MENINGGALKAN PERINTAH DAN MENGERJAKAN

169 4 0
                                    

KAIDAH KE. 27 : MENINGGALKAN PERINTAH DAN MENGERJAKAN LARANGAN DALAM IBADAH

QAWA’ID FIQHIYAH

Kaidah Kedua Puluh Tujuh

مَنْ تَرَكَ الْمَأْمُوْرَ جَهْلاً أَوْ نِسْيَانًا لَمْ تَبْرَأْ ذِمَّتُهُ إِلاَّ بِفِعْلِهِ, وَمَنْ فَعَلَ الْمَحْظُوْرَ وَهُوَ مَعْذُوْرٌ بِجَهْلٍ أَوْ نِسْيَانٍ بَرِئَتْ ذِمَّتُهُ وَتَمَّتْ عِبَادَتُهُ

Barangsiapa meninggalkan sesuatu perintah karena tidak tahu atau lupa maka ia masih tetap mempunyai tanggungan untuk mengerjakannya. Dan barangsiapa mengerjakan sesuatu yang dilarang karena tidak tahu atau karena lupa maka ia telah lepas dari tanggungan dan ibadah yang ia lakukan telah sempurna

Kaidah ini menjelaskan perbedaan hukum antara meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan dalam ibadah ataupun masalah lain. Apabila seseorang meninggalkan suatu yang diperintahkan karena jahil (belum tahu hukumnya) atau karena lupa, maka ia tetap masih mempunyai tanggungan untuk mengerjakan perkara yang diperintahkan tersebut. Adapun yang mengerjakan perkara yang dilarang karena udzur, yaitu belum tahu hukumnya atau lupa, maka ia dimaafkan dan tidak ada kewajiban yang harus ditanggung.[1]

Dalil yang mendasari kaidah ini di antaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhâri dan Muslim :

مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

Barangsiapa yang lupa mengerjakan shalat, maka hendaklah ia mengerjakannya apabila ia ingat, tidak ada kaffarah atasnya kecuali mengerjakan shalat tersebut. [2]

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa barangsiapa yang lupa tidak mengerjakan shalat karena lupa, maka ia masih tetap mempunyai kewajiban untuk mengerjakannya, karena shalat, satu perintah sehinggga tidak gugur karena lupa.[3]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ

Barangsiapa yang lupa dirinya sedang puasa lalu dia makan atau minum maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.[4]

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa makan atau minum karena lupa tidak membatalkan puasa.[5] Karena makan dan minum saat berpuasa termasuk larangan, sehingga ketika ada yang mengerjakannya karena lupa maka itu tidak mengakibatkan puasanya batal.[6]

Di antara penerapan dan implementasi kaidah yang mulia ini dapat diketahui dari contoh-contoh kasus berikut:

1. Apabila seseorang shalat dalam keadaan berhadats karena lupa atau belum tahu hukumnya maka ia harus mengulangi shalatnya. Karena shalat dalam keadaan suci, termasuk perkara yang diperintahkan. Maka ketika itu ditinggalkan karena lupa atau tidak tahu hukum maka ia tetap mempunyai tanggungan untuk mengerjakannya.[7]

2. Seseorang yang shalat, ia tidak tahu ada najis di badannya atau di bajunya dan ia baru mengetahuinya setelah selesai shalat, maka shalatnya tetap sah dan tidak wajib mengulangi shalat. Karena keberadaan najis termasuk dalam kategori sesuatu yang dilarang. Maka ketika itu terjadi karena tidak tahu atau lupa maka itu tidak mempengaruhi keabsahan shalat.[8]

3. Apabila seseorang shalat dan meninggalkan salah satu rukun, karena lupa atau tidak tahu, maka ia masih mempunyai kewajiban mengerjakan rukun yang ia tinggalkan itu. Karena menyempurnakan rukun shalat masuk dalam kategori perkara yang diperintahkan.

REMAJA ISLAM PART 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang