25- Rasa Apa Ini?

3.2K 244 17
                                    

Ada yang tak ku mengerti mengenai kamu.
Sebenarnya perasaan apa ini?
***

Azka tidak menyangka bahwa mencintai seorang Maura akan begitu menyakitkan, terlebih ketika harus melihat pujaan hatinya memamerkan kemesraan dengan Wisnu.

Seperti halnya pagi ini. Sepasang muda mudi itu sudah duduk berduaan di bawah pohon rindang di pinggir lapangan. Hal tersebut membuat Azka yang baru memasuki koridor ingin berbalik pulang.

Mengembuskan napas kasar, Azka melanjutka langkahnya memasuki kelas. Setelah menyimpan tas sembarang, ia keluar ruangan, menyandarkan punggung pada tiang penyangga. Tatapannya tertuju pada sosok yang membuat hatinya panas.

"Ka, anter gue ke perpus, yuk!" Bian berhenti di dekatnya. Berhubung tak mendapat respon, ia mengikuti arah pandang sahabatnya.

Kernyitan di dahi Bian muncul mengetahui siapa yang sedang diperhatikan Azka. Awalnya ia merasa heran apalagi saat mendapati tatapan kesal cowok itu disertai keduanya tangannya yang mengepal.

Sempat terdiam, Bian kemudian menggeleng cepat ketika sebuah pemikiran terlintas di benaknya. Membuang rasa ragu, ia merangkul bahu Azka membuat sang pemilik tubuh berjangkit.

"Lo ..." Azka menghela napas berat sebelum berucap, "bikin kaget aja."

Tentu saja ekspresi cowok itu tak luput dari perhatiannya. Raut sahabatnya berubah normal dalam sekejap.

"Anterin gue perpus bentar," pinta Bian menarik tubuhnya tanpa mengizinkan sosok di sebelahnya menjawab.

"Males! Gue-"

"Bentar aja, daripada ngelamun nggak jelas kayak tadi." Bian memotong perkataannya hingga Azka mendengkus.

"Ya udah, tapi lepas dulu. Sesek, nih, gue!" Azka menunjuk tangan Bian yang entah sejak kapan sudah melingkari leher, membuatnya tercekik.

"Nurut dulu, baru gue lepas," tawar Bian mempertahankan posisinya.

Berhubung suasana hatinya sedang buruk dan tidak ingin mood-nya bertambah hancur, Azka menyerah lalu memberikan anggukan. Barulah Bian membebaskannya.

"Anjir! Percobaan pembunuhan!" teriaknya dengan wajah memerah.

Bian terkekeh. Namun, perhatiannya tak luput dari Azka yang berjalan di sebelahnya dengan sesekali menoleh ke arah lapangan. Beberapa kali dapat ia lihat sahabatnya mendesah berat.
***

Maura datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Bukan sebab belum mengerjakan tugas atau kebagian jadwal piket, melainkan bermaksud menjalankan rencananya, yaitu memanas-manasi sepasang sahabat yang tidak terpisahkan.

Beruntung Wisnu mau-mau menjemputnya. Alasan berkonsultasi kepada mantan juara lari 400 meter putra, mereka berakhir duduk berduaan di sisi lapangan, sembari menikmati sejuknya suasana pagi.

"Kamu cuma perlu banyak latihan aja, Ra."

Maura mengangguk berpura-pura paham. Sesekali tatapannya tertuju ke arah koridor, menunggu kedatangan Nathan dan Naina yang belum tampak keberadaannya. Namun, siapa sangka yang didapati malah kemunculan teman sekelasnya.

Maura berdecak kecil melihat penampilan urakan cowok itu. Seragamnya yang agak kusut tidak dimasukkan ke dalam celana, tapi satu hal yang tak pernah ketinggalan, dasinya selalu terpasang walau tidak rapi. Sepertinya Azka mengenakannya hanya sebagai aksesoris.

Ah ya, sepatu warna apa yang cowok itu pakai hari ini? Maura jadi penasaran. Ia tak dapat melihatnya karena kaki Azka terhalang oleh tembok pembatas antara koridor dan lapangan.

(Not) With You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang