"Ya, semua udah siap. Surat pengunduran diri udah masuk. Seminggu lagi udah bisa berangkat ke Batu."
Pria dengan bluetooth earphone di telinganya itu terlihat berusaha membagi fokusnya dengan layar komputer dan telepon. Ia memijit pelipisnya yang terasa tegang karena Pak Kamal—pria yang sekarang ini ia hubungi—tidak memberikan jawaban yang ia inginkan.
"Gimana bisa belum dapet kontrakan, Pak Kamal? Terus nanti aku tinggal di mana?" balas Rafka tak mengerti.
Pak Kamal sudah bekerja pada keluarganya sejak ia remaja, kinerjanya bagus hingga kakek Rafka memercayakan segala permasalahan padanya, dari yang remeh temeh seperti urusan keluarga hingga urusan bisnis maha penting. Pak Kamal bahkan sampai punya beberapa asisten untuk membantunya mengerjakan banyak hal itu. Jarang sekali Rafka mendapati Pak Kamal ceroboh seperti ini.
"Ya udahlah, sedapetnya aja," jawab Rafka pasrah. Lagi pula mau bagaimana lagi? Mau menyalahkan orang lupa juga percuma. "Jangan lupa ingetin Bian buat ngirim data yang aku minta kemarin. Oke."
Rafka memutuskan sambungan teleponnya, kemudian mendesah. Ia benar-benar tidak suka kalau ada sesuatu yang berjalan di luar rencananya seperti ini, walaupun hanya sekecil urusan mencari kontrakan. Misinya harus berjalan mulus sampai akhir.
Sudah hampir dua tahun ini Rafka mengelilingi cabang-cabang Hotel Pramoedya di Indonesia. Ia sedang menjalankan misi rahasia untuk menginspeksi kinerja hotel-hotel cabang. Yah, walaupun sebenarnya juga tidak terlalu rahasia ketika ia terpaksa memberikan uang tutup mulut kepada beberapa security hotel karena tertangkap CCTV sedang melihat-lihat dokumen dan dituduh mencuri. Demi apa pun, ia bukan Tom Cruise di Mission Impossible ataupun Charlie's Angel.
Tapi Pramoedya's Angel.
Sial, kakeknya bahkan lebih mirip Charlie karena menjadi pria tua yang menjadi dalang dari misi-misi ini. Ia memanfaatkan keinginan Rafka dan Bian—sepupunya—untuk mencari keuntungan. Ia menitahkan Rafka dan Bian untuk mencari tahu penyebab penurunan keuntungan hotel yang lumayan drastis. Dalam misinya itu, Rafka berhasil mendapati ada dua cabang yang telah mengirimkan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan aslinya, walaupun telah rutin dilakukan audit. Yang lain, delapan cabang lain masih baik-baik saja, kalaupun menurun, penurunan terjadi karena alasan klasik, kurangnya pengunjung dan manajemen yang tidak begitu baik.
Sebenarnya Rafka tidak berencana untuk melakukannya dengan berpura-pura sebagai houseman seperti ini. Awalnya ia dan Bian hanya akan bergantian melakukan inspeksi mendadak di hotel cabang. Namun, hasilnya gagal total karena berita Bian akan inspeksi selalu bocor. Kesalahan tidak ditemukan, bahkan di cabang yang sudah dinilai potensi bobroknya paling besar. Mereka harus putar otak untuk mencari rencana baru.
Satu cara gila yang mereka coba ternyata berjalan lumayan sesuai harapan, yaitu dengan membuat Rafka menyamar sebagai pegawai baru, dengan posisi yang paling cocok adalah sebagai houseman. Rafka dapat dengan bebas keliling hotel, juga keluar masuk bagian manajemen tanpa ada yang curiga.
Rencana ini dilakukan bukan tanpa persiapan. Rafka sampai harus menggelapkan kulitnya, memanjangkan rambut, dan jenggot karena menurut Pak Kamal, ia harus menghilangkan 'aura orang kaya' yang menguar dari tubuhnya. Rafka juga masih harus menekan egonya dalam-dalam, demi memberikan pelayanan terbaik untuk tamu-tamunya.
Kedengarannya memang gila. Kalau semua rencana ini berhasil sampai akhir, mungkin setelah ini Rafka akan memikirkan untuk pindah pekerjaan menjadi bagian dari Badan Intelijen Negara saja. Kalau bukan karena iming-iming posisi general manager cabang Jogja dan posisi chief di bagian public relation hotel pusat, Rafka dan Bian tidak akan mau melakukannya.
Setelah menekan tombol send pada email-nya, Rafka mematikan laptop. Ia mengangkat tangannya keatas, meregangkan otot-ototnya yang kaku karena seharian membersihkan kaca dan kolam renang hotel. Diraihnya bungkusan plastik dan membukanya, semerbak bau koyo menguar menusuk-nusuk hidung. Bau itu mengingatkannya pada almarhum Mbah Uti-nya. Bertemankan cermin, ia memasang koyo-koyo itu di punggung dan lengan atasnya. Sepertinya ia sudah tidak peduli kalau ada yang menganggap dirinya kakek-kakek. Andai ia bisa membawa Bu Tiyem untuk bisa memijitnya setiap hari, mungkin bahu dan punggungnya ini tidak terasa seperti sedang ditarik oleh sapi dari kedua sisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora Boss
RomanceMenjadi model pengganti sebuah pemotretan majalah dadakan membuat identitas Rafka sebagai cucu pemilik hotel terungkap. Dia menuntut ganti rugi pada sang partner model dan fotografer untuk mempromosikan hotel milik kakeknya, tetapi ternyata bukan ha...
Wattpad Original
Ada 11 bab gratis lagi