Empat Belas

2K 154 2
                                    

***

Jika matahari sebagai penerang di siang hari...
Maka bulan yang akan menggantikan tugasnya di malam hari...
Bukan Apollo juga bukan Artemis...
Ini bukan mitologi. Ini dunia kita.

***

Happy Reading, guys !!!

***

***

Wulan merengut, tersenyum, merengut lagi, sementara mulutnya sibuk mengunyah coklat dan hatinya sibuk berargumen sendiri. Tangannya memegang selembar kertas yang baru dia dapatkan di Minggu pagi ini.

Cuma ada beberapa kata, namun sangat mampu membuat Wulan semakin di landa gemas dan penasaran.

'Siapkah sang rembulan untuk bertemu denganku yang tidak berarti ini?'

Cuma itu! Sudah! Tidak ada petunjuk apapun lagi!

"Siapapun kamu, aku bersumpah bakal memukul kepalamu kalau kita ketemu!" Dengus Wulan, beranjak masuk lagi ke dalam rumah.

Wulan duduk santai di depan tv dan menonton acara gosip yang memberitakan macam-macam hal tentang para selebritis yang sebenarnya tidak menarik minat Wulan sama sekali.

Venus pergi kencan dengan pacarnya, Yoga, katanya sih mau jalan santai. Dan Wulan tidak peduli. Wira tidak pulang karena dia katanya ada lembur dadakan. Ada seorang supplier dan yeah, Wulan juga tidak mengerti.

"Wulan! Sana ke minimarket, beliin Mama detergen!" Seru Nena dari arah dapur.

"Di warung kan banyak, Ma!" Bantah Wulan. Cuma beli detergen kenapa juga harus ke minimarket padahal di warung ada dan jauh lebih dekat??

"Di warung meh gak dapat hadiah! Kan lumayan piringnya!" Kata Nena. Astaga! Wulan lupa kalau Mama memang begitu!

Terpaksa Wulan menurut karena Nena mengancam tidak akan memberi uang jajan untuk Minggu depan. Dan Wulan tidak mau bunuh diri begitu!

Sudah cukup lama Wulan tidak mampir ke minimarket itu. Wulan bahkan tidak mampu lagi menghitung waktu.

Wulan masuk dan jantungnya langsung jumpalitan saat Bumi berdiri tepat di depannya. Cowok itu membelalak dan tersenyum kemudian. Wulan hampir saja menyemburkan pertanyaan tentang...coklat.

Untung ada seorang ibu yang minta di layani oleh cowok itu. Wulan menghela nafas dan mulai mengambil detergen pesanan sang nyonya di rumah.

"Cuma ini?" Tanya Bumi dari balik mesin kasir. Wulan mengangguk, dia sibuk mengamati cowok di depannya itu yang sibuk. "Dua puluh lima ribu. Tidak mau tambah yang lain?" Kata Bumi.

"Tidak." Kata Wulan, memberikan uang. Bumi menerimanya.

"Tiga puluh ribu, kembaliannya lima ribu, terima kasih." Kata Bumi formal, memberikan belanjaan Wulan dan yang kembalian.

"Makasih." Sahut Wulan. Dia melangkah ke pintu, dan mengerling Bumi sebelum keluar. Bumi masih menatapnya.

"Aduh, kenapa dia makin tampan sih?" Tanya Wulan pada dirinya sendiri. Kemudian dia terkikik saat menyadari ocehannya sendiri.

***

Wulan menatap Pipit khawatir. Pasalnya, saat ini, mereka duduk di kantin, dan melihat Redi berangkulan dengan seorang cewek yang entah siapa. Sebagai sahabat, tentu saja Wulan merasa prihatin pada Pipit. Walaupun hubungan sahabatnya itu dengan Redi sudah selesai, tapikan tetap saja...

"Yeah, itu sudah aku duga." Desah Pipit, menyeruput jus alpukat miliknya. Wulan diam saja. Pipit memandangnya dan mendengus. "Tidak perlu cemas. Dia udah mati menurutku." Kata Pipit.

"Yeah..." Sahut Wulan canggung.

Diam-diam Wulan mengutuk cowok bernama Redi itu. Dia curiga cowok itu sengaja melakukan apa yang dia lakukan saat ini! Buktinya, saat Wulan menatapnya, dia tengah menatap ke meja dua gadis itu, tepatnya dia menatap Pipit seolah pamer...

Wulan bersyukur Pipit putus dengan cowok model begitu dan Wulan juga menyesal pernah menaruh hati pada cowok model begitu!

Saat pulang sekolah, Wulan kembali menemukan sebatang coklat dan sepucuk surat di bawahnya. Wulan membuka surat itu lebih dulu.

'Aku menunggumu di taman komplek malam ini..
Aku harap kamu mau datang, karena aku duga malam ini akan gelap..
Dan jika kamu tak datang, hatikupun akan ikut gelap...'

DEG!!!

Cowok itu mengajak bertemu malam ini?! Kenapa begitu mendadak?! Alih-alih merasa senang, Wulan justru panik sendiri.

Tapi, saat jam tujuh malam, Wulan tetap keluar kok. Ke taman. Dan sepertinya surat itu benar. Malam ini gelap... Tidak ada bulan maupun bintang.

Jantung Wulan jumpalitan tidak tentu, tubuhnya gemetar. Dia akan bertemu orang yang selama ini membuatnya penasaran...

Tapi, saat sampai di taman dekat rumahnya, Wulan kesal. Pasalnya taman sepi, tentu saja. Menghela nafas, Wulan duduk di ayunan dan bermain sendiri. Waktu kecil Wulan suka sekali ke sini...

"Wulan Sulastri?" Panggil sebuah suara dari arah belakang Wulan. Dan sebelum Wulan sempat menoleh, orang itu sudah mendorong tali ayunan Wulan dengan lembut. Jantung Wulan jumpalitan. Dia membeku di tempat. Dia sangat hafal aroma ini...

"Kamu...?" Bisik Wulan tanpa menoleh.

"Kamu sudah menduga selama ini aku kan?" Tanya orang itu.

Kemudian perlahan, orang itu berdiri di depan Wulan, tersenyum. Wulan membeku dan jantungnya semakin gila. Di tambah saat orang itu berlutut di depannya.

"Terima kasih sudah datang."

"Kamu... Bumi? Tapi..." Wulan tercekat.

Orang di depannya ini, Bumi, cuma tersenyum. Wulan tidak mengerti. Padahal dia sudah mencoret nama Bumi dari daftar 'tersangka'!

*** BERSAMBUNG ***

Sherlock Holmes pernah berkata...

Hal-hal yang menurutmu tidak mungkin adalah bisa jadi merupakan jawaban.

Duh duh duh... Wulan...!!!!

Love You, guys!!!  😘😘😘

The Fat Lady √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang