Nessa membuang diri ke ranjang. Air mata tak henti bercucuran. Ia pikir setelah melepas emosinya. Sakit bisa berkurang tapi tidak. Nessa menggeram di balik bantal.
"Sudah. Apa yang Adek lakukan ini benar. Adek kuat." Bunda membelai punggung Nessa.
Rasa lelah karena menangis semalaman membuat Nessa tidur sampai siang.
Bunda membawa sarapan menyuruh Nessa untuk mandi terlebih dahulu. Nessa mengangguk. Beranjak bangun melangkah ke kamar mandi.
Selesai membersihkan tubuh. Memakai pakaian yang Bunda siapkan. Nessa duduk dengan pandangan kosong. Makanan yang Bunda bawa benar-benar tak membuatnya selera.
Gadis rapuh itu melihat ke pojok meja. Boneka beruang berwarna coklat dengan tulisan 'I Love You'. Gejolak emosi kembali menguasai dirinya.
Boneka itu ... tulisan itu ...
Pedusta!! Pengkhianat!!Nessa meraih cepat boneka bear. Ia berdiri melihat sekeliling. Lima tahun menjalani hubungan dengan Randi. Pria itu selalu memberikan hadiah. Segala macam barang. Tidak hanya ketika Nessa ulang tahun. Setiap kesempatan Randi pasti memberikan sesuatu.
Nessa mengambil setiap hadiah yang Randi berikan. Beberapa boneka aneka karakter dan ukuran, jam tangan, bantal kecil, baju, tas. Tak cukup dalam satu pelukan tangan.
Nessa berlari membawa barang-barang itu keluar dari kamar.
"Dek', mau kemana?" tanya Bunda mengikuti.
Nessa tak menjawab. Ia terus berlari ke luar rumah. Membuka pagar. Membuang barang-barang itu ke tempat sampah.
Ia berlari lagi masuk ke kamar. Mengambil sisa barang yang tadi tak muat dibawa. Nessa membuka laci meja belajar menemukan tiga tumpuk diary. Buku yang menjadi tempat pelepasan pikiran. Banyak kenangan dengan Randi di sana. Dadanya bergemuruh hebat. Menguatkan diri membuang setiap kenangan yang tertuang dalam goresan tinta.
Nessa ke dapur mencari korek api. Menemukan beberapa pasang sepatu dan sandal yang juga pemberian dari Randi. Ia membawanya serta. Dilemparnya benda-benda ke tempat pembuangan.
Bunda terus mengikuti. Wanita itu diam membiarkan putrinya membuang semuanya. Jika memang hal itu bisa menenangkan hati putri kecilnya.
Tangannya gemetar saat menyalakan pematik. Bunda sampai harus menggengam tangan Nessa, mengusap pundak memberi kekuatan.
Korek menyala. Nessa mendekatkan api pada sebuah boneka. Perlahan api itu membesar merembet pada benda yang lain.
Air mata Nessa luruh bersamaan hangusnya setiap benda itu.
Bunda memapah gadisnya yang tersedu. Tidak sadar seseorang mengamatinya dari jauh dari sebuah mobil. Randi.
Lelaki itu memukul-mukul setir. Menggeram.
"Dek', maafkan Kakak," ucapnya diiringi derai air mata.
***
Semenjak malam itu Randi tidak pernah lagi mengganggu. Lelaki itu menepati janji untuk tidak menemui dirinya lagi. Nessa mengganti nomor ponsel. Menutup segala akses komunikasi dengan mantan tunangannya itu.
Nessa meyakinkan diri bahwa ada hikmah dibalik kejadian ini. Semua sudah jalan takdirnya. Tidak mudah ia tahu. Hanya berharap perlahan lukanya sembuh seiring berjalannya waktu.
Aku harus kuat.
***
Pagi ini semua telah bersiap. Denessa Qonita Almaira akan wisuda. Perayaan kelulusan atas usahanya selama empat tahun.
Nessa berdiri di depan cermin Menatap dirinya dalam balutan kebaya modern. Bayang-bayang Randi kembali hadir. Entah kenapa seberapa kuat ia berusaha untuk melupakan. Kilasan kebersamaan mereka selalu hadir. Dan ia benci kenangan itu. Ia benci mengingat Randi.
Mengapa tak kau bawa semua kenangan ini bersamamu?
Nessa menengadahkan kepala. Ia tak ingin menangis hari ini.
Satya masuk ia menghela napas melihat adiknya.
"Jangan lagi tangisi orang yang sudah menyakitimu. Tak ada gunanya."
Nessa memejamkan mata. Ia mendengar jelas ucapan yang ditujukan kepadanya.
"Jangan hanya karena satu orang yang melukai hingga melupakan banyaknya orang yang mencintai dan peduli." Satya berdiri di belakang Nessa memegang pundaknya.
Nessa membuka mata menemukan mata Satya yang penuh harap padanya. Ia diam lalu tersenyum mengangguk.
Kedua kakak beradik itu keluar dari kamar. Ayah, bunda dan Alfan sudah menunggu.
Nessa turun dari mobil. Area parkir sudah penuh. Didampingi keluarganya ia menuju ballroom.
Dari kejauhan sosok lelaki berkacamata melihat gadis yang sedari tadi sudah ia tunggu kehadirannya.
Kau terlihat sangat cantik hari ini.
Seharusnya aku disampingmu di hari bahagiamu.
Seharusnya aku adalah salah satu alasanmu tersenyum hari ini.
Seharusnya aku di sana bersamamu.Seharusnya ...
Seharusnya ...
Seharusnya aku tak lakukan kesalahan itu.Randi menunduk. Mengepalkan tangan dibalik saku celana. Semakin ia menyesal semakin ia tersiksa. Harga dari sebuah pengkhianatan sakitnya merasuk sampai jiwa.
Randi terus saja memandang wajah Nessa. Jika saja ia tak berjanji. Ia rela datang menghampiri meski luka yang akan diterimanya.
Nessa berjalan ke panggung.
Nessa menerima piagam kelulusannya.
Nessa tersenyum sumringah disambut keluarga dan sahabatnya.
Nessa melakukan foto wisuda.
Nessa berswafoto bersama.
Nessa berkumpul bersenda gurau dengan sesama wisudawan melemparkan toga bersama.Randi menyimpan semua dalam ingatannya. Ia mendebas lirih.
Good bye, Sayang.
Ia berbalik. Melangkah menuju kendaraannya. Pergi menjauh bersama kesalahannya.
******
Dua bulan sejak wisuda Nessa masih diam di rumah.
Gadis itu tak seperti dulu yang periang. Sekarang ia lebih banyak diam dan melamun.
Keluarga sudah mencoba untuk menghiburnya. Ia tertawa lalu diam-diam menghapus air mata.
Sampai suatu hari sebuah surat datang. Mengabarkan ia lolos seleksi di salah satu Universitas di Dubai, Uni Emirate Arab.
Keluarga semua setuju mengizinkan Nessa mencari ilmu di negeri itu.
Denessa Qonita Almaira tidak tahu ada takdir lain yang akan membawanya pada perjuangan yang lain.
¤ The End ¤
Alhamdulilah
Susah payah menyelesaikan cerita ini.Selasa, 29 Oktober 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denessa (END) ✔
General FictionCinta pertama seharusnya menjadi cinta yang paling indah. Denessa Qonita Almaira gadis manis merasakan bagaimana ia begitu bahagia mendapatkan Randi, kakak alumni sekolahnya. Hubungan mereka berjalan bahagia. Sampai pada keputusan untuk melanjutkan...