Ah, tumben sekali.
Ku lihat cafe yang biasanya sepi, malam ini begitu ramai dikunjungi para pembeli.
Bahkan kelihatannya sudah tidak ada tempat lagi untuk orang yang hanya menumpang wifi sepertiku. Miris memang.Aku baru ingat! Pantas saja malam ini begitu ramai.
Ini malam minggu.
Miris.
Ku langkahkan kaki untuk masuk ke dalam, dan Bingo! Ada satu tempat kosong di ujung ruangan. Ku percepat langkahku agar target tidak direbut lawan.
Tapi terlambat.
Langkahku kurang cepat akibat beberapa manusia laknat yang menghalangi jalan ku.
Disana ku lihat ada lelaki yang mewarnai rambutnya dengan warna silver atau putih? Ah entahlah yang jelas ia terlihat seperti seorang kakek tua yang sangat rutin menjalani botox, sehingga kerutan-kerutan di wajahnya tidak terlihat.
Ku hampiri lelaki yang sekarang sibuk dengan handphone nya itu. Dan tentu saja aku optimis untuk meminta sedikit ruang padanya, karena ku lihat ia duduk sendirian sedari tadi.
"Permisi, a-"
"Americano, please."
Hey? Apa dia baru saja mengira kalau aku adalah pelayan disini?
Rasanya ingin ku congkel matanya itu agar bisa menatap seseorang yang sedang bicara dengan benar.
"Maaf tap-"
"Ah apa sudah habis? Kalau begitu aku pesan Vanilla Latte saja." ucapnya lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar itu.
Sungguh, aku butuh linggis atau tang sekarang.
Benar-benar akan ku congkel kedua matanya itu.
"Yak! Bisakah kau matikan sebentar benda di tanganmu itu?!" ucapku sedikit membentak karena sudah tak tahan dengan lelaki ini.
"Tak usah mengaturku, lakukan saja tugasmu atau gaji mu akan dipotong karena sudah bertindak tidak sopan padaku." jawabnya santai dan tetap tidak mengalihkan pandangannya.
Karena kesal ku rebut handphone itu dari genggamannya.
Dan rupanya berhasil, lelaki itu menatap wajahku sekarang.
"Apa yang ka-"
"Pertama, perhatikan orang yang sedang mengajakmu bicara. Kedua, pakai mata dan telingamu dengan benar. Ketiga, aku bukan pelayan disini." potongku emosi lalu mengembalikan 'barang berharga' nya itu padanya.
Lelaki itu sekarang malah menatapku dari atas sampai bawah.
"Apa?" tanyaku masih dengan nada yang kesal.
"Loh! (y/n)?" ia menunjukku sambil memasang wajah kaget.
Begitu juga aku.
Siapa lelaki ini?
"Maaf? Apa kau mengenalku?"
"Maaf tuan Min, tadi sedang ada masalah di dapur. Apa ada yang bisa saya bantu?" seorang pelayan berdiri di sebelahku sambil berusaha mengatur nafasnya. Sungguh pelayan yang malang.
Tapi bukan itu yang menarik perhatianku.
Tuan Min?
"Masalah apa?" wajahnya nampak serius saat bertanya.
"Ah, hanya masalah bahan racikan. Tapi sekarang sudah selesai tuan. Maaf membuat anda khawatir" ucap si pelayan lalu membungkukan badannya.
"Baiklah. Aku pesan americano dan cheese cake"