7.Kekecewaan

40 10 0
                                    

"Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang,"
(HR At-Thabrani)
__________________________________________

"Jadi Bunda gak percaya sama Ran?"

Lania hanya mendecak mewakili kekecewaannya yang begitu besar pada putri kesayangannya. Sudah terlampau sering Rania keluar masuk ruang konseling karena masalah yang sama, dengan siapa lagi kalau bukan Jena. Dua minggu yang lalu, Rania dan Jena saling adu mulut hanya karena nilai ulangan harian, bahkan 2 hari lalu mereka juga sempat mampir di ruangan yang dianggap siswa teladan sebagai ruang yang tak boleh dimasuki satu kalipun.

"Ran, kamu itu udah besar, udah bisa bedain mana yang benar dan yang salah, kamu disekolah kerjaannya berantem terus, berantem terus"

Rania menyela ucapan bundanya

"Tapi Ran gak salah bun"

"Kamu selalu bilang begitu, tapi nyatanya guru konseling kamu yang nyuruh kamu minta maaf sama Jena!"

"Ran gak salah bun, Jena duluan yang cari masalah"

"Ran sesulit itu kah buat ngakuin kesalahan kamu?"
Suara Lania meninggi

Rania gadis yang tegar, dia tidak pernah menangis, dia tak pernah mengeluh, tapi lain hal bila berhadapan dengan bundanya, Rania sayang bundanya, tapi keadaan seperti ini membuatnya ingin membantah.

"Rania gak salah bun, udah berapa kali Rania bilang kalo Rania gak salah!, Rania cuma bela diri aja, salah kalo Rania bela diri?! Kalo bunda terus mikir Ran yang salah, Ran yang salah mendingan Ran bener-bener salah aja sekalian."

Rania berlari dengan air mata yang bercucuran, ia membanting pintu dengan keras, meninggalkan rumah dan tak tau kemana perginya.

***

Berulang kali Lania berjalan bolak-balik, ia tampak bingung, juga sedih. Hingga petang tiba, putrinya tak kunjung pulang, ia bahkan meminta pertolongan kepala wilayah untuk membantu mencari Rania.

Lantunan shalawat menyita sejenak seluruh perhatiannya untuk memfokuskan diri pada ponsel pintar yang tengah bergetar di saku celananya. Terlihat panggilan masuk dari atasannya di kantor yang tentu saja harus segera diangkat jikalau Lania tak ingin kehilangan posisi di perusahaan.

"Assalamualaikum warahmatullah hi wabarakatuh." Ucap Lania membuka topik pembicaraan dengan salam.

"Iya, kapan bu? sekarang juga?, baik, baik bu, saya segera berangkat."

Dengan beberapa kata Lania menutup pembicaraan dengan seseorang diseberang sana.

Ia lantas segera melangkah menuju lemari pakaian, mengambil beberapa setelan pakaian formal kemudian menggantikan bajunya yang semula baju rumahan menjadi setelan formal tersebut. Pasmina hitam polos melilit di kepala ovalnya, menambah kesan anggun dari seorang muslimah dewasa.

***

Waktu menunjukkan pukul 18.00 waktu setempat. Rania memasuki pintu rumahnya yang terlihat kosong melompong. Seperti dugaannya, bahkan disaat seperti ini pun ibunya masih sempat-sempat pergi meninggalkannya dengan alasan setumpuk pekerjaan kantor. Siapa yang tak sedih jika ada diposisi Rania?, jalankan teman ataupun sahabat, kasih sayang seorang ibu pun rasanya tak pernah ia dapat seutuhnya.

Beberapa kali sempat ia berpikir, jika saja saat ini ayahnya belum tiada, jika saja saat ini sahabat kecilnya tak pergi kemana-mana, pastilah Rania akan menjadi orang paling berbahagia sedunia.

Hidup sederhana, kedua orang tua yang benar-benar sayang kepadanya, banyak teman yang mendampinginya saat suka dan duka, serta penanaman agama yang kental dalam kehidupan sehari-hari adalah impian Rania sejak lampau, tapi apalah daya, semua itu hanya angan-angannya saja. Nyatanya sekarang Bundanya terlalu sibuk dengan urusan kantor, ayahnya telah meninggal sejak lama, dan satu-satunya teman yang ia punya sudah hilang entah kemana. Kepribadian introvert dari diri Rania menjadi penghalang nyata baginya untuk mendapat teman yang benar-benar teman dalam artian sebenarnya.

Meskipun termasuk kalangan berada tak lantas membuat Rania bahagia dengan segala kemewahan yang berhasil Bundanya dapatkan sebagai fasilitas baginya.

Tangisan sedih dan kecewa tak mampu lagi Rania bendung, semuanya tumpah ruah dalam keheningan senja yang begitu dalam. Rania terduduk di lantai, tak kuasa menahan berat badannya sendiri, kakinya terlalu lemas, hatinya tersayat, dadanya terasa sesak, ingin rasanya ia berteriak sekencang-kencangnya, tapi itu tak ia laksanakan, setidaknya ia tak mampu menunjukkan sisi lemahnya dihadapan orang lain.

Dalam hati ia berkata, salahkah bila dirinya ingin mencari perhatian dari sang bunda?

Taksonomy |01|03|18
Doakan sukses ya kawan..😁
Selamat membaca

Secercah Sinar HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang