mampu menangkap gurat senyum yang Salena tampilkan. "Rupanya gadis itu bisa tersenyum juga." Batin Mahesa dan kembali duduk di atas meja.
"Lu gak godain lagi cewek kaku itu" sindir Mahesa. Revan pun membalikan badan ke arah samping. Tidak merespon apa yang dikatakan temannya.
"Jangan nyerah, dong! Lihat tuh, cewek itu lagi senyum sama si Aziz, lu emang gak panas. Masa ke si rusuh itu aja bisa senyum, tapi ke lu nggak." Mata Revan terbuka seketika. Lantas beranjak, seolah mendengar hal yang penting. Ia berjalan ke ambang pintu dan benar saja Salena tengah berbincang dengan Aziz sambil memamerkan senyum yang baru Revan lihat. "Indah." gumamnya.
"Jir si Aziz jago banget bikin Salena yang kaku senyum semerekah itu, pake apa coba. Gawat! Bisa-bisa cewek gue jatuh cinta sama tuh Aziz gagap KW." keluhnya.
"Makanya jangan murung kek ayam muyung. Baru digituin sama cewek aja lo udah K'O." Mahesa kompor. Namun itu adalah cara agar sahabatnya berjuang lagi.
"Thanks, bro. Lo sahabat gue yang amazing, deh."
"Lu kira gue Spiderman."
"Hahahaha.....
Tawa Revan menggema di ruang kelas. Pemuda itu pergi dengan hati yang cerah Kembali dan Mahesa pun senang melihat sahabatnya kembali ke sikap semula, ia baru lihat Revan bisa jatuh dan bangun karena satu orang cewek yang kakunya minta dipatok ayam.
***
Ternyata sore ini ada pelantikan calon anggota basket. Dan orang-orang yang terpilih adalah mereka yang namanya tertera di kertas putih yang menempel di Mading tadi. Alasan Aziz bergirang ria karena teman kelasnya, Salena pun lolos dalam pendaftaran. Padahal gadis itu hanya akan fokus di team paskibra. Aziz terlalu sok tahu mendaftarkan gadis itu yang akhirnya diterima juga. Murni, Vania, dan Tata pun kaget saat mendengar Salena lolos dalam uji daftar eskul itu soalnya calon banyak sekali yang mendaftar. Tata saja tidak lolos, padahal ia ngebet banget pengen PDKT sama kak Daniel.
Selepas bel sekolah berbunyi dan semua siswa yang tidak ikut eskul itu pun lekas pulang, tinggal beberapa yang memang mengikuti eskul basket serta les bahasa Inggris.
Di lapangan basket yang tersorot teriknya matahari sudah berkumpul para anggota eskul baru termasuk gadis berambut sebahu itu. Sejak tadi matanya menyipit karena silau dan panas, akan tetapi harus bagaimana lagi ini adalah uji pertama untuk bisa jadi anggota basket.
Lalu, beberapa senior basket berdatangan dengan memakai seragam tim. Semua orang berjumlah lima belas orang yang terbagi dua antara cowok dan cewek. Daniel selaku ketua eskul pun maju selangkah untuk memberi petuah bagi anggota barunya.
"Perhatian!" Di luar dugaan. Sikap yang ditampilkan Daniel saat ini terlihat tegas. Semua anggota pun terlihat mulai tegang.
"Saya rekrut kalian karena memang dilihat dari data diri sebelum masuk SMA ini. Ada yang jago di saat bangku SMP juga ada yang memang ikutan club' basket. Maka dari itu jangan berpikiran yang aneh-aneh jika saya rekrut kalian karena pilihan istimewa. Sebenarnya yang lain pun sama hebatnya, akan tetapi kuota yang kita butuhkan masih sedikit. So, jika ada di antara kalian yang mulai tidak sanggup ikutan eskul ini tinggal balik kanan dan pergi, kita gampang kok, tinggal rekrut anggota yang tidak lolos sebelumnya." Semua memperhatikan dengan seksama. Tidak ada yang berani menyela. Sungguh harapan kosong bagi mereka yang masuk hanya karena berniat pdkt pada Daniel.
"Selama ini saya yang menjadi ketua dan saya pula yang memberi materi juga praktek. Kadang pak sugi pun masuk memberi materi. Namun, karena beliau padat dalam jam terbangnya, untuk itu saya yang hundle. Dan ingat! Di sini tidak menerima anggota yang manja. Tidak kuat silakan keluar," ucapnya tegas. Tidak ada ekspresi bercanda di wajah Daniel saat ini. Ia benar-benar terlihat lebih mengagumkan.
"Dan saat ini kita akan mulai memberi materi pada kalian. Sebelumnya kita beri waktu untuk pemanasan selagi kita mendiskusikan sesuatu, silakan!" Selepas itu Daniel mundur dan memberi satu titah pada teman yang lain untuk mengawasi anggota baru. Yang lainnya berembug di kursi pinggir lapangan.
Sepasang mata menatapnya lekat tanpa kedip. Lantas satu sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis.
"Salena! Kenapa kamu diam saja?" Gadis itu mengerjap. Sadar akan tingkah konyolnya. Takut dibentak lagi Salena pun ikut ke rombongan untuk berlari memutari lapangan, guna pemanasan.
***
Mendengar ada pelantikan wakil basket Revan terburu-buru menyusuri koridor dengan alasan ingin melihat gadis kesukaannya. Andai saja dia bisa bergabung dengan eskul itu, mungkin saat ini dia bisa mulai mendekati Salena lagi.
Suasana sudah lengang hanya terdengar teriakan beberapa orang di lapangan basket, rupanya kegiatan sudah dimulai, Revan harus cepat-cepat agar tidak telat menonton. Namun, langkahnya terhenti di pinggir tembok dekat tangga yang menuju lantai dua.
Ada tiga orang siswa senior tengah mengelilingi satu orang yang mengenakan seragam tim basket. Seperti tengah diperas, akan tetapi mereka tidak meminta apa-apa berupa barang. Awalnya Revan tidak peduli karena hal itu sudah terjadi di sekolah manapun. Pasti ada pembullyan dari senior ke junior. Hanya saja satu nama membuat ia berhenti melangkah dan mendengarnya seksama.
"Ngerti nggak, Lo?!" bentak salah satu dari mereka. Anak bersera tim basket menunduk ketakutan dan terpaksa mengangguk.
"Pokoknya lu harus bikin Daniel cedera. Bagaimana pun caranya. Kalau bisa jangan bikin dia bisa main basket lagi dan jadi ketua basket." Revan tercekat nama orang yang ia benci disebut dalam sebuah rencana yang menjijikan. Namun, apa urusannya? Toh, itu urusan mereka yang membenci pemuda itu, termasuk dia. Harusnya Revan senang ada musuh lain dari dirinya yang mengincar kehancuran saudara tirinya itu.
Tanpa peduli lagi ia bergegas menuju lapangan. Duduk di bangku yang jauh akan mereka. Matanya lurus memandang sosok yang ada dipikirannya saat ini.
"Harusnya gue gak terlibat."
Bersambung
Terima kasih readers
KAMU SEDANG MEMBACA
SALENA
Teen FictionSalena Alesya Parahita adalah gadis yang memiliki prinsip "Say No To Pacaran" dari zaman masa pubertas (SMP). Selain itu, ia mendapat julukan gadis kaku dari setiap cowok yang ngedekitannya. Setiap harinya pun tak lepas dari kata belajar, buku, perp...