Pintu gerbang rumah kakek Rafka terbuka ketika Bian berhenti tepat di depannya. Setelah mengatasi keterkejutannya tentang berita mengenai Rafka, Bian kembali menginjak pedal gas untuk segera pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya berpikir keras, berusaha mencari jalan keluar agar posisi general manager yang Rafka incar akan tetap jatuh ke tangannya.
Dengan perasaan tidak karuan, begitu Bian memarkirkan mobilnya, Rafka masih terduduk beberapa lama. Merasa enggan untuk masuk kemudian bertemu kakeknya. Bagaimana kalau kakeknya sudah tahu tentang berita ini?
"Raf, turun, bengong di situ gak bakal bikin masalah lo kelar." Ucapan Bian membuat Rafka mendesah dan akhirnya memilih untuk turun dari mobil.
"Rafka! Akhirnya kamu nyampe juga..." Tante Risma—maminya Bian—membuka pintu depan untuk menyambut Rafka dengan suara melengkingnya yang khas.
Begitu Rafka muncul di depannya, Tante Risma langsung memeluknya dan memberikan ciuman segitiga bermuda—dua pipi dan dahi—yang memang selalu ia lakukan sejak Rafka kecil. Rafka dan Bian pernah menolak ciuman itu habis-habisan ketika keduanya mulai beranjak masa puber, tapi tak ada yang bisa mengelak. Kalau Tante Risma belum memberikan ciuman itu, ia bisa mengejar hingga ke depan sekolah kalau ia mau. Bian pernah membuktikannya dan membuat seantero sekolah harus melihatnya mendapatkan ciuman dari Tante Risma. Semenjak saat itu, Rafka dan Bian berhenti kabur dan memilih untuk menerima nasib mereka.
"Gimana perjalanannya? Capek, ya?" tanya Tante Risma setelah melepaskan ciumannya. Ia kemudian menggenggam tangan Rafka dan mengelus permukaannya. "Ya ampun, ini tangan kamu sampai jadi kasar begini. Kakek kamu tuh bener-bener, deh!"
Rafka hanya menyunggingkan senyum terpaksa. Kalau yang dimaksud tantenya dengan perjalanan panjang adalah menunggu Bian di bandara selama lebih dari dua jam dan mengetahui identitasnya telah tersebar di ruang publik, maka Rafka akan langsung menjawab bahwa itu melelahkan.
"Mi, biasa ajalah. Rafka tuh cuma perjalanan Jakarta-Surabaya, bukan Jakarta-Hongkong," protes Bian dari balik punggung Rafka sambil menutup pintu depan.
"Apa sih, kamu? Orang Mami ini lagi kangen udah lama banget nggak ketemu Rafka. Dateng ke sana nggak boleh, video call juga nggak boleh sering-sering," gerutu Tante Risma.
"Soalnya Mami tuh rempong!" Marina menyusul dari belakang ibunya. Ia menghampiri Rafka dan memeluknya sekilas. "Apa kabar, Bang?"
Rafka menaikkan alisnya ketika melihat Marina yang agaknya berbeda. Selain bertambah tinggi dan rambutnya jadi lebih pendek dari yang diingatnya, Rafka menyadari sesuatu. "Sejak kapan lo pake make up?"
Ditanya begitu, Marina tersipu dengan mengulum senyum malu-malunya. "Jadi tambah cantik ya, Bang?"
"WUUUUHH! Cantik apanya? Kayak bencong, iya!" balas Bian sambil meraup muka adiknya. Ia kemudian menyelonong masuk menuju ruang makan karena mencium bau sedap. Marina hanya menatap abangnya itu penuh rasa kesal.
"Udah yuk, makan siang dulu. Tante udah masak menu wajib kalau kamu pulang." Tante Risma mendorong tubuh Rafka ke ruang makan. "Kamu cuci tangan dulu."
Rafka menuruti kemauan tantenya itu dan pergi ke kamar mandi. Sekembalinya dari sana, ia melihat papanya, Om Eri, dan kakeknya sudah duduk di tempat duduk masing-masing di balik meja makan.
Alis Rafka terangkat hingga dahinya berkerut. "Lho? katanya Kakek sakit?" tanyanya bingung, langkahnya sampai terhenti.
"Emangnya orang sakit gak oleh makan siang? Baru dateng bukannya salim sama orang tua. Bocah kok ra sopan," gerutu kakeknya sambil menatap Rafka tajam. Yang mendapat teguran cepat-cepat melangkah ke kakeknya untuk mencium tangan ketiga pria yang dituakan itu sebelum duduk di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora Boss
RomanceMenjadi model pengganti sebuah pemotretan majalah dadakan membuat identitas Rafka sebagai cucu pemilik hotel terungkap. Dia menuntut ganti rugi pada sang partner model dan fotografer untuk mempromosikan hotel milik kakeknya, tetapi ternyata bukan ha...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi