Cowok kacamata di secret kafe

180 20 58
                                    

Revan sungguh kesal hari ini. Setelah mendapat penolakan dari gadis yang ia sukai untuk diajak pulang bersama. Dengan datar Salena berkata, "Saya gak kenal kamu. Jadi, jangan antar saya lagi."

Mengingat itu Revan tertawa hambar. Gadis itu sungguh berhasil membuat ia gregetan setengah mati. Kemarin, nggak nolak ketika dipaksa pulang bareng. Sekarang, dengan cueknya ia menolak. Apa-apaan coba?

"Aarrgh!" teriaknya.

Tas yang ia gendong pun dilempar kemana saja, dan sayangnya mendarat di depan orang yang baru saja masuk ke dalam rumah.

'brakk'

Revan menoleh. Matanya melotot melihat tasnya ditendang oleh anak laki-laki seusianya. Daniel-sodara tiri yang Revan benci. "Lo gak sopan, bangsat!" maki Revan. Daniel mendengus.

"Heh, sini lho!" teriak Revan sambil mengikuti langkah Daniel ke tangga. Hingga bahu Daniel pun ditarik Revan membuat lelaki bermata abu itu hampir terjungkal jika tangannya tidak berpegangan pada sisian tangga.

"Apaan sih?!" sentak Daniel tak suka.

"Maksud lo tendang tas gue apa?" Wajah Revan terangkat angkuh. Daniel hanya meliriknya sinis.

"Makanya, kalau tas itu disimpen di tempat yang bener, bukan di mana aja."

"Terserah gue dong. Rumah-rumah gue, bukan rumah lo. Kalau gak suka, ya keluar aja dari sini. Siapa suruh lo ngungsi di rumah gue. " Perkataan Revan sukses memancing amarah Daniel. Ia tidak suka cara bicara Revan yang terdengar menghina.

"Mksdnya Lo apa, heh?!" Marah. Ia mencengkram kerah baju Revan. Emosinya tak bisa Daniel tahan ketika Revan menyentil ke harga diri Daniel.

"Lo nggak budeg, kan?" Senyum itu Daniel tau, senyum ejekan. Dan Daniel tidak terima.

"Bangsat!" Dengan keras Daniel meninji wajah Revan dan membuat pemuda itu jatuh tersungkur.

"Denger! Gue gak sudi tinggal di sini. Kalau bukan ngehargain niat baik bokap lo."

"Basi. Bilang aja lo suka tinggal di rumah mewah ini, kan? Apalagi nyokap lo yang matre. Ckckck." Lagi dan lagi Revan berujar keterlaluan.

"Bangsat!" maki Daniel lagi dan meninju wajah Revan kembali. Membuat Revan jatuh kedua kalinya. Namun, sejak tadi Revan hanya mengulas senyum mengejek, seakan-akan menantang emosi Daniel.

Entah kenapa Revan hari ini tidak bisa menjaga emosinya juga perkataanya. Ia marah pada dirinya juga orang-orang yang sudah membuatnya marah-Daniel tentunya.

Keduanya saling menatap penuh emosi. Namun, tidak berselang lama kedua pemuda itu berkelahi karena Diana tiba-tiba masuk tanpa mengucap salam. Gadis itu terdiam menatap kedua abangnya dalam keadaan tegang. Ia yakin, jika Daniel dan Revan sudah berkelahi. Tapi, dahi gadis itu mengernyit mengamati wajah Revan yang babak belur sedangkan Daniel tidak.

"Gawat." Gumamnya menghampiri Revan.

"Van lo gak apa-apa 'kan?" Tangan Diana menggapai wajah Revan namun ditepis kasar olehnya.

"Jangan sentuh gue. Minggir sana!" Diana terpaku mendapat sikap kasar Revan. Namun, itu sudah biasakan bagi mereka khususbya gadis itu. Revan tidak pernah lembut pada keluarganya.

"Ngapain lo perhatian sama anak kurang ajar kayak dia." Di belakang Revan berseru, menyadarkan lamunan Diana. Gadis itu pun menghampiri Abang kandungnya.

"Kenapa dia aja yang babak belur?" tanyanya heran.

"Lo pengen gue babak belur juga?" Sebelah alis Daniel terangkat.

SALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang