Cuaca yang begitu cerah namun tidak terlalu panas, nampaknya sangat mendukung. Angin berhembus dengan kecang, menutupi panasnya matahari. Pohon-pohon tinggi seakan menari dengan indah, membuat tenang siapa saja yang melihatnya.
Pagi ini, Dino berjanji akan menemui Seokmin di taman rumah sakit yang berada tidak jauh dari kamar di mana Seokmin dirawat. Dengan tenang pria berhidung mancung itu duduk sembari mengigit sebuah apel segar di tangannya. Menunggu temannya, Dino.
Dilihatnya sosok itu dari kejauhan. Semakin dekat, namun berhenti begitu tinggal beberapa langkah dari kursi yang Seokmin duduki. Matanya yang sendu, mengisyaratkan kesedihan. Rasa bersalah.
"Ingin tetap berdiri di sana?" Tegur Seokmin.
Dino akhirnya melanjutkan langkahnya. Duduk di samping Seokmin, namun dengan jarak yang sedikit berjauhan. Dari ujung ke ujung.
Seokmin menegur. "Masih marah?"
Dino yang mendapat pertanyaan itu langsung menoleh ke arah Seokmin.
Bukankah harusnya Dino yang menanyakan ini pada Seokmin?
"Aku yang seharusnya menanyakan itu."
Seokmin menggeleng. "Kenapa harus marah? Aku memintamu untuk datang ke sini hanya karena ingin menanyakan sesuatu."
Nampaknya, aura positif benar-benar tengah menyelimuti Seokmin.
"Langsung saja ... Saat kejadian, aku tidak memanggil polisi sama sekali. Sedangkan Jisoo bilang, beberapa saat setelah aku terjatuh, polisi langsung datang. Kalau bukan kami bertiga, pasti ada orang lain yang juga berada di sana. Apa itu kau?"
Seokmin menatap Dino dengan seduktif. Penasaran. Apakah firasatnya benar?
Mengangguk perlahan, lalu tertunduk dalam. "Ya, itu aku."
Seokmin melengkungkan bibirnya ke atas. Dugaannya benar, Dino juga berada di sana. Meski ia tahu persis pasti keberadaan laki-laki itu di sana hanya untuk menyelamatkan Jisoo, Seokmin bersyukur. Seokmin selamat berkat Dino.
"Jisoo mengatakan bahwa Taeha memberikannya pesan dan mengajak untuk bertemu. Jadi aku juga datang ke sana." Jelas Dino. "Kalau kau? Tahu dari mana kalau Taeha dan Jisoo ada di sana?"
"Saat ponsel Jisoo tertinggal, aku memasang GPS di ponselnya."
Tentu saja pengakuan ini membuat Dino terkejut.
Seokmin terkekeh, "aku bukan penguntit. Kau tenang saja. Aku hafal dengan apa yang akan dilakukan Taeha setelah pertemuan pertama mereka kemarin, jadi aku melakukan itu hanya untuk berjaga-jaga. Dan, jangan khawatir. GPS itu sudah dimatikan. Terima kasih sudah menelpon polisi. Tanpa kau, mungkin aku tidak akan selamat." ujar Seokmin dengan ringan. Senyumannya begitu tulus.
Dino tertunduk tanpa mengatakan apa pun.
"Satu lagi. Masalah kita kemarin, kau bisa merahasiakannya kalau mau. Karena kau sudah menyelamatkanku, anggap saja kita impas."
Bolehkah Dino merasa malu sekarang? Bagaimana bisa Dino melakukan hal yang begitu keji pada seseorang yang sangat baik seperti Seokmin? Dino menangis. Ia menangis dalam diam. Ucapan Seokmin seakan menamparnya begitu dalam.
"Maaf." Ujar Dino pelan. Berbisik.
Seokmin dapat mendengar ucapan itu dengan baik. Ia langsung merapatkan jarak duduk, lalu mengusap punggung Dino sembari berujar bahwa ia baik-baik saja. Itu bukan masalah besar. Bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan.
Seokmin kembali masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan yang begitu bahagia.
Betapa tidak? Satu masalah telah terselesaikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/132715878-288-k623066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JISOO [Revisi] (✓)
Fanfiction[Seoksoo GS Fanfiction] Kata sahabat memang baik. Tapi jika diletakan pada tempat yang salah, kau mungkin saja akan membunuh seseorang. Bukan, bukan raganya. Tapi hatinya. Jadi, masalah ini berasal dari kata sahabat? Siapa yang harus disalahkan dala...