1. Seorang Nenek Yang Mati Dengan Tolol Karena Mendengkur

970 155 17
                                    

Setiap kali bercerita, aku selalu ingin memukau kau sejak pertama kali membaca kalimat ini──seperti kebanyakan keinginan sepele para tukang cerita. Aku pun begitu, tetapi kuurungkan karena aku telah berceloteh lebih banyak daripada hal yang bisa kuusahakan untuk membuatmu terpukau. Jadi aku akan memulainya dengan begini; dahulu kala sebelum kau lahir, sebelum bapak kau mengoek, dan sebelum kakekmu dilahirkan oleh ibunya yang dilahirkan oleh ibunya yang amat tua dan keriput, ada seorang nenek yang amat sangat mencintai koin-koin emasnya yang berharga.

Kau penasaran menaksir berapa ratus tahun kejadian itu terjadi? Aku tidak tahu, tetapi aku tahu kalau pada saat itu orang-orang belum punya jamban dan kakus untuk membuang tai. Saat itu mereka selalu makan sedikit dan akan mampir ke kali untuk membuang tai sebelum membajak sawah mereka dengan kerbau yang kumal setiap pagi.

Alkisah ada seorang nenek──aku tidak berani menyebutkan namanya, karena nenek itu tidak suka dan bersumpah akan menggentayangi siapa saja yang menyebut nama aslinya──jadi, mari kita panggil saja dia Surti.

Surti adalah seorang nenek berumur empat puluh delapan tahun; ia senang makan sebagaimana membuang tainya. Oleh karena itu ia membangun sepetak gubuk di dekat kali agar setiap kali ia sakit perut ia dapat melaksanakan hajatnya dengan segera.

Tanah di sekitar kali itu sangat subur; semua pohon yang ditanam akan tumbuh dan berbuah lebat. Maka Surti menanam banyak pohon kersen, mangga, pisang dan jambu air. Ia juga menanam singkong, ubi, menernak ayam dan sapi yang ia beli dari kota. Semua yang ia tanam berbuah lebat dan hewan ternaknya juga sehat. Surti menjual hasil buminya ke pasar dan dalam kurun waktu setahun, Surti bisa membangun sebuah rumah permanen yang enam kali lebih luas daripada gubuk lamanya.

"Aku ingin meminjam uang."

"Tidak!"

Suatu hari Surti berteriak pada tamu pertamanya, yang datang berkunjung dengan maksud meminjam beberapa koin emas. Surti yang geram bangkit, berteriak dengan nyalang.

"Kenapa tidak? Koin emasmu bahkan lebih banyak daripada bukit di seberang kali sana."

"Tetap tidak bisa! Kau bau!"

Ya, semua orang yang bekerja di ladang dan sawah seperti Maman adalah orang yang bau──yang berkeringat dan jarang mandi. Surti juga bekerja di kebunnya dan berkeringat, tetapi ia selalu mandi menggunakan wewangian yang ia beli dari orang-orang jangkung berkulit bayi.

Mendengar hal tersebut, warga desa gempar. Banyak yang menyimpan kebencian tetapi tetap membeli apa yang dijual oleh Surti di pasar (sebab saat itu desa tengah dilanda kekeringan) dan seluruh tepian kali dikuasai oleh Surti.

Bandot-bandot pun kian geram, utamanya Maman. Sampai suatu malam mereka akhirnya memutuskan untuk menyelinap dan mengambil separuh dari koin emas yang dimiliki oleh Surti.

"Jo, kamu masuk lewat belakang. Aku jaga di depan dan Kawir jaga di pintu belakang." Maman memberikan instruksi sebelum Jojo dan Kawir bersiap di posisi mereka.

Tetapi mereka stagnan seketika, merasa skeptis oleh suara yang menggema.

KROG ... KROG ... KROG ....

Suara itu besar adanya, menggema, membuat ketiga bandot tadi gemetar takut. Jojo pun memaksa langkah tetapi ia kembali dan kocar-kacir karena suara itu makin besar dan nyaring. Keesokan harinya, desas-desus monster penjaga rumah Surti pun merebak semudah buang ludah. Mereka juga ada yang cakap kalau Surti melakukan pesugihan.

Lantas, sore itu sepulang berkebun dan duduk di bawah pohon jambu air──Surti tertawa terbahak-bahak sembari memakan jambu air banyak-banyak. Angin yang jahat telah membisikan desas-desus tersebut ke dalam telinga. Dan, ia makan lebih banyak lagi jambu air.

Ketika malam tiba, ada lebih banyak lagi warga desa yang datang ke rumah Surti. Mereka berjaga sampai seperempat malam dan melakukan aksi yang serupa kemarin.

KROG ... KROG ... KROG ...

Suara itu muncul lagi. Warga desa yang datang kembali ketakutan dan datang lagi besoknya. Selama tujuh malam berturut-turut warga desa masih menganggap bahwa suara itu adalah suara monster penjaga rumah Surti.

Di malam kedelapan, Surti makan lebih banyak lagi jambu air. Ia tertidur lebih cepat dan mendengkur seperti biasa dan warga desa kembali datang mengintai seperti biasa. Surti mendengkur, lagi. Suaranya makin keras dan menggema di rumahnya yang besar.

Tetapi, di malam kedelapan suara dengkurannya hanya setengah malam dan selanjutnya ia terbatuk-batuk. Air liurnya menyumbat tenggorokannya dan Surti terbatuk-batuk. Besok paginya, jiwanya telah hanyut serupa deras air di samping kali.

Di malam kesembilan, semua warga kembali datang dan menyelinap masuk. Tak ada suara monster dan hanya ada Surti yang tertidur di bawah lantai. Maka besok paginya ia dimakamkan oleh Kawir dan rumahnya dijarah habis-habisan lalu semua warga desa berpesta.

Pada kenyataannya kekayaan Surti diberantas habis dan kali itu diberi nama Sungai Berantas.***



ABERASI: Jiwa-Jiwa Dungu yang TersasarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang