25 ○ Truth or Dare

455 112 21
                                    

02/06/18
Sorry for typo
Tepat lima tahun yang lalu alvin dikenalin sama bighit tjieh tjieh

Kira-kira ada 10 tahap dalam pembuatan lampu yang mengaplikasikan pola nirmala trimata. Pertama membuat pola lampu beserta pola nirmala trimata, kedua memotong pola, ketiga membuat pola nirmala trimata—melipat-lipat dan sebagainya—keempat membentuk lampu sehingga dapat berdiri, kelima mengelem, keenam mewarnai, dan sebagainya.

Adalah Kamis jadwal kerja kelompok SBK dilaksanakan, dan biasanya dilakukan di rumah Alvin. pindah tempat karena satu-satunya rumah yang siap tampung dan kosong di setiap hari Kamis adalah rumah si alien itu.

Aku tidak pernah menghitung sudah berapa minggu kami terus-terusan kerja kelompok, tapi kalau tidak salah saat sudah sampai tahap membuat pola nirmala trimata, Rami mencetuskan ide itu.

"Ayo kita Truth or Dare. Sambil ngerjain sambil main, gitu."

Awalnya aku nggak mau. Bagaimanapun ujungnya pasti akan disambung-sambungkan dengan Kinza, dan itu 100% PASTI. Tapi Rami terus memaksa, dan Alvin serta Kinza juga mengiyakan. Jadilah TOD dimulai.

"Siapa dulu?" Tanya Alvin.

"Pake botol aja deh. Biar adil."

Alvin mengambil botol air mineral kosong dan meletakkannya di tengah-tengah kami sementara Kinza tetap mengcutter pola dan aku melipatinya.

"puter ya, gue puter."

Peluang yang ada itu 1:4, dan yang pertama mendapat TOD malah si pemutar.

"Sial, kok gue?!" Alvin sontak berdiri dan menunjuk-nunjuk botol, tak terima.

"Nasib lo sial. Kurang keberuntungan," ujar Kinza datar.

Rami menarik Alvin agar kembali duduk. "Udah burun! Pilih Truth atau Dare?"

"Karena gue cowok, gue pilih Dare!"

"Yaudah. Dari gue, kalau lo Dare, sebutin nama cewek yang lo naksir sekarang."

Alvin mendelik. "lah, itu bukannya masuk truth?"

Masa bodoh.

"Dari gue, Vin. Perlihatkan isi Line lo. Semuanya," kataku yang langsung disambut standing applause oleh Rami.

"Mampuuus!" Kinza berseru dengan nada mengejek. "Dari gue ma cukup Alvin ngajak cewek nonton aja."

"Sianjing!"

"Heh!"

"Buru, lah, lakuin."

Ada lima menit Alvin mondar-mandir di tempat sambil berkacak pinggang, duduk untuk menghela nafas, kembali berdiri, duduk lagi, seperti itu. well, sejak kerja kelompok di rumah Sultan waktu itu, kami belum pernah membahas kisah cintanya Alvin lagi. Dan ini jelas kesempatan yang bagus.

"Ah, lama lo! Tinggal cerita 'iya, gue lagi suka sama Athalia. Anak depok, adik kelas pas SMP dulu. Lo mau lihat line gue? Boleh. Sekalian gue ngetik ngajak dia nonton.' GITU!"

"Bangsat!" sambil melempar bantal, botol, serta kaus kaki yang dipakai pada Kinza, wajah Alvin memerah. Kalau ini jelas, dia malu. Tapi kepalang ketahuan, jadi ya...

"Hahaha... anjir."

"Demi apa lo naksir sama anak depok? Kurang jauh, bang."

Kinza menyengir dari balik bantal hasil lemparan Alvin yang kini dipeluknya. "Cinta mah apa, sih. Jarak juga dilalui demi cinta ciatt..."

"Diem lo, sat!"

Mengabaikan Alvin yang seperti ingin meledak di tempat, kami semua terbahak. Dia tampaknya ingin mengelak dan menyangkal, tapi kutebak apa yang Kinza katakan itu benar apa adanya. Fakta yang tidak bisa diganggu gugat.

"buru, ceritain!" pinta Rami tak sabaran.

"Beneran naksir Athalia, Vin?" Tanyaku mengulum senyum.

Alvin kembali mengumpat tanpa suara, lantas menunduk dan menjawab dengan malu-malu. "Iyaa..."

"Cieeee..."

"Nah, gitu, dong jadi cowok! Berani!" Kata Kinza sambil menepuk punggung Alvin keras-keras, menyengir.

"Bacot deh, lo! Gara-gara lo, nih!"

"Kok gue? Fitnah, lo! Dari tadi gue diem-diem bae..."

"Halah..."

"Udah woi!" Seru Rami. "Ini si Alvinnya biar cerita, ayo..."

"Eh, darenya satu aja atuh. Jangan tiga... berat... biar kamu saja..." ujar Alvin dengan wajah memelas. Aku tahu dia pasti tersiksa, pusing tujuh keliling menyelesaikan satu dare sementara tersisa dua.

"Yaudah. Tapi cerita," kataku. "Yang lengkap."

Sayangnya, ada pihak yang tidak setuju. Kinza. dia sepertinya senang sekali menyiksa teman sebangkunya itu. "Eh, mana ada, Na? Nggak, ah. Tiga!"

"Emang biadab, lo, Za. Udah, pulang aja sana semua! Nggak terima tamu lagi!" usir Alvin.

Tapi Kinza hanya menyengir.

"Ribet amat sih, cerita doang. Iya, ini darenya jadi satu-satu aja lah. Buru cerita, Ale-ale."

Akhirnya, Rami mengambil keputusan. Dan setelah menghembuskan nafas serta membunyikan jari-jari, Alvin memulai ceritanya. Lengkap dengan pipi merah dan tundukan malu.

Namanya Athalia Tarigan. Sekarang kelas sepuluh di depok, dulu pernah jadi adik kelas tercantik versi Alvin yang bikin laki-laki satu itu jatuh cinta—katanya. Halah.

Alvin bilang, Athalia ini perempuan yang dia suka setelah tidak direstui Mama bersama Cal. sayangnya setelah cinta terhalang marga, kali ini cinta terhalang jarak.

"Tapi bentar, deh. Gue masih nggak nyangka si Ale ternyata suka sama satu cewek. kirain playboy," kataku menengahi cerita Alvin.

"Nah, iya," sahut Rami.

"Kan gue udah bilang, gue mah setia!"

"Eh, tapi lo chattingan sama cewek mulu, kan? apa itu, yang waktu itu keciduk?"

"Itu teh cuman temen, udah berapa kali gue bilang? Nggak percayaan, sih."

"Lo nya emang nggak bisa dipercaya!"

Alvin berdecak. "sebagai orang ganteng, sudah sepatutnya banyak cewek yang ngehat gue."

Sialan.

Rasanya aku ingin menonjok wajah songong Alvin saat itu juga. Kalau saja Kinza dengan sebal tidak menengahi dan menyuruh untuk memutar botol, melanjutkan TOD...

"Gue yang muter, ya," ujar Rami. Tanpa menunggu persetujuan yang lain tangannya sudah cekatan memutar botol.

Satu, dua, tiga... sekian putaran hingga akhirnya berhenti dan membuat nafas yang tadinya tertahan menghembus begitu saja.

Tapi aku agak panik.

Karena moncong botol air mineral itu mengarah pada Kinza...

"Nah, bagus," Rami berseru senang, juga Alvin yang tampaknya ingin membalas dendam.

"Truth or Dare?"

Ada jeda sejenak sebelum Kinza menjawab, "Truth."

"Ceritain soal Adira, selengkap-lengkapnya..."[]





Saran please...

Chapter selanjutnya, pas Kinza cerita mending pakai sudut pandang masnya atau kayak ch ini aja?

K I N Z A ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang