2 ○ Pemburu Bekal

1.5K 242 44
                                    

unedit, sorry for typo ○
21/01/18
Wanna One di JKT yeh


Sejak kecil, aku sudah terbiasa untuk tidak banyak jajan apalagi rajin nongkrong di depan warung. Mama selalu menyediakan berbagai makanan ringan untuk cemilan di rumah sehingga aku tidak sampai diberi uang jajan perhari seperti yang anak-anak lain miliki. Pun sekolahku sejak SD tidak memperbolehkan para pedagang berjualan di area sekolah dan lebih menekankan murid-muridnya untuk membawa bekal--atau kalau tidak ikut catering.

Paling-paling aku hanya akan jajan ketika penjual keliling yang menarik perhatian lewat. Berseru-seru memanggil tanpa memperdulikan Mama akan memperbolehkanku membeli atau tidak. Pokoknya panggil, kalau tidak ingin kelewatan.

Kecil dulu biasanya aku membeli cireng digulung, es kue berwarna pelangi yang begitu tipis, kue cubit, kue ape, jely dalam cetakan panjanh bulat-bulat hang kemudian diberi susu kental manis, es krim yang disusun dengan sendok gepeng, sate kecil-kecilan seharga dua ribu rupiah, telur dadar dalam cetakan cetakan kecil, dan sebagainya.

Tapi itu dulu. Sekarang sudah lumayan susah menemukan jajanan semacam es kue atau jely yang kumaksud. Lagipula makin hari makanan pinggir jalan juga semakin tidak sehat, dengan beberapa kasus mengerikan seperti penggunaan bahan berbahaya di dalamnya. Daya beliku semakin berkurang, jadilah ketika SMA aku tergabung dalam Bekal Squad bersama Rami.

Kalau Ilham dan Rami membentuk anti jaket jaket club, maka aku dan Rami juga membuat anti jajan jajan club. Walau saat kepepet kami juga masih melipir ke kantin atau koperasi, hehe.

Bahagianya uang jajan yang Papa berikan aman untuk membeli hal lain daripada jajanan kantin. Novel baru, alat tulis atau makan Heumsik (makanan korea) di Mujigae ketika akhir pekan. Bisa juga untuk ditabung.

Pokoknya bekal for lyfe.

Tapi.

Ada Tapinya.

Untuk para golongan pembawa bekal dari rumah, terdapat warning untuk menjaga bekal masing-masing dari incaran para pemburu.

Iya, pemburu.

Pemburu bekal.

Mereka yang senang mengelilingi kelas, mengincar kotak-kotak makan untuk kemudian mengeksekusi bekal tak bersalah.

Salah satunya adalah Kinza.

Laki-laki itu bagai kutu loncat melompat kesana-kemari untuk menyicipi bekal setiap anak di kelas, termasuk aku yang belum pernah bicara dengannya--jangankan bicara, melihat presensinya sebelum kelas sebelas saja tidak pernah.

Aku ingat itu minggu ke dua sejak status kami berubah menjadi murid kelas sebelas. Di jam istirahat dimana kelas kosong sementara yang lain pergi bertemu teman atau jajan di kantin. Bekalku hari itu nasi goreng spesial dengan bumbu dari chef ternama di salah satu kota yang tidak lain adalah pamanku.

Kinza menghampiriku tanpa ragu, melihat apa bekalku sambil bertanya, "Bawa bekel apa?"

Jawabanku hanya dengan gerakan singkat yang membuatnya dapat melihat bekalku dengan leluasa.

"Boleh nyobain?"

Setelah aku mengangguk ia duduk di depanku. Mengeluarkan senjata andalannya, sebuah sendok tupperware bulat yang khas berwarna biru. Aku memperhatikannya menyendok dengan hati-hati, melihatnya menatap nasi goreng sesaat sebelum berhasil masuk ke dalam tahap pertama proses pencernaan, mulut.

Dan ekspresinya sama sekali tidak terduga.

"Wah! Wah!" Masih menggenggam sendok ia berdiri, memberikan standing applause sementara mulutnya masih mengunyah. "Gila ini bintang dilangit dah, enak banget!"

Aku terkekeh melihat aksinya.

"Minta lagi,ya?"

Kemudian Kinza kembali menyendok nasi gorengku. Aku seharusnya marah karena nasi gorengku lama-lama berkurang. Tapi demi melihat pipinya yang menggembung lucu seperti tupai kekehanku semakin menjadi.

"Abisin, abisin."

Aku menepuk-nepuk lengannya pelan. Kinza benar-benar  terlihat kesusahan mengunyah. Jelas, sih. Tapi mekipun begitu acungan jempolnya tak kunjung turun juga.

"Siapa nama lo? Mulai sekarang kalau bawa nasi goreng yang double ya, ingat-ingat gue."

Setelah itu, Kinza resmi jadi pelanggan nasi goreng setiaku.

Si pemburu bekal satu itu.[]

K I N Z A ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang