"So, ke StarShine?" Christian bertanya pada Rebecca saat mereka berada dalam mobil.
"Tidak. Kurasa lebih baik jika kau mengantarku ke apartemenku. Aku belum membawa tas dan barang-barang lain yang kuperlukan." Dalam hati Rebecca juga berkata bahwa dia belum mandi. Kathleen tadi sudah menawarkan dirinya untuk mandi di rumah mereka, tapi Rebecca menolaknya.
Lagipula, Rebecca tidak membawa perlengkapan mandi dan lain sebagainya. Lebih baik jika dia cepat pulang dan bisa mandi di apartemennya sendiri.
"Okay. Dimana alamatnya?" Rebecca pun mengatakan dimana alamatnya, dan apa nama apartemennya.
Selama beberapa menit mereka hanya berdiam diri, tak ada yang berencana untuk memusnahkan kesunyian itu.
"Becca." Christian memanggil Rebecca.
"Mmm?"
"Minggu depan... Bisa kau luangkan waktumu?" Rebecca bisa merasa jantungnya mulai terasa berdegup kencang.
"Untuk?"
"Ulang tahun Anna yang ke 5. Aku dan Mom sudah sepakat untuk merayakannya di rumahku karena tahun lalu sudah dirayakan di rumah orang tuaku."
"Kau tinggal sendiri?" Rebecca bertanya.
"Iya. Tapi terkadang aku menginap di rumah orang tuaku." Rebecca mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia juga baru saja ingat tentang alamat yang tertera di GPS mobil pria itu, yang bertuliskan "Home 1" dan "Home 2". Bisa diambil kesimpulan bahwa "Home 1" adalah rumah pribadi pria itu.
"Jadi? Apa kau akan datang?"
"Yeah. Tentu saja. Dengan senang hati."
"Good." Christian tersenyum, yang bisa dilihat dengan jelas oleh Rebecca. Baiklah, pria ini benar-benar mirip dengan Anna. Matanya, senyumnya. Bahkan Rebecca sempat terpesona ketika dua lesung pipi keluar dari pipi kanan dan kirinya ketika dia tersenyum.
"Kalau begitu, minggu depan aku akan menjemputmu?"
"Okay."
Christian berusaha mencari topik. Entah kenapa dia merasa sepi ketika mereka tidak berbicara. Padahal, biasanya dirinya akan lebih senang dengan yang namanya keheningan.
Christian memang tidak menyukai suasana yang ramai. Moodnya akan mudah berubah jika sudah berada di tempat yang berisik.
"Kau tinggal sendiri di apartemen?"
"Iya. Orang tuaku tinggal di Los Angeles. Beberapa bulan yang lalu, aku baru saja pindah kesini."
"Los Angeles?"
"Yeah. Terkadang aku rindu kampung halamanku. Tapi entah kapan aku punya waktu untuk mengunjungi orang tuaku."
"Mmm... Kau anak tunggal?"
"Iya. Ah, kadang aku kesepian, you know? Ada saat dimana aku ingin mempunyai saudara perempuan, yang bisa diajak bercanda dan bicara seharian. Bahkan saudara laki-laki pun aku tak masalah, yang bisa aku yakini dia pasti bisa menjagaku dengan baik."
"I know that feeling. Terkadang aku juga merindukan Emily. You know, ibu Anna."
Rebecca hanya menatap Christian dari samping. Bisa terlihat dengan jelas bahwa wajah pria itu menggambarkan kerinduan.
Maklum saja, sudah hampir 5 tahun Christian tak bertemu dengan saudaranya itu.
"Kau harus kuat, Chris." Rebecca menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan Christian, berusaha menguatkan pria itu.
Christian bisa merasakan hatinya menghangat. Entah kapan terakhir kali dia mendapat kehangatan dari seseorang.
Selama ini hidupnya dingin. Dia tak ingin mencintai orang terlalu dalam.
Dia masih bisa mengingat dengan jelas ketika Emily meninggal, dia menjadi pria yang benar-benar hancur. Hubungannya dengan saudara perempuannya itu memang sangat dekat.
Tapi dia tak bisa menolak untuk mencintai Anna ketika melihatnya untuk yang pertama kalinya. Wajah Emily ada dalam diri Anna. Oleh karena itu, Christian berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga Anna dengan sepenuh hati.
Dia sudah kehilangan orang yang sangat dicintainya, dan dia tak akan mengijinkan untuk yang kedua kalinya kehilangan orang yang sangat dia cintai.
"Thanks, Becca." Christian tersenyum. Rebecca yang kesadarannya sudah kembali, menarik kembali tangannya, merasa malu.
Beberapa menit kemudian, mereka tiba di apartemen Rebecca.
"Just stop here, Chris. Aku bisa berjalan dari sini."
"Apa? Apa kau yakin?"
"Iya. Jika mobilmu masuk, kau harus membayar."
"No, it's okay." Christian melajukan mobilnya, tetap masuk ke dalam tempat parkir hanya untuk sekadar mendrop Rebecca di lobby.
"Kau keras kepala." Rebecca menggeleng-gelengkan kepalanya.
'Masih rela saja pria ini membuang-buang uangnya untukku?' Pikir Rebecca.
"Nope. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar."
"Fine." Rebecca memutar bola matanya.
Rebecca memang bisa merasakan dinginnya seorang Christian. Tapi dia bisa melihat kebaikan dan kehangatan pria itu. Mungkin saja pria itu pernah merasa terlukai hingga membuatnya seperti sekarang.
Rebecca tak menyadari bahwa mobil Christian sudah berhenti tepat di depan lobby.
'Oh, God. Sudah berapa lama aku melihati wajahnya?'
"I'm... I'm sorry. Aku akan..." Rebecca tergagap, dirinya segera melepas sabuk pengaman dan akan turun dari mobil, tapi dicegah oleh suara Christian.
"Sempat terpesona olehku, Becca?" Rebecca menatap mata biru pria itu selama beberapa saat.
"Shut up." Rebecca melihat ke arah lain, lalu turun dari mobil.
Sebelum masuk ke dalam gedung apartemen, Rebecca melambaikan tangannya ke arah Christian, yang ditanggapi dengan anggukan dan senyuman maut pria itu.
🐻 Next update: Selasa 🐻
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Miss. Lawrence Stole My Heart (COMPLETED)
RomanceChristian Spencer adalah pria berhati dingin yang dikenal dengan wajah tampan dan mengintimidasi, yang mampu membuat semua wanita bertekuk lutut. Belum lagi ditambah dengan kesuksesannya menjadi seorang CEO. Lalu, apa yang terjadi jika sosok dingin...