Entah mengapa kakakku selalu marah kalau aku mengikutinya. Sering kali ia membentak, mendorong dan menyuruhku menjauh. Katanya aku adalah adik perempuannya yang bodoh──dan aku sangat tahu kalau kakakku adalah kakak laki-laki yang pintar.
Kakak selalu mendapat nilai tinggi; ia orang yang idealis, cermat, fleksibel, dan penuh target. Kakakku adalah orang yang menyayangi keluarganya──kecuali aku: begitu katanya.
"Jauh-jauh sana! Aku tidak mau membuat ayah dan ibu susah karena bertengkar denganmu!"
Aku tersenyum. Kakakku yang katanya percaya tuhan itu meringkuk; lalu ia bilang ia tidak percaya tuhan. Kakakku yang pintar itu katanya menganut satu atau dua lebih agama, katanya sekarang ia menganut lima agama sekaligus. Aku tidak mengerti kenapa, mungkin karena ia sangat pintar.
"Kak, ayo makan."
Ia mendengkus, "Aku akan makan dengan ayah dan ibu."
Kalian harus tau; aku sayang sekali pada kakakku. Oleh karena itu aku mengikutinya ke mana pun. Aku takut kakakku terluka, sebab jiwanya sudah sakit──sejak ayah dan ibu pergi dan tidak pernah kembali. **
KAMU SEDANG MEMBACA
ABERASI: Jiwa-Jiwa Dungu yang Tersasar
Short StoryHarus kukatakan padamu bahwa aku tidak mengarang cerita ini sendirian. Aku menyelami dirimu; masuk dan mencoba menuturkan kisah-kisah yang mereka alami. Jadi, ingatlah. Bisa jadi ada kisahmu di sini, yang kututurkan kepada mereka─para pencari dongen...