27 ○ Truth or Dare [2]

482 120 30
                                    

24/06/18
Ada yang kangen nggak?
G

"Mi, lo lagi suka sama cowok, ya?"

Rangkaian kata yang Kinza tanyakan berhasil dengan sangat sukses membuat Rami yang sedang menenggak jus jambu tersedak. Tentu saja jawabannya adalah 'iya'. Sementara ia terbatuk-batuk dan hampir memuntahkan minumnya, Alvin tertawa puas sambil bertepuk tangan. Bahagia sekali raut wajahnya melihat temannya tersiksa.

"Ini minum air putih dulu," kataku yang kemudian menepuk-nepuk punggungnya.

Setelah Kinza selesai bercerita-juga menggombaliku lagi di akhir kata-kami kembali memutar botol. Rami target selanjutnya. Awalnya dia terlihat begitu santai dan dengan songongnya berkata "Ayo,sok, apa yang mau ditanyain? Gue siap." Tapi nyatanya pertanyaan yang terlontar sangat-sangat tak terduga.

"Lo beneran lagi suka sama cowok, Mi? Kok nggak ngasih tahu?" Tanyaku setelah ia tenang.

"Ng... nggak," jawabnya canggung sambil menggelengkan kepala. Kentara banget bohongnya.

"Heh, jujur lo tali Rami!"

"Diem deh Ale-ale!"

"Tapi beneran suka?" tanyaku lagi.

Rami menghela nafas lalu mengangkat bahu. Masih saja mencoba mengelak.

"Iya, Na, katanya," ujar Kinza.

Aku mengangguk dan terkekeh.

"Gue tiba-tiba nyesel ngajak main TOD," gumam Rami dengan wajah merah.

"Ya siapa suruh ngajak-ngajak?"

Aku menyahut, "Kan tadi gue udah nolak!"

"Udah... emang penyesalan datangnya selalu di akhir."

"Halah bacot."

Untuk yang satu ini kami bersama-sama berseru pada Kinza. Alvin bahkan melempar penggaris padanya.

"Biar gue tanya, nih. Lo suka nama anak IPA bukan?" tanya Alvin

Rami mengangkat bahu.

"oh, berarti iya."

"Mana ada begitu??" tanyaku bingung.

"Lo suka sama cowok, kan..."

"Lo pikir gue apaan brengsek?! Cowok, lah!" sahut Rami cepat.

"Mulutnya kalau ngomong asal ya, Masnya!" seruku.

"Vin, otak lo benerin dulu napa. Ganti accu gitu, atau suku cadang. Kalau nggak minta di reset ulang ke conter resminya."

"Otak lo juga benerin sana."

"Yaudah apa kita pergi bareng aja?"

"Kuy..."

Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan dua laki-laki ini. kambuh deh, penyakitnya. Kalau nggak segera diberhentikan akan bertambah gawat dan sudah pasti berakhir ricuh. Aku heran deh, otak mereka itu isinya apa, sih?

"...gue ramal lo suka sama anak IPA 4..."

"Nggak!"

"Bener berarti, Vin."

"Eh, iya? Siapa Mi? Parah sih, nggak cerita-cerita sama gue!"

"Nggak anjir, gue nggak suka sama siapa-siapa!"

"BOHONG!"

"Anak motor bukan?"

Kali ini Rami diam saja. Agak ragu untuk menjawab selagi Alvin dan Kinza sudah saling bertos ria.

"Vin, buka grup motor Vin," pinta Kinza yang langsung dilaksanakan oleh Alvin.

"Grup motor apaan?" tanyaku.

Kinza menoleh, mulai menjelaskan. "Jadi di angkatan kita ada grup perkumpulan anak-anak bermotor gede dan vespa. Gue sama Alvin masuk itu grup... eh, ada nggak Vin?"

Yang ditanya hendak menjulurkan gawainya sambil bergumam heboh. "Ini nih, nih, anggotanya coba kita telusuri."

Sayangnya gerakan Alvin terhalang oleh tangan Rami yang berusaha merebut gawai dan membuat semua menjadi ricuh. Kinza sudah berteriak agar Alvin menghindar yang langsung dilaksanakan Alvin; Rami menjerit panik; aku ikut berusaha meraih gawai, menyelamatkan. Jangan tanya bagaimana bringasnya Rami menjambak Alvin dan mendorong-dorong Kinza selagi aku berdiri dan menatap bingung. Suasana kembali kondusif ketika akhirnya aku berhasil merebut gawai dan berlari menjauh. Kinza ikut menghampiriku.

"Lihat anggota grupnya, Na," suruhnya dengan nafas ngos-ngosan. Rasanya seperti habis olahraga saja.

"Heh sialaan... Jangaan!!!" Rami masih menjerit tak terima, ingin menghampiri tapi terhalang Alvin.

"Buruan cari! Buruuu!"

Mengabaikan kedua manusia itu aku dan Kinza sama-sama fokus pada setiap profil line di layar gawai. Jariku tak berhenti menscroll layar sementara jantungku berdetak tak karuan. Bukan, bukan karena aku deg-degan akan siapa cowok yang Rami sukai. Ini... sepertinya...

"Bentar, Na, bentar. Coba keatas dikit lagi. Aku kayak lihat yang dicari, tadi," Kinza beringsut mendekat, mengikis jarak di antara kami dan membuatku menahan nafas; Tangannya terangkat untuk kemudian ikut memegang gawai sehingga bersentuhan dengan milikku; kepalanya menunduk sehingga sejajar dengan wajahku dan ketika tanpa sengaja aku meliriknya, aku...

"Adrian, kan?" Tanyanya dengan suara lantang setelah membuka salah satu profil line.

Aku sontak menatap Rami yang memerah salah tingkah dan Alvin yang menganga. Sedetik kemudian kembali ricuh.

"HAHAHAHAHA TERCIDUK!" Seru Alvin yang kemudian dihadiahi sebuah jambakan.

"Diem lo!" sentak Rami.

"Demi apa bener?" Kinza bertanya setengah tak percaya. "Padahal gue asal nebak!"

"HAHAHAHA..." Tawa Alvin semakin menjadi.

Sementara Rami menyumpah serapah diiringi tawa dan ejekan Alvin dan Kinza, aku menatap layar gawai dimana foto profil laki-laki bernama Adrian terpampang. beruntung sekali wajahnya terlihat sangat jelas sehingga aku bisa mengenalinya.

"Eh ini temennya Sultan, bukan?" Tanyaku yang langsung dibalas anggukan Kinza. aku kembali menatap Rami. "Demi apa, Mi? Serius? beneran?"

Yang ditanya hanya melengos dan mendumalkan sesuatu. Lalu mengalihkan pembicaraan dengan menyuruh untuk melanjutkan TOD. Ah, iya. Aku belum dapat giliran.

Eh?

Aku?

Bisa gawat!

"Truth or Dare, Na?" Tanya Alvin.

Aku berpikir sejenak. "Dare, deh."

"Jadi pacar gue, Na."

Aku melotot, Rami menganga, Alvin spontan mengumpat.

"NGEGAS PARAAH!"

"Mulut lo!!!"

"Na, jangan terhasut Na, makhluk jejadian 4B gitu jangan diladenin," Rami menutup kedua telingaku. "Sialan lo!" seru Rami pada Kinza yang ketawa ngakak padahal sedang dihujani pukulan bertubi-tubi oleh Alvin.

"Nih, lo lihat, kan? yang nggak setia tuh siapa?! Yang aslinya nggak bener tuh siapa?!"seru Alvin.

"4B apaan?"

"Brengsek, bangsat, bego, bajingan..."

"Anjir jahat banget lo, Mi, ke gue..."

"Lo jahatin temen gue!"

"Udah ah kacau berisik mulu. Ini kerkomnya belum kelar malah asik TOD," ujar Alvin menengahi.

Kami semua spontan menatapnya. Tumben ya, Alvian Insantyo ada benernya?

"Ya udah gue pilih Truth aja deh," putusku setelah berhasil mengatur nafas dan menyembunyikan salah tingkah.

Kinza lagi-lagi menyahut cepat. "Truth, iya apa iya jadi pacarnya Kinza?"[]

K I N Z A ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang