Part 03

57 9 0
                                    

"Lo yang dulu itu yang bedain lo sama cowok lain. Kalau sekarang? Lo sama aja,"

An bangkit. Ia berjalan ke luar kedai. Tak memedulikan Raf yang kemungkinan besar tak akan mengejarnya. Ia menatap nanar jalanan.

Ada ayunan di seberang sana. Ia pun berjalan sendu ke arah ayunan itu. Ia berayun pelan.

Langit mulai mendung. Pasti hujan akan turun. An memandang awan kelabu yang berarak-arakan. Tetesan air perlahan jatuh ke bumi. Yang semakin lama semakin gencar.

Tiba-tiba ada yang menarik An untuk beranjak. Iya, dia Raf. Walau kelihatan cuek, Raf tetap peduli.

"Kenapa sih main hujan-hujanan?! Udah tahu kalau lo itu rentan sakit! Ayo pulang!"

"Nggak mau!" An menghentakkan tangan Raf.

"Yaudah,"

Raf berjalan meninggalkan An. Gadis itu pun mau tak mau mengikuti dari belakang. Raf sudah tahu, kalau sebenci apa pun An padanya, gadis itu tak akan bisa berlama-lama marah padanya.

Mereka berteduh di depan kedai es krim. Raf memberikan jaketnya pada An.

"Nih," ucapnya.

An menatap jaket tersebut. Dalam hati ia mendecak kesal. Seharusnya dipakein kek. Ia pun menerima jaket tersebut.

"Makasih," ucapnya tanpa senyuman.

Perhatian kecil seperti ini yang membuat An lama-kelamaan menjadi baper. Ia berusaha mengelak. Jangan seperti ini. Jangan ada perasaan apa pun di antara mereka. Cukup dengan menjadi sahabat saja itu sudah membuat hari mereka penuh warna.

Hujan reda. Raf mengantarkan An pulang sampai di depan rumahnya.

"Lain kali jangan kayak gitu. Jangan main hujan. Kalau marah yaudah marah aja. Jangan kayak anak kecil. Udah SMA juga. Katanya lo itu dewasa. Dewasa apanya? Gayanya? Bukan sifatnya?!" ceramah Raf.

Yang dilakukan An hanya menunduk. Raf benar. Sifatnya memang masih kayak anak kecil.

"Tapi gue cuma mau lo nggak berubah. Lo beda, nggak kayak dulu lagi."

"An, bukannya ini yang lo mau?"

Raf menatap An intens. Gadis itu tersadar. Iya, dulu ialah yang meminta Raf untuk berubah. Tetapi tidak seperti ini.

"Maksud gue nggak kayak gitu, Raf. Maksud gue itu---"

"Udah sana masuk. Jangan lupa langsung mandi. Habis itu minum yang anget sana. Gue mau pulang."

Langsung saja Raf menyalakan mesin motornya. Ia mengendarai motor dengan kecepatan sedang. An menghela napas berat. Ia pun masuk ke dalam rumah. Langsung melaksanakan apa yang diperintah Raf.

Malam harinya, seperti biasa, An chattingan dengan Raf melalui WhatsApp. Namun bedanya, kali ini Raf membalas pesan lama. Padahal pria itu sedang online. An mendengus kesal.

"Nggak papa deh, paling grup kelasnya lagi rame. Atau nggak dia sedang membahas susunan acara hari guru sama OSIS yang lain."

Walau berusaha positive thinking, An tetap saja merasa badmood. Ia pun melempar ponselnya di atas bed.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Tanda ada telepon masuk. Ia buru-buru mengangkat telepon itu. Mungkin dari Raf.

Ternyata bukan. Itu dari Shila.

"Hallo,"

"An---" Shila sesenggukan menangis di seberang sana.

"Ada apa, Shil?" nada An berubah menjadi khawatir.

Telah BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang