Satu minggu menjadi hari paling lama di kehidupan mereka. Detik menuju menit berganti jam terasa lambat berputar. Rindu membuncah.
Hampir setiap hari Randi menelepon Nessa. Sekadar menanyakan kabar atau menanyakan sesuatu yang Nessa butuhkan.
Di malam pernikahan detak jantung Nessa berdebar kencang hingga sulit untuk tidur. Seisi rumah sibuk, banyak tamu dan saudara yang datang. Nessa berdiam diri di kamar ditemani Minda dan sepupu.
Minda memutuskan untuk menginap membantu Nessa untuk mengenakan kebaya pernikahan pada esok hari. Minda ingin menjadi bagian penting dalam fase baru kehidupan sahabatnya.
Sebuah pesan masuk. Nessa melihat dan tersenyum saat membacanya.
Kak Randi.
[Dek' sedang apa? Bagaimana kabar kamu? Kakak nggak sabar menunggu esok.][Lagi ngobrol di kamar sama Mimin dan yang lainnya. Iya, Adek juga😶]
[Kakak sayang kamu, Dek'. Jangan pernah tinggalin kakak.]
[Iya ka, adek juga. Sampai ketemu besok calon suamiku.]
[Kakak seneng dengernya. Selamat istirahat calon istriku.]
Nessa masih tak percaya bahwa esok akan menikah dengan kakak kelasnya itu. Rasanya waktu cepat berlalu. Ia tak sabar menanti hari penyatuan cintanya.
Nessa memejamkan mata. Melepas lelah agar besok kebugaran tubuhnya kembali.
Nessa bangun sebelum shalat subuh. Setelah membersihkan diri, ia mengambil air wudhu. Shalat dan berdoa untuk kelancaran hari ini.
Bunda membawakan Nessa sarapan yang hanya dimakan sedikit. Entah mengapa perasaan gugup mengalahkan rasa lapar. Ia mengambil cokelat. Perasaannya jauh lebih baik.
Nessa memandang kebaya panjang berwarna putih dengan jilbab warna senada yang sesaat lagi akan dipakai. Desir bahagia dirasakannya.
Make Up Wedding sudah datang membawa dua asisten untuk membantu. Diletakkannya satu kotak berukuran besar yang berisi perlengkapan make-up.
Nessa duduk di kursi. Sang make-up wedding mulai merias. Dua asisten lain membantu bunda serta keluarga lain untuk berdandan cantik hari ini.
Dua jam berlalu. Keluarga sudah berkumpul di depan rumah untuk menunggu sang pengantin.
Semua mata tertuju pada sang gadis yang baru saja keluar dari rumah. Nessa sangat cantik dengan riasan yang menambah pesonanya.
Ayah dan bunda yang melihat putri kecilnya tak kuasa menahan haru. Air mata keluar dari sudut mata. Mereka menghapusnya karna tak ingin merusak suasana yang indah. Alfan sudah akan mencubit hidung Nessa. Andai Satya tidak mencegahnya.
"Aa jangan! Make-up adek luntur nanti." Nessa memanyunkan bibir.
"Maaf ... Abis Adek cantik banget." kata Alfan.
"Dek', makasih, ya, sepatunya. Padahal abang nggak serius loh." lanjut Alfan sambil menaik turunkan alisnya.
Nessa mengangguk. Kakaknya memang waktu itu hanya menggoda. Namun, Randi berinisiatif untuk membelikan sepatu sport Adidas untuk kedua kakaknya.
Jarak yang tidak cukup jauh menjadikan perjalanan dari rumah ke gedung hanya sebentar. Hanya sekitar lima belas menit. Semua keluarga sudah sampai.
Sahabat Nessa sudah berada di tempat acara. Begitupun keluarga Randi sudah menunggu di dalam aula.
Suasana menjadi sunyi ketika Nessa memasuki ruangan resepsi. Decak kekaguman dan pujian terlontar saat Nessa secara anggun berjalan menuju meja akad.
Randi membulatkan mata. Terpesona pada wanita calon istrinya. Rasa gugup sementara sirna saat melihat Nessa bak bidadari. Pandangan mereka bersirobok. Nessa tersipu malu.
Nessa merasakan detak jantungnya tak beraturan. Terlalu cepat. Ia meremas kedua jemari.
Randi menarik kursi yang berada tepat disampingnya. Ia mempersilakan Nessa untuk duduk. "Duduklah, tetaplah disampingku, Dek'." suara Randi terdengar sangat pelan.
Nessa mengangguk mengiyakan.
Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-qur'an. Selanjutnya kedua belah pihak keluarga menyampaikan sambutan.
Tausiah pernikahan yang dibawakan oleh Ustadz menjadi nasehat untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Nessa dan Randi terlihat serius mendengarkan. Sesekali melirik dan tertawa pelan ketika diselipkan humor didalamnya.
Acara inti akan dimulai. Minda membalut kepala mempelai dengan satu kain bordir berwarna putih berbentuk persegi panjang. Pak penghulu memeriksa kembali detail dokumen.
Ayah yang akan menikahkan langsung anak gadisnya. Ia duduk disamping pak Penghulu.
Randi menjabat tangan Ayah.
"Tunggu." teriak seorang wanita.
Semua keluarga menoleh pada wanita yang memakai dress bunga tersebut. Randi membelalakan mata. Rahangnya mengeras. Tatapannya tajam ke wanita tersebut. "Pernikahan ini tak bisa dilanjutkan. Randi menghamiliku." Wanita itu mengusap perutnya.
Randi bangkit dari kursinya "Bohong!" Ia menepis tangan wanita itu.
¤¤¤
Yang mana ya kira-kira yang bener?
Jadi nikah atau nggak.
Ikuti part selanjutnya ya..Jangan lupa vote readers..
KAMU SEDANG MEMBACA
Denessa (END) ✔
General FictionCinta pertama seharusnya menjadi cinta yang paling indah. Denessa Qonita Almaira gadis manis merasakan bagaimana ia begitu bahagia mendapatkan Randi, kakak alumni sekolahnya. Hubungan mereka berjalan bahagia. Sampai pada keputusan untuk melanjutkan...