Telepon dari Melly sudah terputus dua menit lalu, tapi Meta masih butuh untuk mengumpulkan nyawa. Ia melihat langit-langit ruang istirahat studio yang sudah menjelma menjadi kamarnya ini dengan tatapan kosong. Bermodalkan ingatan yang cuma separuh tentang isi teleponnya dengan Melly, Meta membuka Instagramnya. Ia ingat Melly sempat menyebutkan untuk membuka akun instagram Lambe Tumpah. Karena tidak tahu gambar yang mana, Meta mengurutkannya dari yang paling atas dan membaca caption-nya satu per satu.
Dua postingan terbaru, Meta sama sekali tidak kenal siapa. Beranjak ke postingan ketiga, tiba-tiba ia merasa kenal. Wajahnya familier, yang bagi Meta sungguh mengherankan karena biasanya ia tidak mengenali artis pendatang baru. Kali pertama membaca caption, Meta masih santai saja. Mungkin otaknya memang sudah melambat karena terlalu banyak begadang, butuh dua kali membaca untuk Meta memahami maksud postingan si admin Lambe Tumpah itu.
"Wait..." Meta bangun dari posisi tidurnya, kemudian menggosok matanya, berharap apa yang dibacanya adalah sebuah kesalahan. Namun, ketika membaca untuk ketiga kalinya, tulisan itu masih sama. "What? Syiiiiiiittt!" teriaknya. Segala sumpah serapah yang bisa diucapkan, meluncur lolos dari bibirnya.
Meta berdiri dan berlari. Hampir-hampir ia terjerembab karena terjerat selimutnya sendiri. Ia memanggil Fiki yang ia yakin sedang berada di lantai dua dengan suara melengking karena panik. "Fiiiiiikkk! Fikiiiii?!" Dituruninya tangga dengan setengah berlari.
"Kenapa Mbak?" tanya Fiki ikut panik. Ia yang masih mengatur jadwal pemotretan Meta langsung melompat berdiri.
"Tolong bilang ke gue kalo ini cuma hoax!" ucap Meta sambil menyerahkan ponselnya pada Fiki, menatapnya sungguh-sungguh dengan tatapan memohon.
Dengan dahi berkerut bingung, Fiki menerima ponsel Meta dan melihatnya. Ia ingin tahu apa yang telah membuat Meta tiba-tiba freak out setelah tadi terlihat tidur dengan pulasnya. Bahkan ia sempat berpikir Meta kesurupan hantu penunggu studio karena berteriak seperti orang kesetanan. Namun, setelah membaca, mata Fiki membelalak, memandang Meta dan ponsel yang ia pegang bergantian. Ia kemudian mencari berita lainnya menggunakan hashtag Evelyn. "Gila! Jadi yang kita foto itu yang punya hotel? Terus ngapain dia bersih-bersih hotel kalo dia bosnya?"
Meta menjentikkan tangannya setuju, kemudian menunjuk Fiki. "Makanya itu, Fik!"
"Tapi bukannya elo kan udah terlanjur janji buat nggak ngeliatin muka, juga nggak muat identitas dia di majalah, Mbak?"
"MAKANYAAAA!!!" teriak Meta panik, kemudian memekik dengan sedikit tertahan, "gue udah ngelakuin semuanya, kan?"
"Terus ini akun tahu dari mana?"
"Ya mana gue tahu?!" Meta sudah ingin mengantuk-antukkan kepalanya ke dinding saking gemasnya. "Plis plis bilang ke gue kalo semua bakal baik-baik aja."
"Elo udah ngelakuin semua yang lo janjiin kok, jadi secara teknis elo nggak salah Mbak," hibur Fiki. Padahal dalam hati dirinya sendiri agak ketar-ketir mengingat lawan main bosnya itu ternyata bos juga. Bos dari jaringan hotel ternama pula. "Tenang. Tenang."
"Oke. Gue nggak salah," ucap Meta sambil mengangguk kecil dan memejamkan mata, berusaha menanamkan sugesti di kepalanya kuat-kuat. "Gue nggak salah."
Tiba-tiba sebuah pesan suara dari Melly terkirim ke ponselnya. Ketika Meta mendengarnya, Meta merasa dirinya baru saja ditampar di pipi bolak balik.
"Bukan, bukan dari portofolio yang elo kirim. Nggak usah pakai model-model itu, gue nemu yang lebih cocok."
"Bentar, perasaan gue jadi nggak enak. Lo nggak usah macem-macem, Ta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora Boss
RomanceMenjadi model pengganti sebuah pemotretan majalah dadakan membuat identitas Rafka sebagai cucu pemilik hotel terungkap. Dia menuntut ganti rugi pada sang partner model dan fotografer untuk mempromosikan hotel milik kakeknya, tetapi ternyata bukan ha...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi