HIDAYAH

804 29 0
                                    

Teruslah memohon hidayah. Karena itulah,
                “Ash Shirot al Mustaqim”.

Kita tidak tahu kapan kita mati. Tidak ada yang memastikan bahwa kita akan mati dalam keadaan Islam atau mati dalam keadaan beragama di luar Islam.

Hanya Allah yang tahu. Namun, pahamilah Islam ini, inilah jalan yang lurus, yaitu al-Islam. Pahami ini, sehingga kita bisa istiqomah dalam beragama Islam dan semoga – insya Allah – diwafatkan dalam keadaan Islam.
_______

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
_______

Nikmat hidayah shiratal mustaqim (jalan yang lurus) adalah nikmat yang besar bagi seseorang. Tidak semua orang Allah beri nikmat yang mulia ini.

Nikmat ini hanya Allah berikan kepada orang-orang yang Allah kehendaki. Yang dimaksud hidayah dalam ayat ini mencakup dua makna, yaitu

- Hidayah untuk mendapat petunjuk shiratal mustaqim dan

- Hidayah untuk tetap istiqomah dalam meniti di atas shiratal mustaqim.

Kaum muslimin semenjak dulu sampai sekarang tidak pernah berselisih bahwa jalan yang lurus (Ash-Shiraath Al-Mustaqiim) yang diridhoi oleh Allah adalah jalan Alquran dan As-Sunnah.

Namun perkara yang membuat banyak di antara mereka berselisih adalah dengan metode apa mereka memahami Alquran dan As-Sunnah dan mengamalkan keduanya.

Inilah yang menyebabkan banyak dari kelompok dan aliran-aliran dalam barisan kaum muslimin melenceng dari jalan lurus (Ash-Shiraath Al-Mustaqiim).

Jadi, tidak cukup seorang muslim mengatakan, “Mari kembali kepada Alquran dan As-Sunnah!”, walaupun ini kalimat yang benar, namun karena pemahaman kita terhadap keduanya bisa benar dan bisa pula salah, demikian juga dalam mengamalkan keduanya.

Maka kita harus kembali pada pemahaman dan pengamalan agama Islam yang benar, yaitu yang dipahami oleh generasi terbaik umat Islam.

Merekalah para sahabat Nabi ﷺ yang langsung mendapat pengajaran dari Rasulullah ﷺ, kemudian para tabi’in, kemudian tabi’ut tabi’in.

Syaikh Shalih al Fauzan hafidzahullah menjelaskan, “Yang dimaksud dengan shirat (jalan) di sini adalah Islam, Alquran, dan Rasul ﷺ. Ketiganya dinamakan dengan ‘jalan’ karena mengantarkan kepada Allah Ta’ala. Sedangkan ‘al mustaqim’ maknanya adalah jalan yang tidak bengkok, lurus dan jelas yang tidak akan tersesat orang yang melaluinya.” (Duruus min Al Qur’an: 54)

Ketahuilah, bahwa makna ayat di atas tidaklah bisa dipisahkan dengan makna ayat berikutnya, karena kedua ayat tersebut hakikatnya merupakan

- Satu kesatuan yang memiliki hubungan erat dalam menunjukkan “Jalan yang lurus dan orang-orang yang menitinya.”

- Menunjukkan kepada jalan Alquran dan As-Sunnah, karena dalam ayat tersebut isinya adalah permohonan seorang hamba kepada Rabbnya agar diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Shiratal mustaqim yang merupakan jalan kebenaran jumlahnya hanya satu dan tidak berbilang, bukan yang didengung-dengungkan oleh  sebagian orang atau kelompok bahwa merekalah yang paling benar, bahkan ketika dilihat, mereka mengamalkan apa yang tidak diperintahkan Allah dan menafsirkan sendiri ayat Allah dan hadits sesuai keinginan mereka bahkan mereka merasa yang paling benar. Padahal mereka berada di atas kesesatan. Allah ﷻ berfirman,

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.“ (Al An’am:153)

Hal ini dipertegas oleh penafsiran Nabi ﷺ tentang ayat di atas.  Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Suatu ketika Rasulullah ﷺ pernah membuat satu garis lurus, kemudian beliau bersabda, “ Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat garis-garis yang banyak di samping kiri dan kanan garis yang lurus tersebut. Setelah itu beliau bersabda, “Ini adalah jalan-jalan (menyimpang). Di setiap jalan tersebut ada setan yang menyeru kepada jalan (yang menyimpang) tersebut.“(HR Ahmad 4142)

Kemudian, shiratal Mustaqim adalah jalannya orang-orang yang telah Allah beri nikmat. Allah berfirman,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ

“(Shiratal mustaqim) yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.“ (Al Fatihah: 6)

Lalu siapakah orang-orang yang telah Allah beri nikmat yang dimaksud dalam ayat di atas? Hal ini dijelaskan oleh firman Allah dalam ayat yang lain,

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An Nisaa’: 69)

Sehingga shiratal mustaqim ini telah di tempuh oleh para Nabi, para shiddiiqin, syuhada, dan shalihin. Karena shiratal mustaqim bukanlah jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. Lalu siapakah orang yang dimurkai dan orang yang sesat ini?

Demikian pembahasan ringkas tentang makna shiratal mustaqim. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk senantiasa istiqomah di atas jalan shiratal mustaqim. Wallahul musta’an.

Diringkas dari:
https://muslim.or.id/10648-shirathal-mustaqim-petunjuk-jalan-yang-lurus.html
https://muslim.or.id/25584-dalil-manhaj-salaf-dalam-surat-al-fatihah.html

Oh ya, follow IG kita yuk! Add yaa chaser_upi

Let’s Chase the Truth!

And Keep Istiqomah~

___________________
©CHASER UPI 2017

Line: @nuh6458k
Instagram: chaser_upi
https://line.me/R/ti/p/%40nuh6458k

REMAJA ISLAM PART 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang