Part 11

17 5 0
                                    

Ponsel Andin berbunyi. Menandakan ada telepon masuk. Ia menggeser slide berwarna hijau. Ia duduk di karpet ruang OSIS. Hanya ada dirinya, Eva, Arlan, dan Kayla. Clara sudah pulang. Yang lainnya juga sudah pulang. Raf sibuk mengurusi perlengkapan. Padahal seharusnya tugasnya hanya memantau sie yang lain.

"Halo,"

"Andin, nanti lo nggak usah ke rumah gue nggak apa." itu suara Freya di ujung telepon.

"Kenapa, Fre? Shila masih sama lo, kan?"

"Itu yang mau gue omongin, An." katanya. "Shila sekarang nginep di penginapan punya teman sekelas gue. Jangan khawatir. Orangnya baik, kok."

"Siapa emang?"

"Darell. Lo kenal, kan?" tanyanya. "Ya pasti lo kenal lah. Orang yang pernah deketin lo dulu sebelum Raf monopoli lo."

"Apaan sih?! Iya gue kenal Darell. Tapi, kok Shila ada di penginapannya Darell? Nggak papa emang? Darell nggak bakal ngapa-ngapain, kan?"

"Kayak lo nggak kenal aja sih, An. Mana mungkin Darell berani ngapa-ngapain Shila. Lagian ya di sana ada orangtua Darell. Ada banyak karyawan juga. Jangan mikir pendek deh lo." Freya mendengus.

"Iya-iya. Gue kan cuma khawatir aja sebagai sahabat."

"Yaudah ya, gue mau nganter nyokap belanja dulu."

"Iya hati-hati ya,"

"Bye,"

Freya memutuskan sambungan telepon.

Sudah jam lima sore lebih. Tetapi, Andin masih malas beranjak dari ruang OSIS. Lagian di rumahnya tidak ada orang. Ternyata berlama-lama berkumpul bersama yang lain menyenangkan. Walau kadang pada sibuk dengan gadget sendiri. Tetapi setidaknya mereka juga bercanda dan membuat suasana menjadi nyaman.

***

Pagi hari ini Raf menjemput Andin di rumahnya. Seperti biasa, mereka berboncengan ke sekolah dengan motor milik Raf. Mereka berjalan ke kelas tanpa memedulikan tatapan mata para siswa.

"An, nanti gue nggak bisa pulang bareng lo. Soalnya gue harus mengurus beberapa persiapan buat hari guru. Dua hari lagi kan acaranya mulai."

Benar kan apa yang dikhawatirkan Andin. Waktu yang seharusnya digunakan Raf bersama dirinya justru terkuras untuk hari guru. Tetapi, tak masalah. Hanya dua hari. Sehabis itu Raf akan menghabiskan waktu bersamanya lagi. Jahat memang.

Tunggu, tunggu. Rupanya An sudah mengakui bahwa ia memang suka sama Raf.

"An? Nggak papa kan kalau gue nggak bisa pulang bareng lo?"

"Iya nggak papa kok,"

"O iya, lo bawa proposalnya kan?"

"Iya"

"Mana,"

"Iya, iya bentar."

Andin membuka resleting tasnya. Ia pun mengeluarkan proposal yang berada dalam stopmap.

"Ini," ucap An sambil menyodorkan proposal tersebut.

"Kenapa wajah lo ditekuk gitu?"

"Nggak papa. Udah ah gue mau ke kelas."

Nggak tahu. Suasananya membuat Andin tak memilik mood saja. Akhir-akhir ini ia memang merasa kesal pada Raf. Mungkin karena sikap Raf yang dua bulan belakangan ini berubah derastis.

"Jangan gitu. Lo jelek kalau cemberut."

Tiba-tiba Raf mengacak rambut Andin pelan. Membuat gadis itu menahan napas seketika.

Telah BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang