Tiga Belas

1.6K 141 0
                                    

***

Apa sih cinta itu?
Cinta itu terdiri dari lima huruf berbeda namun memiliki sejuta makna.
Ah, klise.
Menurutku, cinta itu... Well, aku sudah menjelaskan sih di part entah berapa itu...

***

Happy Reading, guys!!

***

***

Wulan masih belum tahu siapa orang yang terus mengiriminya coklat. Apalagi Mama juga tidak bilang, itu karena Nena sendiri sudah janji.

Wulan di buat gemas dan kesal sekaligus karena dia merasa seperti meraba-raba dalam gelap karena dia sama sekali tidak memiliki petunjuk apapun tentang identitas siapapun itu!

Ah, orang itu cowok! Jadi, Wulan tidak tahu siapa sebenernya cowok itu!

Saat jam istirahat, Pipit menghampiri Wulan. Wulan menatapnya bingung.

"Wulan, kamu masih marah padaku?" Tanya Pipit.

Wulan memperhatikan kalau ekspresi Pipit benar-benar tidak enak. Lesu dan tidak bergairah. Melihat itu, Wulan tidak bisa marah. Lagipula, Wulan sadar kalau Pipit tidak salah. Pipit tidak bermaksud buruk padanya. Pipit cuma menjaga hatinya.

"Tidak." Kata Wulan kemudian. Pipit mengerjap dan perlahan dia tersenyum. Wulan balas tersenyum.

"Aku benar-benar minta maaf..."

"Kamu gak salah kok, aku cuma butuh waktu kemarin." Kata Wulan. Pipit diam saja.

Pipit adalah satu dari sekian banyak orang yang tulus kan? Dia selalu berusaha meminta maaf walaupun tidak bersalah...

Ah, mendadak Wulan merasa menjadi sahabat yang jahat sekali karena sikapnya belakangan ini.

"Aku putus kok dengan Redi." Kata Pipit yang membuat Wulan terkejut.

"Kenapa?" Tanya Wulan tidak paham. Pipit tersenyum muram.

"Aku kesal karena dia terus saja jelekin sahabat aku." Kata Pipit. Wulan tersenyum sendu. "Lagipula, dia juga playboy, aku gak suka." Kata Pipit lagi, nyengir.

"Iya, masih banyak cowok baik di luar sana. Kamu cantik juga baik, pasti banyak yang suka sama kamu." Kata Wulan.

"Kamu juga cantik dan baik, Wulan." Sahut Pipit tulus.

Wulan merasa sangat beruntung memiliki Pipit sebagai sahabat!

Wulan membaca surat yang dia temukan dengan coklat di teras rumahnya saat pulang sekolah.

Semalam aku tidak melihat bulan...
Dia menghilang tertutup awan...
Hatiku gelap karenanya..
Maukah kamu meneranginya lagi?

Wulan merasa sinting sekarang karena dia mulai cengengesan sendiri membaca kalimat penuh gombal itu. Wulan tahu itu cuma gombalan, tapi, Wulan senang.

"Gimana aku bisa jawab kalau aku gak tahu kamu siapa?" Kata Wulan geli, dia melenggang masuk ke dalam rumah dengan hati ringan.

Apakah Wulan mulai jatuh cinta?!

"Sayang, kamu mau makan?" Tanya Nena dari dapur. Wulan melenggang menuju dapur, masih dengan seragam sekolahnya.

"Mama lagi apa sih?" Tanya Wulan saat melihat Mama sibuk dengan adonan tidak jelas.

"Mama mendadak mendapat ilham ingin membuat kue!" Kata Nena. Kemudian dia nyengir menatap Wulan.

Wulan curiga.

"Apa?" Tanya Wulan.

"Tadi, Mama belanja ke minimarket buat beli keperluan kue. Wah, Mama baru tahu loh di sana ada kasir yang ganteng banget. Kamu gak bilang Mama ih." Kata Nena nyengir.

Dan Wulan langsung tahu kalau maksud mamanya adalah Bumi. Wah, sudah lama sekali dia tidak belanja camilan. Sejak memutuskan untuk berdiet itu, Wulan memang tidak belanja camilan lagi.

"Pantas aja yah kamu dulu rajin jajan di sana." Sindir Nena. Wulan mendengus dan memilih balik ke kamar saja.

Slow Hands ~ Niall Horan : Play

Wulan merebahkan diri di ranjang sambil mendengarkan lagu dari sang idola.

Pikirannya kembali melayang.. kasir ganteng... Wulan sempat berpikir, dengan wajah setampan itu, rasanya di sayangkan Bumi cuma kasir. Tapi, hei! Wulan bahkan tidak mengenal cowok itu secara pribadi. Siapa tahu Bumi adalah pangeran yang menyamar!

Hahah! Wulan mulai melantur!

Wulan sudah menceritakan prihal cowok yang rajin mengiriminya coklat pada Pipit. Tentu saja Pipit sudah tahu dulu, hanya saja, waktu itu kan hubungan persahabatan mereka agak renggang jadi, Pipit tidak tahu perkembangan masalah itu.

"Wow..." Cuma itu komentar Pipit. Wulan mendengus.

"Cuma itu reaksimu?" Tuntut Wulan. Pipit mengerjap.

"Lalu aku harus bagaimana?" Tanya Pipit bingung. Wulan memutar matanya.

"Apa kamu tidak punya dugaan siapa gitu."

"Jika kamu saja tidak punya, apalagi aku?" Kata Pipit kesal. Wulan mendengus.

"Andai dia Niall Horan..." Kata Wulan mendamba. Kemarin, dia sudah mengatakan hal yang sama di depan seluruh keluarganya. Wulan mengatakan itu tanpa sadar. Lalu, reaksi keluarga justru mengesalkan.

"Wulan, berhentilah mengkhayal." Kata Venus.

"Memang khayalanku ganggu khayalan kakak dan khayalan orang lain?" Tanya Wulan. Kesal.

Sekarang Wulan mengatakan hal sama di depan Pipit tanpa sadar juga!

Sial.

Tapi, Pipit tidak menghujat dan meminta Wulan berhenti mengkhayal.

"Di antara cowok ini dan idolamu itu..." Pipit menghentikan kalimatnya saat Wulan mendelik.

"Apa?" Tanya Wulan kepo. Pipit menghela nafas lega, padahal tadi dia sempat takut kalau Wulan akan kembali marah.

"Wulan, siapa yang kamu pilih di antara mereka?" Pipit bertanya, menatap Wulan dengan alis terangkat sambil senyum jail.

"Boleh aku memilih Niall Horan?" Wulan malah balik bertanya. Pipit lupa, kalau sahabatnya itu kelewat fanatik. Jadi, dia memilih tidak menjawab saja.

Pada dasarnya, sekeras apapun Wulan berusaha berubah, dia tidak juga berubah. Lihat saja, diet gagal. Dan yeah, kepribadian juga masih tetap alay dan penuh khayalan!

*** BERSAMBUNG ***

Cie cie cie yang udah akur... Cie cie cie yang kepo... !!

Tapi, Wulan jangan kebanyakan ngayal, gak baik.

Apalagi ngayal tentang Niall... Jangan! Soalnya, Niall itu...

Milikku.

He's Mine!!!

Hahahaha ha-ha-ha!!!

Love You, guys!!!





The Fat Lady √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang