31- Egois?

3K 238 13
                                    

Kita ibarat dua garis lurus yang bersisian. Dekat memang, tapi tak pernah bisa saling bersinggungan.
***

Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, tapi yang ditunggu belum pulang juga. Semenjak kejadian istirahat tadi, Dinda tidak bisa dihubungi. Tentu Maura tahu bahwa penyebabnya adalah dirinya. Ia menyesal, seharusnya tadi menghampiri sang kakak untuk menjelaskan semuanya.

Deru kendaraan membuatnya langsung membuka pintu rumah. Benar saja, di sana sang kakak tengah berbincang dengan Reno. Cowok itu sempat melirik ke arahnya dan melemparkan senyuman sekilas. Dengan ragu Maura membalasnya. Melihat respon Reno membuatnya yakin bahwa kakak kelasnya itu sudah mengetahui siapa ia sebenarnya.

"Kak Dinda."

Dinda menghentikan langkah, meliriknya dengan senyum yang terkesan dipaksakan.

"Kakak capek. Kita bicara nanti aja, ya?" Tanpa menunggu responnya, Dinda berlalu.

Maura mengembuskan napas berat kemudian berjalan menuju kamarnya untuk mengistirahatkan pikiran. Namun, hingga sore tiba, Dinda terlihat berbeda, lebih banyak diam. Akhirnya Maura memberanikan diri berbicara.

"Kak, maaf."

Dinda yang hendak menyuapkan nasi ke mulutnya terhenti. "Maaf buat apa?"

"Buat kejadian tadi. Aku ... nggak tau kalau kak Gavin bakal bilang kayak gitu."

Cewek di seberangnya menggeleng. "Nggak usah dipikirin. Lagian kita nggak ada hubungan apa-apa."

"Tapi bukannya kakak suka sama kak Gavin?"

Pertanyaan itu membuat Dinda berusaha tersenyum. "Itu dulu. Lagian tadi kakak cuma lagi nyelesain masalah. Sekarang semuanya udah clear."

Ya, anggap saja seperti itu. Karena berkat kehadiran kamu, sekarang kakak tahu kalau Gavin udah nggak gak ada perasaan sama kakak. Dan kakak bisa apa? Tambah Dinda membatin.

Terkadang lebih sakit mencintai seseorang yang mencintai orang adiknya sendiri. "Jadi, kalian udah jadian?"

Maura menggelengkan kepala. "Aku tadi telalu kaget dan belum sempet ngasih jawaban."

Tentu Dinda tahu bahwa dirinya menjadi salah satu penyebab Maura ragu. "Kamu ... suka sama Gavin?"

Maura mengernyitkan dahi. "Aku nggak tau. Selama ini aku udah nganggap Kak Gavin seperti kakak sendiri."

Dinda kemudian teringat dengan seseorang yang selama ini terlihat dekat dengan adiknya. "Kalau cowok lain, ada yang lagi kamu suka?"

Sang adik terlihat bingung lalu gelengan kembali ia berikan. Dinda meneguk air di tangannya dan kembali menatap Maura. "Mou, kalau kamu ngerasa nggak enak sama kakak, maka berhenti merasa seperti itu karena ... kakak udah udah punya pacar."

"Siapa?" tanya Maura refleks.

"Reno."

Mata Maura membeliak. "Kak Dinda nggak lagi berusaha agar aku nggak merasa bersalah, kan?"

Dinda tertawa kemudian menumpukkan kedua tangannya menatap Maura. "Apa kakak keliatan lagi berbohong?"

Entah Maura yang tidak bisa melihat luka di mata sang kakak atau Dinda yang terlalu mahir menyembunyikan lukanya karena Maura tidak menemukan apapun di sana.

"Mou, lebih baik pikirin dulu. Kakak nggak mau kamu ngambil keputusan cuma karena ngerasa nggak enak sama Gavin," ujar Dinda tanpa berniat agar adiknya menolak cowok itu. "Kakak rasa, kamu perlu memikirkan semuanya dengan hati-hati. Mungkin aja ... ada sosok lain yang lebih bisa bikin kamu bahagia."

(Not) With You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang