***
Dari sejuta orang di dunia ini, adakah yang peduli tulus padaku?
Dari sekian banyak waktu, akankah aku bisa bahagia?
Kenapa terasa begitu menyakitkan bagiku?
Adilkah ini?***
Happy Reading, guys!
***
***
Wulan menangis dan terus menangis di kamar. Orangtuanya bingung karena tidak biasanya Wulan menangis seperti itu. Biasanya juga Wulan menangis bombay, itu tuh, meraung-raung sambil mengatakan kata-kata acak dan tidak jelas.
Sekarang? Tidak ada suara berisik apapun dari kamar itu, karena cara Wulan menangis berbeda dari biasanya yang berarti masalah serius. Wulan menangis diam, dia bahkan tidak makan camilan sambil menangis, seperti biasa.
Mama, papa juga Venus bingung. Venus sudah mengatakan kalau sepulang dari KFC tadi Wulan sudah begitu. Wulan bahkan tidak menyentuh makanannya dan langsung kabur membuat Venus kebingungan.
Venus tidak mau di salahkan menjadi penyebab Wulan menangis.
"Bagaimana ini?" Tanya Nena, tadi dia sudah mengetuk pintu kamar Wulan, membujuk anak itu agar mau makan. Tapi, pintu tetap terkunci.
"Buka paksa aja pake kunci cadangan." Irwan, papa Wulan, mengusulkan dengan setengah hati.
"Nanti dia malah tambah histeris." Bisik Nena. Irwan menghela nafas. Kelakuan anak bungsunya memang penuh kejutan tak terduga!
"Biasanya dia mau di bujuk kalau kak Wira yang..."
"Wira tidak di rumah, Venus." Gerutu Nena. Venus mengerucutkan bibirnya kesal.
"Kita tunggu sampai besok, kalau besok pagi dia masih begini, kita buka paksa pintunya." Cetus Irwan. Nena mengangguk saja. "Sudah lebih baik kita tidur, sudah larut." Kata Irwan lagi.
"Besok aku ada kuliah pagi." Gerutu Venus sambil beranjak ke kamarnya.
Sementara Wulan tidak bisa tidur. Bagaimana dia akan tidur, saat mengingat apa yang menimpanya? Dari sekian banyak orang kenapa harus Pipit yang menyakitinya? Kenapa harus Pipit, yang adalah satu-satunya sahabat yang dia punya? Kenapa Pipit harus membohonginya?!
Wulan benar-benar sakit hati. Dia tidak membalas pesan-pesan yang di kirim Pipit, dia juga tidak menjawab panggilan dari sahabatnya itu.
Wulan tidak percaya, ternyata Pipit dan Redi sudah pacaran sejak lama, bahkan mungkin sejak masuk sekolah. Dan mereka berdua merahasiakan hal itu dari semua orang?!
Wulan benar-benar merasa di bodohi! Jika mereka pacaran, kenapa Pipit selalu menyemangati Wulan saat akan melakukan pendekatan dengan Redi? Kenapa Pipit bersikap seperti seorang sahabat yang mendukung perasaan Wulan pada Redi?!
Kenapa?!
Keesokan harinya, Wulan keluar kamar, sehingga Irwan tidak memiliki alasan untuk menggunakan kunci cadangan.
Wulan terlihat parah, pucat dan tidak bergairah. Tapi, keluarganya tidak ada yang berani berkomentar. Nena bahkan diam saja saat melihat Wulan tidak menyentuh sarapannya.
Wulan cuma duduk dan meminum susunya. Sudah, tidak ada yang lain. Dia duduk hanya untuk menunggu Venus sarapan.
Venus dan Nena bertukar pandang suram.
"Sudah?" Venus bertanya pada Wulan saat dia menyelesaikan sarapannya. Wulan mengangguk dan beranjak dari meja makan.
Seperti biasa, pagi ini Wulan kembali menemukan sebatang coklat di kursi teras rumahnya. Venus heboh, tidak seperti biasanya, Venus menyerocos dan menganggap hal itu sangat luar biasa. Wulan diam saja dan membaca surat yang datang dengan coklat itu di dalam mobil.
Air matamu begitu berharga..
Jangan teteskan lagi, karena dunia akan muram karenanya.
Kecuali saat kamu merasa bahagia.
Tersenyumlah dan cerahkan seluruh isi dunia dengan keindahan senyumanmu yang indah.
Ingatlah, bahwa kamu tidak sendiri.Sudah, itu saja. Masih tidak ada keterangan dari siapa semua itu!
"Apa orang-orang selalu memandang dari segi fisik?" Celetuk Wulan. Itu adalah kalimat pertama yang dia ucapkan sejak kemarin sore. Venus mengerjap.
"Apa?" Tanya Venus.
"Apakah orang-orang selalu memandang dari segi fisik?" Ulang Wulan. Venus mencerna kalimat itu, perlahan dia mulai paham masalah Wulan.
"Tidak selalu, Wulan. Justru, dengan kekurangan itulah kita akan menemukan suatu ketulusan. Kita akan tahu, siapa orang yang benar-benar tulus jika dia menerima segala kekurangan di diri kita." Kata Venus.
Tapi, tetap saja Wulan tidak terhibur. Lihat saja Redi! Cowok itu dan teman-temannya pernah dan bahkan sering mengejek Wulan di belakang. Walaupun si Redi itu masih sok tersenyum...
Deg!!!
Wulan tersentak sadar. Redi selama ini tidak pernah tersenyum padanya! Semua senyum cowok itu untuk Pipit!! Iya, Wulan sadar sekarang! Karena setiap kali dia melihat Redi tersenyum, pasti ada Pipit bersamanya.
Wulan berdecih. Sungguh bagus akting mereka berdua! Terlebih akting Pipit!!
Sampai di sekolah, Wulan langsung ke kelas. Sudah ada Pipit di kursinya. Wulan berusaha tidak peduli dan duduk di kursinya sendiri.
"Wulan..." Panggil Pipit. Dia benar-benar merasa tidak enak pada Wulan. Dia tahu dia sudah bersalah pada sahabatnya itu. "Wulan, maafin aku..." Kata Pipit. Wulan menatapnya.
"Untuk?" Tanya Wulan ketus.
"Kamu tahulah... Soal Redi..."
"Aku gak nyangka selama ini aku begitu bodoh. Pasti kamu menertawakan kebodohanku kan selama ini?" Tanya Wulan. Dingin. Pipit menggeleng.
"Aku tidak jujur padamu karena aku tidak mau kamu sakit hati." Kata Pipit.
"Lalu apa menurutmu yang aku rasakan sekarang kalau bukan sakit hati?!" Bentak Wulan. Pipit menggeleng. "Aku berpikir semalam dan aku sadar selama ini aku cuma kepedean. Aku bahkan baru sadar, kalau kamu memiliki alasan bisa kenal dengan teman-teman cowok itu, aku sadar kamu tahu semua tentang dia, aku juga sadar kalau dia... Dia..."
"Wulan..."
"Aku mohon, pindah lah, Pit. Intan selama ini duduk sendirian. Sekarang aku yang mau sendirian." Sela Wulan. Pipit terisak dan beranjak pindah tempat duduk.
Wulan ingin sendirian.
*** BERSAMBUNG ***
Hiks... Hiikss... Yang sabar yah, Wulan...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fat Lady √
ChickLitGemuk? Hey, tidak perlu lah minder... Wulan saja bisa menjalani hidupnya dengan sangat santai dan tidak memusingkan apapun. Yeah, walau pada akhirnya dia memiliki keinginan untuk menurunkan berat badan. Apakah dia akan berhasil dengan misi penurunan...