Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi

-4- Constraint

30.3K 3.3K 66
                                    

Mendengar aroma penolakan, Fiki mengumpat dalam hati. "Tapi kami saat ini benar-benar butuh bantuan Mas Rafka. Atau mungkin karena terbentur aturan hotel? Pihak kami harus izin atasan Mas dulu?"

Rafka mengencangkan otot-otot rahangnya, berusaha untuk tidak menggeram. Bagaimana bisa ia muncul di majalah seterkenal Cosmolite Indonesia sedangkan saat ini ia sedang berpura-pura jadi pegawai hotel seperti ini? Masih ada dua cabang lagi yang harus ia kunjungi, kalau identitasnya terbuka, bisa buyar semua rencananya dan ia akan gagal mendapat posisi general manager cabang Yogyakarta yang saat ini menjadi prioritas utamanya. Sial.

Rafka terdiam, berusaha memutar otaknya. Kira-kira jawaban apa yang sekiranya bisa ia berikan tanpa menimbulkan keributan atau komplain ke pihak hotel?

Semakin jarum jam berputar, Fiki semakin ragu mendapatkan jawaban positif sesuai dengan keinginan bosnya satu itu. Dengan cepat ia menoleh ke arah Meta, mengirimkan sinyal SOS karena tak yakin ini akan berhasil.

Dengan langkah tegas dan pasti, Meta berjalan ke arah Fiki. Ia berharap bunyi gemeletuk high heels yang ia kenakan bisa memberikan kesan dramatis untuk mengintimidasi pria itu. Ia menatap Rafka dengan tatapan penuh percaya diri.

Dan Rafka membenci pemandangan itu. Dalam satu detik, Rafka bisa menyimpulkan kalau wanita itu adalah makhluk paling menyebalkan yang ada di muka bumi. Terlihat sombong, angkuh, dan semaunya sendiri. Perasaan Rafka berangsur tidak enak ketika Pak Priyo dan Ucup melihatnya dari kejauhan.

Craaapp. Kenapa dari kemarin ia selalu ketiban sial?

"Gimana? Masnya mau?" tanya Meta terdengar palsu.

Rafka yakin Meta tidak benar-benar peduli apakah dirinya mau atau tidak.

Meta menatap Fiki, bertanya. Fiki hanya menjawabnya dengan gelengan. Masih dengan raut muka yang sama, Meta berganti menatap Rafka dan mengulurkan tangan.

"Halo, nama saya Meta. Saya fotografer pemotretan hari ini untuk majalah Cosmolite Indonesia. Kenapa nggak mau, Mas? Gampang kok, nanti tinggal pose-pose aja, saya akan ngarahin Mas," Meta melirik name tag, "Rafka gimana harus berpose. Atau masnya harus izin atasan dan takut gimana mau izin? Mau saya aja yang ngomong sama atasannya?"

Sungguh, tangan Rafka terasa gatal ingin membekap mulut wanita di depannya ini dengan lap yang saat ini tergantung di pinggangnya. Kata-katanya meluncur mulus sekali dari mulutnya tanpa kira-kira. Gampang kepala lo peyang, pikir Rafka penuh emosi.

"Saya nggak bisa," ucap Rafka dengan menyimpan rasa geramnya dalam-dalam.

"Kita akan sediakan honor yang sama dengan model lain kok kalau itu yang Mas khawatirin." Meta berusaha terdengar untuk lebih persuasif. Siapa yang tidak mau uang? Bahkan yang sekarang ia lakukan ini saja demi uang.

Tanpa Rafka sadari, ternyata Pak Priyo dan Ucup telah mendekat. Mereka pasti mengira dirinya sedang berada dalam masalah. Rafka menelan ludahnya dengan susah payah. Tangannya mencengkeram semprotan dan pembersih kaca dengan erat di sisi-sisi tubuhnya.

"Mohon maaf, apa saya boleh tahu ini ada apa?" Pak Priyo yang baru saja datang menyela. Ucup yang berada di belakangnya melongok ingin tahu.

Meta melirik name tag Pak Priyo, seketika menyunggingkan senyum senang yang jelas sekali dibuat-buat, kemudian mengulurkan tangannya.

"Selamat siang, Pak Priyo. Saya Meta, fotografer yang bertugas untuk pemotretan majalah Cosmolite Indonesia kali ini."

Pak Priyo menerima jabatan tangannya, masih dengan tatapan bertanya.

"Jadi begini, kami ini sedang membutuhkan orang untuk menggantikan model kami yang tidak bisa datang karena kecelakaan saat perjalanan ke sini, sedangkan pemotretan ini sama sekali tidak bisa ditunda. Karena tidak ada pilihan lain, kami harus mencari model pengganti untuk melakukan pemotretan dan saya kira Mas Rafka ini postur tubuhnya cocok untuk menggantikan model kami."

Pandora BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang