Part 58 : Penyesalan Liu Bang

1.6K 122 72
                                    


Song : 永远永远 ( Yongyuan yongyuan = Selama-lamanya )



Setelah nyaris setengah jam para prajurit tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaan Zhi er, sepasang kaki panjang Liu Bang berlari secepat larinya seekor macan tutul ke arah sungai, tempat biasanya para dayang mencuci baju.

Sekujur tubuh Liu Bang merasakan firasat tidak nyaman atas keteledoran para prajurit yang tidak memperhatikan gerak gerik Zhi er sambil merutuki dirinya sendiri yang juga terlalu acuh tak acuh telah membiarkan Zhi er bertingkah menyuruh para dayang itu membawanya pergi bersama.

Bayangkan selama ini Liu Bang memberikan perlindungan super ketat lewat para pengawal pribadi terhadap Zhi er walau hanya di dalam area istana sekalipun juga namun kali ini Liu Bang merasa dirinya benar-benar telah gegabah.

Demi Dewa, keadaan Zhongyuan sedang tidak aman dimana-mana sejak Kekaisaran Qin memulai perang terutama area otoritas Kerajaan Han yang menjadi target Kaisar Qin Er Huang dan lihat lah apa yang telah dilakukan Liu Bang???

Dengan tanpa beban pikiran, Liu Bang tidak mencegah Zhi er melangkah keluar begitu saja dari gerbang pangkalan militer tanpa pengawalan dari para prajurit khusus. Bodohnya, Liu Bang!!! Saking kau di telan ego sendiri kau sampai tidak memberi perhatian pada kekasih hatimu lagi!!
Begitu lah batin Liu Bang mengutuk dirinya sendiri sepanjang langkah seribunya.

Walau Liu Bang berharap... sangat sangat berharap tidak akan terjadi sesuatu pada Zhi er dan firasat yang di rasakannya itu tak lain hanya lah sebatas rasa paranoid yang berlebihan namun semakin langkahnya mendekati sungai itu semakin pula kelopak mata kirinya berkedut dahsyat. Firasat akan terjadi segala kemungkinan buruk semakin mengepung diri Liu Bang.

Menurut mitos suku Zhongyuan, kelopak kiri berkedut itu adalah pertanda dari sebuah malapetaka yang akan terjadi entah itu melanda dirinya sendiri, orang terdekat atau sanak famili.

Jalanan berbatu-batu kecil dan rerumputan yang tingginya lumayan panjang tak sama sekali mempersulit gerakan Liu Bang yang gesit. Pakaiannya yang panjang tebal menjuntai terseret menyapu tanah berdebu seolah ringan seperti angin.

Tidak butuh waktu lama, Liu Bang berhasil menghampiri sungai berkerikil itu. Ternyata firasat tidak enak itu amat jitu, ikatan batinnya dengan Zhi er memang sudah terjalin tidak main-main.

Pemandangan di hadapan mata mencengangkan dirinya dan memutuskan napasnya dalam sesaat, mata sipitnya nyaris menyembul loncat keluar begitu menyorot beberapa jasad di hadapan mata.

Bau hanyir menyengat hidung, aromanya menohok-nohok menguasai seluruh area sungai itu.

Demi Dewa...... Liu Bang tidak habis pikir bagaimana bisa terjadi hal seperti ini di area salah satu pangkalan militer terbesar Kerajaan Han?

Seorang dayang tergolek bersimbah darah di pinggir sungai, seorang dayang lainnya tewas mengenaskan dengan leher tertancap pedang besar dan yang paling mengejutkan sukma Liu Bang adalah seorang pria berbaju serba hitam tersimpuh dalam keadaan kaku dan berlumuran darah. Dari pakaiannya saja, pria itu tampak seperti seorang pembunuh misterius.
Tidak perlu butuh waktu untuk menerka-nerka pun dapat dipastikan telah terjadi pembantaian sadis di tempat ini.

Pandangan Liu Bang terhamburkan ke sekeliling. Kepanikan dan kecemasan membuncah  tersara bara memutari dirinya. Zhi er mei mei.... Dimana Zhi er mei mei???? Itu lah yang memenuhi pikirannya. Tiada lagi yang lain di benak Liu Bang selain mencemaskan Zhi er. Dewa... Buddha....Jangan sampai terjadi sesuatu terhadap Zhi er dan anaknya yang baru berumur empat bulan.

Love, Tears & DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang