Aroma 9 : Perlakukan Kopi secara Manusiawi

16 0 0
                                    

MENGAPA semakin larut terasa semakin hidup? Keheningan malam sering kali menciptakan beragam hal-hal menakjubkan. Mampu menghasilkan banyak cerita dan ide-ide gila dari otak-otak alam bawah sadar mereka yang matanya masih terjaga.

Tuhan benar menciptakan dua waktu, terang dan gelap. Kegelapan mungkin menakutkan, identik dengan jalan buntu, atau bahkan dihakimi sebagai keadaan suram. Namun, aku tidak merasa takut ketika gelap itu datang, karena aku yakin bahwa gelap itu langkah menuju cahaya, perjalanan untuk mencapai cahaya itu. Perjalanan merupakan salah satu langkah untuk mencapai sebuah tujuan hidup.

Sama seperti kopi. Menyeduh kopi ialah sebuah perjalanan, mengatur rasio sama saja mengatur perencanaan, menikmati tetes demi tetes ibarat langkah untuk menghasilkan rasa yang menakjubkan. Rasa ajaib merupakan tujuan utama kopi itu disajikan.

Kali ini aku masih menunggu gelap, bukan berarti menunggu kesuraman yang akan datang padaku. Aku menunggu malam, tepatnya tengah malam, untuk menemui dunia kopi. Aku ingin melatih kembali kepekaan penciuman dan perasanku terhadap kopi. Aku tidak mau larut jatuh meninggalkan kopi karena perkara sepele seperti ini. Tujuanku masih panjang, aku membutuhkan kemampuan dan proses yang matang untuk tetap bersama kopi. Dunia kopi telah membantuku mengembangkan pikiran, membuka mata hati hanya melalui rasa-rasa itu. Tidak mungkin, bahkan jangan sampai aku meninggalkan dunia kopi.

Malam ini Kopnat akan tetap hidup karena aku akan meng-cupping beberapa kopi di sana. aku membutuhkan keheningan malam agar konsentrasiku dapat terkontrol untuk menemukan karakteristik rasa kopi.

Aku meminjam Kopnat pada Vendra satu malam. Hampir satu bulan aku meninggalkan dunia kopi dan aku merasakan kerinduan itu, aku mencandunya tetapi rasa mual yang tibatiba muncul membuatku menolak. Meskipun hidungku susah mencium aroma kopi dan lidahku hanya bisa menemukan rasa pahit, tetapi karakteristik aroma dan rasa kopi lainnya kerap membayangiku.

Aku sengaja memilih Kopnat agar tidak melihat dapur bar saja, tetapi juga suasana kedai. Aku rindu melihat kedai ramai dikunjungi oleh penikmat kopi yang menunggu singel origin dari Kopnat. Aku rindu saat aku duduk ditemani secangkir kopi pilihanku yang diracik oleh Vendra. Aku rindu saat aku memandangi cairan hitam pekat itu yang tidak bisa untuk bercermin, sehingga aku tidak merasa menjadi orang paling hebat. Aku rindu saat aku menghentikan kopi itu masuk ke mulut kira-kira setengah senti. Menghirup aromanya dan seketika itu mendorong aku untuk segera menyeruput karena penasaran terhadap karakter rasanya. Aku rindu teguk demi teguk kopi itu membasahi tenggorokkanku seketika ingatanku tertuju pada kenangan masa lalu yang pahit dan manis, persis seperti kopi.

Aku membutuhkan kesendirian untuk menemukan berbagai hal ajaib itu. Luput memandangi, menghirup, menyeruput, menahan beberapa detik di dalam mulut, menelannya, menemukan karakternya, dan mendapatkan after taste yang tertahan lama di mulut, serta luput mencatat apa yang aku temukan, lalu memberikannya pada Vendra dan senyuman barista itu akan mengembang.

"Yakin kau mau sendiri? Jangan tinggalkan kedai dalam keadaan tidak terkunci ketika kau keluar karena perutmu tidak lagi mau menerima kopi," ujar Vendra yang sedang mencopot apronnya kemudian dilipat dan diletakkan di rak bawah meja bar bersama tumpukan apron lainnya. Ada keraguan di mimik wajahnya tetapi ia tutupi dengan senyuman.

Saat seduhan kopinya dihargai oleh pelanggan, senyum Vendra selalu dibawa sampai ke rumah. Ia akan merasa bahagia ketika penikmat kopi juga bahagia setelah meminum kopi racikannya. Umumnya, barista memang merasakan hal yang sama. Barista akan bahagia jika peminum kopinya juga bahagia. Menurutnya, coffee is language in itself dan yang bertugas mengartikan itu ialah the men behind the bar, ia ingin menjadi salah satu dari mereka. Barista bukan hanya menyeduh kopi dengan perasaan tetapi juga dengan cinta. Kebahagiaan itu amat dekat dan terkadang kebahagiaan juga diterjemahkan secara sederhana oleh secangkir kopi.

Monolog KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang