Kepada Engkau, pemilik semesta yang dunia-Nya menjadi sumber inspirasi utama. Saya percaya, bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini.
Kepada Muhammad N.G, barista yang mau menceritakan bagaimana pengalaman terjun di dunia kopi. Mengajarkan bagaimana melihat berbagai hal melalui sudut pandang yang luas. Mengajarkan bagaimana kopi mampu menemukan beberapa aspek dan tak henti-hentinya menjadi sumber inspirasi; kepada Dicko Purnomo, roaster yang mau menceritakan perjalanan mengenali kopi dari hulu ke hilir. Menceritakan bagaimana kesusahan dan kesenangan me-roasting kopi yang membutuhkan kedetailan maksimal; kepada Rahma Dara yang menjadi salah satu inspirasi untuk menguatkan konflik dalam cerita; kepada Vendra Septianto yang telah mengizinkan saya memakai namanya untuk salah satu tokoh.
Kepada Bapak Nova Darmanto, yang senantiasa memberi masukan mengenai perspektif seorang pengarang dalam menyajikan fakta dan data menjadi sebuah narasi; kepada Bu Diah Amelia, yang mau menyempatkan waktu membaca naskah awal novel Monolog Kopi ketika masih sukar di pahami alurnya; kepada Mam Suratni, yang sudah mengarahkan bagaimana awal hingga akhir dalam berkarya.
Kepada Anggia Resti, Nanda Adita, dan Nourma Riana, sahabat yang tak pernah bosan mendengarkan cerita saya ketika ingin berbagi pengetahuan baru tentang kopi dan mau menemani saya mencicipi beberapa kopi khas daerah; kepada Putih Maulida, yang mau ikut berkunjung ke beberapa kedai kopi di Jakarta dan mengenalkanku pada banyak referensi; kepada Fahrun, Farih Ruhana, Maghfiroh, Millatul Azizah, yang tak kalah antusiasnya untuk ikut berkunjung ke kedai kopi di tanah kelahiran ketika saya mencari referensi penulisan cerita; kepada Dini Ayu dan Irma Septiya, yang tak pernah protes mendengar suara ketikan keyboard hingga pagi dini hari; kepada seluruh rekan-rekan yang dapat mendatangkan percikan-percikan inspirasi dan masukan untuk menyempurnakan novel Monolog Kopi.
Kepada Muhammad Nurmansyah, atas desain sampul yang indah ini; kepada Lulus Pamujisakti, yang sudah meluangkan waktu untuk memberi masukan tentang desain sampul; kepada Sucy Amelia atas jepretannya untuk mengisi foto penulis di halaman biografi; kepada Toni Aristianti, Imam Wahyudi, Bima Sutikno, Ibra Kardi, dan Shabrina Anggraini, yang menjadi teman sharing mengenai dunia literasi di Aurum (Komunitas Bedah Buku); kepada Rahma Pratiwi dengan mata jelinya yang telah menyempurnakan novel ini.
Kepada kedai Filosofi Kopi, sebagai inspirasi dalam menemukan interior; Kepada JCH (Jakarta Coffee House), sebagai inspirasi dalam menentukan kedai kopi yang khusus menyediakan kopi nusantara; kepada Giyanti Coffee Roastery, sebagai inspirasi dalam menetapkan idealisme suatu coffee shop; kepada Le'Gita Coffee, sebagai sumber inspirasi dalam menemukan jenis kopi khas Pekalongan.
Kepada akun instagram Sahabat Barista, Mas Fotokopi, Seniman Kopi Bandung, dan lain-lain, sebagai sumber inspirasi dalam menemukan kopi pada dunia seni; kepada Majalah Otten Coffee, Cikopi.com, MinumKopi.com, Nationalgeographic.com, sebagai sumber dalam menemukan fakta dan data mengenai kopi.
Kepada seluruh keluarga yang selalu mendukung dengan keputusan yang saya ambil. Ayah yang terus berjuang agar cita-cita saya berjalan lancar. Ibu yang tidak lelah memberi dukungan dan menitipkan doanya kepada Yang Maha Pemberi. Dimas Fakhri dan Afiata Indika yang bisa meramaikan suasana ketika saya mengalami kejenuhan. Thanks.
![](https://img.wattpad.com/cover/91947500-288-k642926.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Monolog Kopi
General FictionSINOPSIS "Kopi itu Candu yang Bikin Rindu" Permasalahan hidup perlu diimbangi dengan kontrol yang baik, jika tidak, dapat dipastikan rasa pada seluruh indra akan mati, tak dipungkiri pula dengan perasaan. Padahal, pengindraan itu merupakan media uta...