SEPULUH

1.5K 73 3
                                    

Teriakan Randi menggema di ruangan. Ia mengisyaratkan pada beberapa lelaki yang tinggi dan tegap untuk mengeluarkan wanita itu.

Nessa terlalu kaget dengan situasi yang baru saja memanas. Ia belum bisa mencerna keadaan.

Wanita itu melangkah mundur karena beberapa pria yang menariknya. "Randi jangan jadi pengecut. Kau tidak bisa melepas tanggung jawab. Ini anakmu. Nessa kau harus percaya itu." lanjut wanita tadi.

Nessa mengernyitkan kening saat wanita tadi menyebut namanya. Segala pertanyaan berputar di otak.

Randi memegang tangan Nessa. "Bohong, Dek, kakak tidak mengenal wanita itu. Percayalah" Randi memohon.

"Ayok, Pak Penghulu. Kita selesaikan akad ini segera," ujar Randi.

"Dek', ayuk duduk," ucap Randi lembut dan tergesa.

Nessa bergeming. Napasnya memburu. Ia tidak tahu siapa yang benar. Ada kegelisahan di sikap Randi. Entah kegelisahan apa. Kalau memang tidak salah kenapa harus gelisah?

Wanita itu terus berteriak.

"Diam kamu Karin! Bawa keluar wanita jalang itu!"

Nessa menoleh. "Kak, kamu bohong. Kamu kenal wanita itu." batinnya.

Para undangan yang sedari tadi diam mulai berbisik. Bunda sudah ada disamping Nessa, memegang tangan Nessa yang gemetar.

Randi dan Karin berdebat. Mempertahankan segala argumen yang mereka ucapkan.

Nessa berdiri. "Diam kalian!"

Teriakan Nessa membuat Randi menghentikan perdebatan dengan Karin. Ia memandang lurus ke Nessa.

"Kak, kau mengenal wanita itu?" Nessa menatap Randi tajam.

Randi tersentak. Pria itu mengangguk pelan.

Satu kebohongan telah terbukti.

"Tapi, Dek--."

Nessa melebarkan telapak tangannya, mengisyaratkan Randi untuk diam.

"Sekarang katakan dengan jujur. Apa benar yang dikatakan perempuan itu? Jangan berbohong." Nessa menekankan intonasinya.

"Bisa saja itu bukan anakku. Bisa sa--."

Nessa jatuh terduduk. Kaki tak lagi bertenaga menopang tubuh. Perkataan Randi justru membenarkan ia pernah berhubungan intim dengan Karin. Sakit. Nessa menggenggam dada ada luka tak kasat mata di sana.

Randi baru menyadari perkataannya. "Dek' bukan itu maksud kak---"

Alfan dan Satya mendorong Randi menjauh dari Nessa. Ayah mencegah Satya dan Alfan untuk berbuat lebih anarkis.

"Kau pikir perempuan macam apa aku Rmaca. Ini memang anakmu!" ucap Karin menggoncang tubuh Randi yang terjatuh.

Randi terdiam memandang nanar kekasihnya yang terluka. "Dek' ..."

Nessa tak sanggup menerima kenyataan. Hari yang seharusnya paling membahagiakan justru menjadi paling menyakitkan seumur hidupnya. Pandangan Nessa kabur, semua terasa gelap. Nessa jatuh pingsan.

Bunda menopang Nessa dibantu Tya, Minda, dan Nada. Satya mengambil alih tubuh, menggendongnya. Satya membelalakan mata, menghujam pandangan ke Randi saat melewatinya.

Randi yang putus asa terus memanggil Nessa. Kekasih yang dilukai. Ia tak menggubris Karin yang berteriak di sampingnya.

Papi, Mami dan keluarga besar Randi yang sedari tadi hanya bisa melihat tanpa tahu harus berbuat apa menatap Randi penuh emosi. Papi mendekati, ia mencengkeram baju Randi.

Plakkk

Tamparan keras mendarat, muka Randi terlempar ke samping. Randi sudah tak mampu lagi melawan atau membela diri. Pikirannya kacau.

"Randi, memalukan!"  sinis Papi.

Alfan yang sudah mengepalkan tangannya dicegah Ayah. Ayah pasrah terduduk di kursi tanpa ingin mengotori tangannya untuk memukul Randi.

Randi ditarik paksa oleh papi untuk pulang. Satu persatu undangan berjalan keluar. Hidangan prasmanan yang sudah tertata di meja tak lagi menggugah selera.

¤¤¤

Vote komen ya..

Denessa (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang