Delapan belas tahun yang lalu
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun berlarian kesana kemari dan tertawa dengan boneka kelinci kesayangan di tangannya. Ia tampak sangat bahagia, tanpa beban hidup, tanpa dosa, anak kecil yang tak tahu apa pun, bagai kertas putih yang masih baru, tak ada coretan berarti.
Saking semangatnya berlari, ia tak sadar jika di depan matanya ada sebongkah batu ukuran sedang yang sukses membuatnya jatuh tersungkur. Air matanya mulai menetes, ia menangis sejadi-jadinya, berteriak sebagaimana halnya anak kecil biasa.
Namun.. sayangnya sang bunda tak ada disana. Anak itu sudah diberi peringatan oleh bundanya agar tidak bermain tanpa pengawasannya. Tapi ia tak acuh dengan perkataan bundanya, sepertinya benih-benih pemberontak mulai muncul dalam pikiran polosnya.
Alhasil, disinilah ia sekarang terduduk di tanah dengan lutut yang mengeluarkan darah. Ia menangis, terus menangis sampai air matanya mulai kering, ia berteriak, terus berteriak hingga suaranya agak serak. Sekarang ia sadar, tak menuruti perkataan bunda akan membuat dirinya merasakan akibat.
Terhitung 7 menit ia berdiam disana, sampai akhirnya seorang anak laki-laki datang. Anak laki-laki itu terlihat rapi dengan mengenakan sarung dan peci serta Al-Quran ditangannya. Sempat terdiam mengamati anak perempuan yang menangis itu, akhirnya anak laki-laki memutuskan untuk membantunya berdiri setelah sebelumnya menaruh barang bawaannya di bangku taman yang terletak tak jauh dari sana.
"Sebenelnya laki-laki sama pelempuan gak boleh pegangan tangan... tapi kalena kamu lagi sakit, saya mau bantu..," kata anak laki-laki itu setelah berhasil membantu anak perempuan berdiri tegak.
"Makasih," anak perempuan menjawab seraya mengusap air mata dengan tangan mungilnya.
"Sama-sama, kamu kok sendilian disini?."
Anak perempuan itu hanya menggeleng, air mata yang sempat kering itu kini kembali mengucur deras.
"Kamu kenapa nangis? aku salah apa?"
Ia kembali menggeleng, air matanya tak kunjung berhenti berjatuhan.
"Kamu lumahnya dimana?"
Ia kembali menggeleng.
"Kamu gak tau lumahmu dimana?"
Kali ini anak perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Yaudah kalo gitu ayo duduk dulu, aku temenin kamu sampe umi atau abi kamu jemput disini," anak lelaki itu menarik tangan anak perempuan, mencoba mengarahkan ke bangku taman tempatnya menaruh barang bawaannya tadi.
Mereka berdua terlihat kelelahan setelah berhasil duduk karena sebelumnya mereka harus bersusah payah lebih dahulu menggapai bangku yang tingginya agak diluar jangkauan tubuh mungil mereka.
"Oh iya, nama kamu siapa? Aku Ilham," ucap anak lelaki itu mencoba membuka percakapan.
Si anak perempuan menoleh ke arah Ilham, tatapan matanya terlihat ragu, bundanya pernah berkata agar ia tak berbicara dengan orang asing. Tapi untuk kali ini, hati kecilnya benar-benar ingin mengingkari nasihat bundanya. Ia pun memberi tahu namanya setelah terdiam beberapa saat.
"Aku Rania."
Taksonomy|03|02|18
Chapter 1, semoga cerita ini banyak yang suka.. Amin..
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Sinar Harapan
Spiritual"Cintailah aku sesuka hatimu, tapi ingatlah! Jangan sampai rasa cintamu padaku melebihi rasa cintamu pada Allah" -Ilham Ramadhan- "Jika aku diberi satu permintaan darimu, akan ku katakan 'Cintailah aku hanya karena Allah'". -Rania Khansa Amalia- ©T...