Dua Belas

1.5K 148 0
                                    

***

Saat tubuh tidak mampu lagi bertahan menanggung segalanya, maka tumbanglah Ia.
Nasihat dariku, jangan memaksakan diri!

***

Happy Reading, guys!!

***

***

Wulan tumbang. Dia sakit. Tubuhnya lemah karena sudah sebulan dia diet, atau jika boleh di katakan, Wulan dengan sukarela membuat dirinya sendiri kelaparan dengan dalih berdiet!

Akhirnya, dia tumbang. Tubuhnya lemah karena tidak ada nutrisi dan dia nyaris kehilangan nyawa!

Tentu saja keluarga panik. Mama mengomel. Papa marah. Venus kesal dan Wira cemas.

Semua berkumpul di rumah sakit karena pagi tadi Wulan pingsan saat akan ke kamar mandi! Jika saja Venus tidak menerobos masuk kamarnya, saat jam sudah siang dan adiknya itu tidak kunjung keluar, Venus kesal berniat mengomel, tapi, dia di kejutkan saat melihat Wulan tergeletak di dekat lemari.

Keluarga heboh dan Venus langsung menghubungi Wira. Tentu saja pria itu panik dan pulang. Wira sangat sayang pada Wulan.

"Kenapa kamu biarin dia diet kaya gitu?" Tuntut Wira pada Venus. Dia sudah mendengar cerita tentang Wulan tengah berdiet.

Metode diet yang keliru, tentu saja.

"Aku udah bilangin dia kalau itu gak perlu." Kata Venus yang tidak terima di salahkan.

"Sudah sudah! Adik kalian lagi sakit kok kalian malah ribut?" Tegur Irwan. Venus mendengus. Wira menghela nafas.

Wulan terbaring di ranjang rumah sakit, sedang menerima suapan dari Mama yang memaksa gadis itu makan. Dia tidak berani memandang kakak sulungnya...

"Jangan kaya gini lagi, Wulan. Kami semua cemas." Kata Nena lelah.

"Ma, aku mau kurus..." Kata Wulan lirih. Semua diam. "Kenapa cuma aku yang kaya gini sementara kalian gak? Apa aku bukan anak keluarga ini?" Tanya Wulan.

"Wulan!" Pekik Nena syok. Wulan menunduk.

"Kamu anak kami, papa dan mama, kenapa kamu berpikir seperti itu?" Kata Irwan syok. Wulan terisak.

"Aku cuma lelah. Orang-orang tidak mau berteman denganku karena aku gemuk dan jelek." Kata Wulan, mengutarakan apa yang tersangkut di pikirannya belakangan ini.

Wira menghela nafas, dia mengacak-acak rambut Wulan.

"Kamu cantik, kok. Percaya sama kakak." Kata Wira. Tapi, Wulan tidak percaya. Jelas saja Wira akan mengatakan kalau dia cantik, Wira kan kakaknya!! "Apapun yang kamu dengar di luaran sana, kamu tidak usah pikirkan." Kata Wira lagi. Sementara Nena terisak memeluk suaminya.

Dia masih syok saat mendengar pertanyaan Wulan tadi, tentang apakah dia bukan anak keluarga mereka. Padahal Nena sudah mengandung dan melahirkannya...

"Jangan karena penolakan satu orang cowok kamu kaya gini!" Kata Venus sewot. Wira menatapnya.

"Cowok?" Alis Wira terangkat, memandang kedua adiknya bergantian. Dia belum mendengar tentang 'cowok' dari cerita Venus tadi!

"Dia naksir teman sekolahnya lalu di tolak karena dia gemuk." Desis Venus. Rahang Wira mengeras. Wulan semakin menunduk.

"Harusnya kamu sadar kalau cowok model begitu tidak baik, Wulan." Tegur Wira kemudian. Wulan mengangguk. Dia sudah tahu kok kalau Redi bukan orang baik. Pipit saja yang bodoh karena mau pacaran dengan cowok itu.

Oh, Wulan juga bodoh karena pernah menyukai cowok itu!

**

Nena kembali ke rumah sakit sambil membawakan barang-barang Wulan. Wanita itu sibuk dengan kebutuhan Wulan, sementara Wulan cuma diam.

"Oh, Mama lupa!" Kata Nena. Dia beranjak, membuka tas dan memberikan sebatang coklat pada Wulan, tidak lupa amplop merah yang jelas berisi surat. Nena tersenyum.

Wulan menerima barang-barang itu dan menatap ibunya dalam diam.

"Mama pulang, dan tadi malah ketemu sama cowok cakep. Dia nitip itu buat kamu." Kata Nena.

Wulan membelalak. Jadi, Mamanya sudah bertemu dengan orang yang mengirim coklat dan surat itu?!

"Mama... Ketemu dia?" Tanya Wulan takjub. Nena mengangguk. "Dia siapa, Ma?" Desak Wulan kepo. Nena nyengir.

"Hm.. Mama udah janji buat gak bilang kamu. Katanya kamu kenal dia. Mama juga sih rasanya pernah ketemu dia, tapi, Mama lupa di mana." Sejak tadi Nena memang berusaha mengingat di mana dia bertemu pemuda yang tadi menitipkan coklat untuk Wulan.

"Mama!" Seru Wulan kesal. Tapi, dia mengingat apa yang di katakan Nena.

Wulan mengenal orang itu... Tapi, siapa? Wulan sempat menebak Bumi, tapi, teorinya, Bumi tidak tahu rumah Wulan.

Well, memang sih Bumi sudah tahu sekarang. Tapi, waktu Bumi tahu dan waktu coklat itu berdatangan, jelas si coklat lah yang lebih dulu sampai. Jadi, Wulan menghapus nama Bumi dari daftar 'tersangka'!

"Katanya nanti juga dia kasih tahu kamu. Udah ah, Mama mau beli makanan." Kata Nena melenggang meninggalkan Wulan.

Wulan menggerutu dan mulai membuka si surat, meletakan coklat di atas meja nakas.

Setiap malam aku memandang bulan yang kian meredup.
Apakah bulan akan menghilang?
Aku tidak mau itu. Aku ingin menahannya...
Cahayanya sangat indah. Seindah senyuman yang biasanya terukir di wajahmu.
Tetaplah bersinar seperti sang bulan.

Wulan mengerjap.

"Kamu siapa sih?" Tanya Wulan pada si kertas surat.

Wulan pulang keesokan harinya setelah bersumpah pada semua orang, termasuk dokter, bahwa dia tidak akan menerapkan metode diet yang keliru lagi.

Saat sampai di teras rumah, Wulan kembali menemukan sebatang coklat dan surat di sana.

Nena tersenyum, menepuk bahu Wulan dan menarik tangan suaminya masuk rumah lebih dulu.

Wira juga mengangkat bahunya dan melenggang masuk karena Wulan masih mematung.

"Dia orang baik, siapapun dia." Kata Venus sebelum masuk ke dalam rumah.

Wulan membuka surat di tangannya dengan gemetar.

Jadilah satelitku, Wulan!
Seperti bulan yang selalu mengitari bumi...

Deg!!!

Kata-kata itu lagi!!



*** BERSAMBUNG ***

Duuuuhhh... Aku jadi baper sendiri nih!!!
Iri sama Wulan sebenarnya!!!
Duh, mendekati end nih wkwkwk...!!

Love You, guys!!!

The Fat Lady √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang