Enam

1.4K 128 1
                                    

***

Angin berhembus kencang...
Mendatangkan hawa dingin yang menusuk tulang...
Tangis ku tentu saja tidak ada artinya untukmu...
Karena toh kamu juga tak mengenalku...
Akankah bahagia ku akan datang padaku?

***

Happy Reading, guys!!!

***

Wulan terdiam, memandangi pantulan bayangannya yang memantul di cermin.

Wulan benci dirinya sendiri, untuk pertama kali dalam sejarah. Wulan benci menjadi... Gemuk. Wulan benci.

Hari itu, tepat saat ulang tahun Arjuna Redi, Wulan melihat jika cowok itu membuang kado darinya dan menertawakan dirinya bersama tiga temannya.

Lalu, saat di kantin, Wulan juga mendengar ucapan Redi, walau tidak sengaja, tetap saja dia mendengar dan sudah terlanjur masuk ke relung hati.

"Gila aja tuh cewek, bikin syok! Apa dia gak ngaca?! Astaga, dia udah rusak image gue nih di sekolah! Masa iya gue punya fans model begitu?! Syok banget kan?"

Itu yang di katakan Redi, cowok tampan dan sempurna dan yang selama ini Wulan sukai setelah Niall dan Pak guru yang ganteng, Pak Zakaria.

Tapi, mendengar ucapan itu, mendengar segala hal yang di katakan para cowok itu, membuat Wulan muram. Dia benar-benar tidak menyangka jika Redi bisa mengatakan hal-hal keji seperti itu.

Rupanya selama ini Wulan salah menilai cowok itu!

"Apa aku harus diet?" Kata Wulan lirih, dia menatap lagi pantulan dirinya di cermin yang jauh dari kata cantik.

Dia mengingat Pipit, cewek itu sempurna. Pipit baik karena mau berteman dengan Wulan saat yang lain tidak mau berteman dengannya. Pipit sudah mau berbuat baik, Wulan baru menyadari hal itu dan hatinya seketika sakit.

Apakah di dunia ini tidak ada tempat untuk orang-orang yang memiliki berat badan berlebih?

Wulan yang selama ini tidak memikirkan hal itu, sekarang justru menjadi semakin tertekan.

Wulan beranjak ke ranjang dan membaringkan diri di sana. Menerawang dan melamun. Sepi, tidak ada suara apapun selain bunyi jarum jam dan suara jantung Wulan yang bergemuruh karena rasa marah dan sedih.

Dunia tidak adil!!!

"Wulan, kakak datang!! Kakak bawa oleh-oleh loh!!!"

Wulan terlonjak dan langsung menghambur keluar kamar. Dia tersenyum lebar dan memeluk sosok di depannya itu dengan erat.

Wira, kakak sulung Wulan yang bekerja di luar kota! Cowok itu memang pulang sebulan sekali itupun tidak tentu.

"Ya ampun, adik kakak ini tambah sehat!" Kata Wira tergelak. Wulan merengut dan melepaskan pelukannya.

"Mana katanya oleh-oleh?" Tanya Wulan kesal. Wira tersenyum dan memberikan kantongan hitam. Wulan membukanya dan membelalak.

"Coklat!!" Pekiknya dan langsung membuka si coklat dengan membabi buta, melahapnya. Wira terkekeh dan mengacak-acak rambut Wulan.

"Pelan-pelan aja makannya, masih banyak itu!" Seloroh Wira. Wulan tidak menyahut dan terus makan.

"Wira, ayo makan! Ajak itu adiknya!"  Kata Nena dari arah ruang makan.

"Oke, Ma!!!" Sahut Wira. "Ayo, kakak kangen masakan rumah, sayang banget Venus masih di kampus. Ayo!"

"Ayo!"

**

Wulan tahu dan sangat sadar kalau Pipit masih terus mengerling ke arahnya dengan khawatir. Mereka duduk di kantin dan Wulan makan dengan lahap.

Persetan dengan diet! Itu Wulan pikirkan nanti saja.

"Eh, itu Arjuna datang." Kata Pipit berbisik. Wulan mendongak dan tepat saat itu si Arjuna Redi menatap ke arah meja mereka dan tersenyum.

Apaan itu si Redi malah tersenyum?! Apa cowok itu tidak tahu kalau Wulan sudah tahu apa yang dia lakukan dan apa yang dia katakan?!

Wulan kesal.

"Dia senyum tuh." Kata Pipit lagi. Wulan tidak peduli.

Dia mau move on saja dan semoga Wulan berhasil !!!

"Tumben banget sih reaksimu biasa aja?" Tanya Pipit heran. Wulan mengangkat bahunya.

Wulan memang tidak bercerita pada Pipit apa yang menimpa kado yang mereka beli itu di tangan sang idola sekolah itu. Wulan malu, dia tidak mau Pipit kasihan padanya padahal Wulan sudah cukup merana waktu itu.

Setelah makanannya habis, Wulan kembali melahap coklat pemberian Wira yang banyak sekali itu.

Ah, kakaknya itu memang sangat pengertian, dia tahu sekali apa yang Wulan sukai! Pokoknya, Wulan mengidolakan Wira!!

Ah, Wulan mulai melantur!!!

"Persediaan coklatnya abis sampai makannya pelan-pelan gitu?" Celetuk Pipit, karena kelihatannya Wulan memang makan itu coklat dengan gerakan pelan, seolah menghayati atau apa.

"Ini memang coklat terakhir." Aku Wulan. Pipit menggeleng takjub. "Nanti aku mau beli deh pulang sekolah." Cetusnya. Pipit tidak peduli.

Sepulang sekolah, Wulan seperti biasa mampir ke Alfamart dan yeah dia kembali bertemu mas kasir yang biasa. Cowok itu tersenyum ramah. Wulan balas tersenyum.

Wulan membeli banyak coklat, biskuit dan juga eskrim ah keripik juga. Camilan seperti biasa. Dia membawanya ke meja kasir.

"Biasa, mbak?" Tanya mas kasir sambil menyortir belanjaan Wulan.

"Iya, mas." Sahut Wulan. Si mas tersenyum.

"Semuanya dua ratus tujuh puluh ribu pas." Kata si mas kasir. Wulan mengangguk dan memberikan uang tiga ratus ribu. Si mas menyerocos biasa. "Nah, ini bonus juga." Kata si mas kasir, memasukan coklat ekstra ke plastik belanjaan Wulan.

"Belakangan banyak bonus yah, mas?" Tanya Wulan antusias. Si mas tersenyum.

"Kebijakan baru, mbak." Kata si mas kasir. Wulan melirik nametag cowok itu dan setelah sekian lama mereka bertemu, Wulan baru tahu nama cowok itu.

Bumi Nugroho.

Nama yang...

Wulan beranjak keluar Alfamart dan berjalan pulang. Rumahnya memang tidak jauh dari Alfamart situ, dan anehnya, Wulan malah kepikiran mas kasir itu...




*** BERSAMBUNG ***

Yeah, keputusan untuk move on jelas harus di lakukan! Masih banyak orang yang lebih baik dari sang Arjuna di luar sana!!

Apakah Bumi? Atau Pak Zakaria? Atau mungkin Niall?

Oke, nama terakhir jelas tidak mungkin!!

Hm, entahlah.. masih belum ketemu nih mau jodohin Wulan sama siapa.. niatnya story ini memang tidak mau memiliki episode panjang, kalau bisa, #plak!!

Heeheheh...

Oke, Love You, guys !!! 😘😘😘

The Fat Lady √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang