Nessa membuka pesan yang dikirimkan Karin. Ia menggulir text itu sampai atas. Ternyata wanita itu sudah mengirimkan pesan padanya sejak seminggu lalu. Pantas saja Randi memintanya untuk menonaktifkan ponsel. Lagi-lagi Nessa merasa ditipu lelaki itu.
Dalam pesan Karin memberitahukan hubungan gelapnya dengan mantan tunangannya itu. Hati Nessa begitu sakit saat sebuah gambar menampakan dengan jelas Randi tidur di samping Karin dengan selimut yang tidak menutupi tubuh bagian atas.
Nessa melemparkan benda pipih itu ke sembarang arah berteriak kencang meluapkan emosi di dada.
Keluarga yang sedang berkumpul di ruang tamu. Berlari mendengar teriakan Nessa.
"Kenapa, Dek?" tanya Bunda khawatir memeluk putrinya yang menangis terisak.
Nessa tidak mampu menjawab. Lidahnya kelu hatinya terlalu sakit.
Alfan mengepal. "Akan kuhajar si Brengsek itu!"
Kakak kedua Nessa itu sudah beranjak keluar kamar kala Satya dan Ayah menahannya. Mereka pun murka pada Randi. Tetapi menghajar lelaki itu malah akan memperkeruh suasana.
Bunda membiarkan Nessa menangis dipelukkannya. Wanita itu sakit sama seperti putri kesayangannya. Namun, untuk saat ini ia harus jadi benteng pertahanan. Agar Nessa mampu berdiri dari keterpurukkannya.
Tangisan itu mulai mereda. Namun, sakitnya masih sangat terasa. Lima tahun hubungan kasih terjalin. Lalu dalam sekejap hancur tidak tersisa. Meninggalkan luka menganga.
Tidak ingatkan Randi saat melakukan pengkhianatan itu?
Tidak takut dosa kah dia?Nessa mencengkeram dadanya. Sakit.
***
Seminggu berlalu. Nessa masih sama meratapi nelangsanya. Gadis itu bahkan tidak makan lebih dari dua suapan. Itupun sangat dipaksakan.
Segala upaya keluarga mencoba untuk memberi semangat. Sia-sia. Nessa sekarang berada dalam dunianya sendiri.
Nessa sedang meringkuk di ranjang. Saat mendengar kegaduhan dari luar.
Suara seseorang memanggil dirinya. Suara yang sangat ia kenali. Randi."Dek' keluarlah," teriak Randi.
Ayah, Satya dan Alfan sudah menghalanginya untuk bertemu. Kedua kakak Nessa itu mendorong Randi hingga keluar pagar.
Meski dihalangi Randi tetap saja berusaha untuk maju. Hingga terjadi keributan. Alfan yang sudah emosi memukul tepat di wajah. Darah segar mengucur.
"Lu mau pukul gue. Pukul, Fan. Tapi biarin gue ketemu, Nessa."
"Bangsat, lu." Satu pukulan meleset. Satya mencegahnya.
"Ran, pulang sekarang," teriak Satya. Ia berdiri didepan Alfan. Mencegah adiknya untuk bertindak anarkis.
"Randi mohon, Bang. Biarkan Randi bertemu dengan Nessa. Sekali aja. Randi mohon." Randi bertekuk memohon.
"Nggak. Lu pergi sekarang!"
"Dek' keluar, Dek. Kakak mau ngomong." Randi berteriak kembali karena merasa usahanya sia-sia.
Seminggu ini ia bagai orang gila. Ia coba menghubungi Nessa. Tetapi pesannya tidak bisa terkirim. Setiap kali mencoba menghubungi selalu berakhir di kotak suara. Ia tahu kesalahan nya sangat fatal. Randi ingin menjelaskan dan meyakinkan Nessa bahwa ia bisa memperbaiki semuanya.
Randi terjerembab saat Satya mendorongnya. Ia berusaha bangun. Tepat saat itu ia melihat gadis yang ia rindukan. Berdiri di teras rumah.
"Dek,"
Satya dan Alfan memegang tangan Randi. Menghalangi untuk mendekat ke arah adiknya.
"Bang." Nessa menggeleng. Memberi isyarat untuk melepaskan Randi.
Randi tersenyum. Ia pikir Nessa akan memberinya kesempatan.
Kedua lelaki bersaudara itu melepaskan cengkraman. Namun, masih berdiri di sisi Randi.
Nessa berjalan perlahan mendekati Randi. Berhenti sepuluh langkah dari pria itu. Randi. Pria yang selalu ia rindukan kehadirannya. Kini justru ia benci. Entah mengapa hati Nessa teriris melihat penampilan Randi malam ini. Jika biasanya Randi sangat rapi dalam berpakaian. Malam ini penampilan pria berkacamata itu sangat berantakan. Nessa menutup mata, mengetatkan rahangnya, genggaman tangannya begitu erat. Ia harus kuat.
"Dek', kakak bisa jelaskan."
Nessa membuka mata, tatapannya datar tapi menusuk. "Apa yang mau kamu jelaskan? Hah!"
"Karin yang menggoda, kakak. Kak---"
"Lalu kakak tergoda, kan?!"
"Dek', bukan seperti itu." Randi putus asa.
"Kakak bukan anak kecil. Kakak cukup dewasa untuk menentukan mana yang baik mana yang buruk! Dan kalian berdua sama!"
Air mata jatuh tanpa bisa dibendung pemiliknya. Hati Nessa hancur berkeping-keping. Kepingan yang tidak mungkin utuh lagi.
"Dek', kakak tidak punya rasa pada wanita itu. Cuma kamu yang kakak sayang."
Bukan terenyuh Nessa justru semakin meradang mendengarnya. Ia berjalan mendekati Randi. Ia mencengkeram kemeja Randi.
"Sayang?! Kakak masih bisa mengatakan itu. Di mana sayang kakak? Saat melakukan itu. Di mana rasa kakak saat bermesraan dengan dia! Hah! Di mana!" Nessa menggoyang-goyangkan dada Randi meluapkan emosi yang seminggu ini ditahan.
Randi tidak mampu menjawab. Diam dengan mulut terbuka.
Nessa jatuh terisak, "di mana, Kak?" lirih Nessa. "Tidak cukupkan lima tahun kebersamaan kita untuk membuatmu setia."
Randi menjatuhkan tubuhnya. Rasa bersalah merayap melihat penderitaan yang ia berikan pada kekasih hatinya.
"Maafkan, Kakak. Apa yang harus kakak lakukan untuk mendapatkan maaf mu?" Randi mengutuk dirinya sendiri. Wanita yang paling dicintainya ini hancur karena kebodohannya. Namun, ia masih berharap Nessa memberikan satu kesempatan.
Nessa terdiam. Ia lelah. Lelah dengan masalah ini. Gadis itu bangkit. Menghapus dengan kasar air mata yang masih menetes. Ia harus mengakhiri semuanya.
"Nikahi wanita itu. Dan jangan pernah ganggu aku lagi."
"Dek'," panggil Randi lemah melihat Nessa yang menjauh pergi.
Tidak berapa lama. Orang suruhan keluarga Randi datang membawa pria itu tanpa ada perlawanan.
∆∆∆∆∆∆
KAMU SEDANG MEMBACA
Denessa (END) ✔
General FictionCinta pertama seharusnya menjadi cinta yang paling indah. Denessa Qonita Almaira gadis manis merasakan bagaimana ia begitu bahagia mendapatkan Randi, kakak alumni sekolahnya. Hubungan mereka berjalan bahagia. Sampai pada keputusan untuk melanjutkan...