Setelah kejadian hari itu, sikap Arka berubah. Arka menjadi lebih cuek dari biasanya. Dan terkadang perdebatan kecil terjadi diantara kita. Perdebatan kecil itu akan menjadi lambat laun menjadi pertikaian.
Setelah pertikaian, aku terkadang tak bisa menahan untuk tak menangis. Iya, aku secengeng itu. Dan Arka pasti akan marah jika melihat ku menangis.
"Udah gak usah nangis! Aku gak suka denger kamu nangis!"
Aku tahu maksud dia untuk menenangkan ku. Hanya saja cara dia yang berbeda. Cara dia menenangkan ku berdeba, itu hanya terjadi ketika aku menangis di saat pertikaian selesai-atau mungkin tak pernah selesai.
"Aku tuh sayang kamu Kei. Tapi aku juga gak bisa terus-terusan kamu tuduh."
"Arka, aku cuman nanya apa kamu masih berhubungan sama mantan kamu apa gak. Itu aja. Tapi kamu malah nanggepnya lain."
Aku tak pernah mengerti tentang pikiran Arka. Ketika aku berkata dengan maksud "a" tapi, Arka malah menangkap maksud yang lain.
Dari awal Arka memang mengatakan bahwa dirinya egois. Tapi aku tak masalah dengan itu. Ku pikir kalau Arka merubah semua sifatnya, itu bukan Arka. Bukan Arka si egois dengan kepala batu yang aku sukai.
Lambat laun kita sudah terbiasa dengan pertikaian-pertikain yang terjadi. Terkadang Arka menyampaikan bahwa dia lelah. Lelah karena semua pertikaian yang selalu ada.
"Kei, aku capek."
"Kenapa?"
"Aku capek harus terus ribut. Kamu selalu mempermasalahin hal kecil. Yang itu tuh gak penting. Kamu tuh cemburuan banget."
"Arka. Maaf."
"Kei, apa gak sebaiknya kita udahan aja?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Your Voice
Krótkie Opowiadania"Ini konyol! Tiap hari aku mengobrol dengan seseorang yang bahkan sekalipun, aku belum pernah bertemu dengannya! Yang lebih konyol adalah mendengar suaranya menjadi satu keharusan bagiku." -Keisha Quitta Radea.