Taehyung berdiri lemas menatap lemari kaca berisi guci abu jenazah Yoojung. Ia membaca berulang kali nama yang terukir disana. Itu jelas sekali nama Yoojung. Nama gadis yang dicintainya. Tangannya bergetar mengusap kaca. Tenggorokannya sakin lantaran menahan tangis. Tidak. ia tidak mau menangis lagi.
Di samping guci abu Yoojung, terdapat pigura kecil berisi foto Yoojung tersenyum lebar. Senyum tipis terukir di wajah Taehyung. Benar, seharusnya begitu. Yoojung pasti sudah bahagia dan tenang disana. Ia hanya berharap, Yoojung akan tersenyum lebih lebar lagi disana.
Taehyung mundur selangkah. Matanya menatap gelang merah pemberiannya dulu. Ia yang meletakkannya disana. Irisnya tertuju beberapa detik disana hingga akhirnya Taehyung memutuskan untuk berbalik dan keluar dari rumah persemayaman abu Yoojung.
Kakinya terasa berat seakan beban menumpu bahunya. Matanya menatap mobil van hitam dengan sosok manajernya yang bersender disana menunggu Taehyung kembali. Raut wajah Sejin serius. Ia langsung membukakan pintu ketika Taehyung tiba.
Hari ini seluruh jadwal Taehyung di kosongkan hingga seminggu ke depan. Agensi telah sibuk mengurusi berita tentang penculikan Taehyung oleh seorang psikopat. Terutama tentang hubungan Taehyung dengan adik sang pelaku, Kim Yoojung. Beruntung tak ada kabar miring tentang Yoojung yang akan merusak hati Taehyung. Semua orang mengasihani gadis itu.
Van dijalankan. Taehyung duduk di kursi tengah dengan jiwa yang entah melayang kemana. Tak ada yang dipikirkan dalam otaknya. Kenyataan yang dihadapinya membuat blank isi kepala dan hatinya. Ia tak tahu harus bagaimana. Hingga akhirnya sang manajer berdeham memecah lamunannya.
"Kau tahu, Tae?"
"Apa?" tanya Taehyung datar tak berniat. Ia memiringkan kepalanya dan menatap keluar jendela.
"Kim Dongha. Kakak gadis itu. Aku baru saja menerima kabar mengejutkan tentangnya."
Taehyung menghela nafas panjang. Mengingat kembali bajingan yang telah merusak hidup Yoojung membuatnya muak. "Ada apa dengannya?"
"Detektif memberitahuku. Dia baru saja bunuh diri dalam selnya dengan menusuk lehernya menggunakan sikat gigi."
"Apa?!"
***
Tak ada yang berbicara dengan Taehyung di asrama. Tak ada yang berani dan memutuskan untuk diam daripada menghibur. Ini adalah suatu situasi yang sulit bagi teman-teman Taehyung untuk mengerti akan apa yang terjadi. Memilih diam adalah solusi terbaik. Bagi mereka yang telah tinggal bersama Taehyung selama bertahun-tahun, mereka mengerti apa yang harus dilakukan. Bersikap seperti biasa lebih baik daripada bersikap simpati kepada Taehyung.
Taehyung merebahkan diri di atas ranjang. Ia menutup wajahnya dengan lengannya. Nafasnya berhembus teratur dan terdengar berat.
Kim Dongha telah meninggal. Bajingan itu memutuskan untuk bunuh diri karena tak bisa menerima kenyataan bahwa ialah yang telah membunuh adiknya sendiri. Memang bagus jika psikopat itu menghilang dari dunia. Namun entah mengapa itu tak memuaskan Taehyung. Baginya, alangkah lebih baik jika bajingan itu terus hidup dalam sel seumur hidup diselimuti penyesalan.
Taehyung mendesah. Ah, semua itu sudah terjadi. Toh, tak ada yang dapat ia lakukan. Waktu akan terus berjalan tak memedulikan kehidupan. Meninggalkan masa lalu dan menggapai masa depan. Peristiwa itu akan segera terlupakan. Namun bagi Taehyung, ia akan terus mengingatnya. Mengingat bagaimana ia melihat Yoojung tersenyum untuk terakhir kalinya dalam pelukannya.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crystal Snow ✔
Fiksi Penggemar[Completed] Asrama Bangtan tiba-tiba kedatangan gadis tak diundang. Gadis itu rapuh dan penuh luka di sekujur tubuhnya. Ia memohon agar anggota BTS mengizinkannya untuk bersembunyi semalam di asrama mereka. Dan benar saja keesokan harinya mereka tak...