33- Bersama Azka

3.4K 239 19
                                    

Aku hanya perlu belajar merelakan, maka semua akan terlihat baik-baik saja. Meski sebenarnya hatiku tidak.
***

Maura hampir saja berteriak mendapati Azka muncul di pintu kelas. Tentunya masih dengan perban yang menutupi luka di dahinya. Cowok itu datang dengan senyuman yang terpatri di wajahnya, bahkan sempat menyapanya.

Ketika bel istirahat berbunyi, Azka juga ikut ke kantin setelah meninggalkan rutinitasnya dua pekan terakhir.

"Mau gue bantuin?" tawar Maura saat melihat Azka meringis berkali-kali, kesulitan menyuapkan nasi ke mulutnya.

Ketiga orang di dekatnya refleks menoleh. Maura yang ditatap sedemikian rupa mengernyit.

"Lo mau bantu suapin Azka maksudnya?" Bian bertanya dengan nada tak percaya.

"Kenapa emang?" tanya Maura polos, berbeda dengan Azka yang hampir tersedak mendengarnya.

"Kayak orang pacaran!" celetuk Kiana dan Risa berbarengan. Mereka lalu terkekeh. Merasa tidak nyaman dengan pembicaraan mereka, Azka akhirnya bersuara, "Nggak usah! Gue bisa makan sendiri."

"Ya udah." Maura akhirnya kembali melanjutkan makannya, padahal ia hanya merasa kasihan melihat Azka. "Oh iya, masalah lo udah selesai?" Cewek itu kembali bertanya.

Azka sempat terdiam sebelum mengangguk dan bergumam, "Gue udah mutusin buat lupain dia."

"Bagus deh kalau gitu." Maura tersenyum lega. Ia harap Azka akan mendapat pengganti yang lebih baik. Berbeda dengan sosok di sampingnya yang merasakan kecewa dengan ucapan Maura.

"Iya bagus, dengan begitu Azka nggak bakal ngelakuin hal nekat kayak kemarin. Cewek itu kayaknya cukup berbahaya buat perasaan sahabat gue," timpal Bian yang langsung mendapat delikan.

Azka mendesah berat. Keputusannya memang sudah benar. Lihat saja Maura sekarang, tampak bahagia dengan hidupnya. Lain lagi kalau tahu siapa perempuan yang ia sukai, pasti sikapnya akan berubah pada Azka.
***

Selesai dari kantin, Azka dan Bian kembali ke kelas lebih dulu karena Maura dan kedua sahabatnya hendak pergi ke koperasi. Biasanya mereka akan berkeliaran dahulu, tapi kondisi Azka sedang tidak memungkinkan.

"Lo yakin sama keputusan lo?" tanya Bian saat mereka baru mendudukan diri di kursi masing-masing.

Anggukan Azka berikan. "Nggak ada harapan lagi."

Bian menjadi iba melihat ekspresi wajah sahabatnya. Namun, ia tidak bisa melakukan apapun selain memberikan nasihat mengingat Maura sudah memiliki hubungan dengan Gavin.

"Gue yakin cepat atau lambat, lo bisa lepasin dia. Semua hanya masalah waktu." Sebuah tepukan Bian berikan.

Azka hanya bergumam pelan lalu mengambil tas dari laci dan menyimpan ke atas meja, menjadikannya bantal. Akhir-akhir ini ia merasa mudah lelah dan butuh istirahat banyak. Bian sendiri memutuskan untuk bermain ponsel, menjelajahi media sosial.

Saat hendak terlelap, Azka merasakan benda di saku seragamnya bergetar. Dengan enggan ia mengambilnya lalu membuka chat yang masuk. Helaan napas keluar dari bibirnya. Azka kembali memasukan handphone-nya. Baginya tak ada yang lebih menenangkan perasaannya kecuali tidur.
***

"Gavin minta gue anterin lo, katanya lo mau ke mall nyari hadiah buat Risa."

Maura yang tengah memasukan bukunya mendongak. Azka sudah berdiri dengan tas yang bertengger di bahu. Setelah mendapat pesan dari Gavin tadi, ia sebenarnya ingin menolak, tapi ada keinginan untuk menikmati waktu berdua dengan Maura sebelumya akhirnya Azka harus benar-benar melepas cewek itu.

(Not) With You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang