3.Sebuah Proses

46 8 0
                                    

Tujuh menit lalu, Rania mengajak Ilham untuk bermain kerumahnya, awalnya Ilham enggan, alasannya ia belum minta izin pada umi dan abinya. Tapi karena wajah Rania yang memelas akhirnya Ilham bersedia,  bunda Rania juga bersedia untuk mengantarnya pulang setelah acara kumpul-kumpul ini selesai.

Kesan awal Ilham saat menapaki kaki mungilnya di kediaman Rania cukup baik, matanya ingin melihat kesana-kemari menelusuri setiap sudut dari rumah Rania yang lumayan besar, tapi semua itu ia urungkan, kata uminya itu tidak sopan.

Setibanya Ilham tepat di pintu masuk rumah Rania, ia berhenti melangkahkan kakinya lantas berdiam seperti patung dengan tangan yang merangkul Al-Quran berwarna hijau dengan sedikit detail emas di beberapa sisinya. Melihat hal ini bunda Rania keheranan, pasalnya dirinya dan Rania sudah hampir melewati ruang tamu yang merupakan ruangan pertama, penyambut setelah melangkahkan kaki menuju ke dalam, tapi Ilham masih saja tetap di depan pintu.

"Ilham kenapa diam disana?."

Ilham menengadahkan kepalanya untuk menatap mata bunda Rania, "Kata umi, Ilham gak boleh masuk lumah olang kalo yang punya lumah belom kasih ijin."

"Eh?!, tapi tante ngijinin kamu kok."

"Tapi tadi kan tante gak bilang kalo Ilham boleh masuk," Ilham menunduk, matanya menatap lurus pada marmer rumah Rania.

Subhanallah, anak ini pintar sekali

"Ya sudah, Ilham boleh masuk."

Ilham pun melangkahkan kakinya menuju kedalam.

"Bunda Lania namanya siapa?," tanya Ilham setelah memasuki ruang tamu.

Bunda Rania melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga diikuti Ilham yang sedari tadi menunggu jawaban atas pertanyaannya.

"Nama tante, Lania.."

"Lania?," Ilham terlihat bingung dibuatnya.

"Iya.. Lania"

"Te..rus kalo Lania namanya siapa?," ucap Ilham dengan raut wajah serius.

Bunda Rania pun dibuat terkekeh oleh Ilham yang sepertinya salah paham perihal nama dirinya dan anaknya.

"Anak tante.. namanya Rania, Ra-nia," Lania memberi penekanan di awal kata nama putri kecilnya.

"Ohhh, tapi Ilham gak bisa bilang l.. tante," Ilham mulai memperlihatkan raut sedih, "erlllllll," ia mencoba melafalkan huruf 'r' tetapi gagal karena dirinya memang sudah ditakdirkan tidak bisa mengucapkannya. Setidaknya begitu sampai beberapa tahun kedepan.

Setelah tiba di ruang keluarga, Ilham menghampiri Rania yang terlihat menonton kartun khas anak-anak, ia kemudian duduk beberapa meter disamping Rania, sepertinya ia memang sengaja menjaga jarak.

"Tante tinggal dulu ya.. Ilham disini aja sama Rania," kata Lania sebelum pergi berlalu.

Ilham dan Rania mengangguk serentak, mereka kemudian kembali memfokuskan pandangan pada tokoh kartun berambut pendek yang sedang menanyakan jalan pada para pemirsa.

"Maaf Lania, gak ada kaltun yang lain?," tanya Ilham sopan.

Lania merespon pertanyaan Ilham dengan memberikannya remot, bermaksud untuk membiarkan Ilham memilih  channel kesukaannya seorang diri.

Dan setelah beberapa menit kemudian, dahi Rania dibuat mengernyit ketika Ilham menetapkan pilihannya pada acara dakwah.

Taksonomy|07|02|18
Semoga cerita ini banyak yang suka, amin..

Secercah Sinar HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang