Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

-9- Lion and Cheetah

26.2K 2.9K 75
                                    

Setelah berita itu berlalu, Meta menghitungi hari demi hari yang terlewat dengan was-was. Ia baru bisa bernapas lega ketika sudah lebih dari tiga hari telah berhasil ia lalui dengan sehat dan selamat hingga saat ini hari ketujuh.

Namun, ketenangan itu hanya bisa bertahan di Imagen Studio sampai terdengarnya suara dering ponselnya pada detik ini. Telepon dari nomor asing, batin Meta. Dalam hati, ia berdoa bahwa kali ini si penelepon adalah tukang tipu yang akan bilang padanya 'kakak Anda sedang ada di kantor polisi karena terjerat kasus narkoba, tapi katanya dia difitnah'. Ia pikir, hal itu tentu akan jauh lebih mudah.

Entah kenapa firasatnya tidak enak ketika mengangkat telepon itu, Tapi kemudian ia menggeleng. Tidak, ini pasti hanya perasaan khawatir yang muncul dari hasil energi negatif yang mengelilinginya akhir-akhir ini. Apalagi berita tentang Evelyn juga sudah mulai surut.

Ketika mendengar suara 'halo' yang dikeluarkan oleh seseorang di balik sambungan teleponnya, Meta rasanya sudah mau berhenti bernapas. Sungguh, ia menyesal telah mengangkat panggilan telepon ini.

"Apa benar ini Meta dari Imagen studio?" suara yang Meta tahu adalah suara si cleaning service gadungan.

Meta mengangguk, tapi ia kemudian tersadar bahwa Rafka tidak bisa melihatnya. Tolol. "Iya."

"Fotografer Cosmolite Indonesia?" tanya Rafka lagi, memastikan.

"Iya," jawab Meta sedikit jengkel. Ia yakin Rafka sedang tersenyum karena ia mendengar pria itu mendengus.

"Gue Rafka, semoga elo masih inget."

Jujur saja, Meta ingin pura-pura lupa kejadian kemarin, juga siapa Rafka. Ya ampun, bahkan ia juga ingin lupa siapa dirinya. "Gue tahu."

"Wow. Gue pikir lo udah lupa," ujar Rafka dengan suara mengejek. Meta memutar matanya kesal, sengaja tidak menjawab. "Ada masalah penting yang harus gue bicarain. Bisa kita ketemu?"

Seketika Meta menaikkan alisnya, waspada. Ini dia yang ia khawatirkan sejak kemarin, ternyata hari ini benar-benar tiba. Meta berani bersumpah kalau ia benar-benar tidak menyukai posisinya saat ini.

"Masalah apa?"

"Lo akan tahu nanti waktu kita ketemu."

"Gue nggak akan dateng kalo gue nggak tahu masalahnya apa dan seberapa penting masalah itu buat gue."

"Oh, tentu penting."

Meta sengaja diam untuk membuat Rafka tahu kalau dia sedang menunggu jawabannya.

"Gue mau minta pertanggungjawaban elo atas masalah ini," lanjut Rafka dengan suara yang tak lagi mengejek setengah bercanda seperti tadi.

"Lah ngapain gue harus bertanggung jawab kalo gue nggak punya salah apa-apa ke elo," balas Meta tak kalah ketus. Ia hampir mendengar Rafka menggeram. "Gue udah ngelakuin apa yang bisa gue lakuin. Nggak meng-expose muka elo, di majalah juga nggak tercantum satu pun nama lo."

"Dengan nyuruh gue untuk gantiin model itu aja udah sebuah kesalahan. Lo maksa gue untuk melakukan sesuatu yang bukan jobdesk gue."

"Oh, gue baru tahu kalo salah satu 'jobdesk' owner itu ngebersihin kaca," jawab Meta sarkas. Ia bisa mendengar Rafka mengumpat walaupun lirih dan tertahan.

"Itu bukan urusan lo," geram Rafka. Entah bagaimana caranya sedetik kemudian Rafka menstabilkan emosinya. "Kalo elo nggak mau, ya tinggal pilih aja sih. Lo mau nyelesaiin ini semua baik-baik atau mau ngabisin duit dengan ngebawa masalah ini ke pengadilan." Ia memberi jeda sedikit. Namun, karena Meta sepertinya tidak bereaksi, ia melanjutkan, "Pikirin aja baik-baik. Gue tunggu besok di restoran Hotel Pramoedya. Jam 8 malam."

Pandora BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang