Part 02

63 13 1
                                    

Pagi harinya, Raf sudah di depan rumah An bersama dengan sepeda motornya. An langsung mengikat tali sepatu dan menggendong tas sekolah berwarna biru miliknya. Ia berlari kecil menghampiri Raf.

"Nanti pulang sekolah nggak rapat, kan?" tanya An yang sudah duduk di atas jok motor.

"Kenapa?" tanya Raf yang memasang helm.

"Em, gimana kalau nanti kita jalan-jalan?" tawar An.

Alih-alih menerima tawaran An, Raf justru melajukan motornya dengan kecepatan sedang. An memajukan bibirnya. Selalu saja begitu. Raf memang orang yang sulit untuk diajak main.

An tahu bahwa Raf lebih suka mengikuti berbagai kegiatan daripada sekadar pergi main. Maka dari itu Raf aktif dalam organisasi dan beberapa ekstrakurikuler.
Berbeda dengan An yang hanya masuk OSIS. Itu pun jika ada teman akrabnya atau Raf di sana.

Motor memasuki gerbang sekolah. Beberapa pasang mata menatap ke arah Raf dan An. Namun, hanya beberapa detik. Walau begitu, An merasa risih. Di sekolah, An bukanlah the most wanted girls. Bahkan, jauh dari kata itu.

Ia pun terkadang kerap dibully oleh teman sekelasnya. Dari beda kelas pun juga ada yang sering membully dirinya. Walau parasnya lumayan cantik bukan berarti hal tersebut dapat terelakkan, kan?

Raf dan An berjalan bersisian menuju kelas masing-masing. Raf mengantarkan sampai depan kelas An. Namun, pria itu tetap tanpa ekspresi. Ia memandang sahabatnya dengan wajah datar.

"Raf?"

Kedua alis Raf menyatu. Pertanda ia sedang bertanya, "Kenapa?"

Andin maju selangkah. Ia tersenyum. Lantas berucap, "Selamat pagi."

Kemudian ia masuk ke dalam kelas. Jantungnya masih berdebar-debar. Padahal hanya hal kecil seperti itu. Tetapi, itu membuatnya bahagia. Sedangkan Raf sendiri masih berdiri di depan kelasnya. Senyum tersungging walau terlihat samar. Lalu, ia berjalan menuju kelasnya sendiri.

"Eh, ada cewek annoying." Fira teman sekelas An yang kerap membully dirinya.

Padahal Andin baru saja melangkahkan kakinya menuju kelas. Ia hanya diam.Tak mau membalas. Memangnya An bisa apa? Iya sih dia bisa saja mencakar mulut Fira. Tetapi, itu tak mungkin. Ia pernah berjanji pada dirinya sendiri. Ia tak akan berbuat onar seperti dulu saat belum mengenal Raf.

"Huft, dasar annoying. Mana Andin yang dulu sok berani?! Emang ya dulu itu lo cuma sok jagoan. Aslinya lo emang mental tempe!" sinis Fira.

Andin menulikan telinganya. Ia tak mau berdebat dengan Fira. Tak mungkin ia menampar atau menjambak Fira seperti dulu saat ia melakukannya pada kakak kelas kelas 12 saat ia masih kelas 10. Fira masih saja mencaci maki An. Hingga akhirnya ia terdiam saat bel masuk sudah berbunyi.

Saat istirahat, An tidak bersama teman sekelasnya. Di kelas saja ia tidak punya teman sebangku. Itu semua karena Fira yang menghasut teman-temannya agar menjauhi An. Fira memang gila hormat dan pamor. Ia merasa tersaingi dengan adanya An. Maka dari itu ia menghasut teman-teman agar menjauhi siapa saja yang berani melebihi ketenarannya.

"Lo kenapa, An?" tanya Shila yang juga sahabat An.

An hanya menggeleng. Ia tak mau menceritakan kejadian ia dibully oleh Fira. Sekarang ia merasakan bagaimana rasanya dibully. Padahal dulu ia suka membully orang lain. Bahkan lebih parah dari apa yang dilakukan Fira.

Raf berjalan menuju kantin bersama dengan sohibnya yaitu Galih. Tidak. Raf tidak memilih duduk di dekat An. Karena Raf tidak mau memonopoli waktu An yang seharusnya bersama teman-temannya. Ia dan Galih memilih duduk di kursi paling pojok.

Telah BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang