Lukisan Regan"Nah kan, nah kan! Ini nih yang kemarin nyangkal nggak pulang bareng." Iyan meledek dari pintu minimarket. Menangkap basah kedua remaja berjalan beriringan.
Regan mengernyit dalam. Berapa umur lelaki dewasa ini? Hampir kepala tiga, kan? Tapi kelakukannya bahkan lebih kekanakan dari Ody. Bahkan mereka di level yang sama. Regan curiga mereka lebih dari teman.
"Sana, Dy. Jauh-jauh." Regan mendorong bahu Ody di sampingnya. Ody bisa masuk ke selokan kalau refleknya tidak bagus.
Hujan turun seketika. Ody belum sempat marah-marah. Dia segera berlari ke minimarket. Berteduh di kanopi yang terpasang di halaman. Regan juga terpaksa mampir di sana.
Iyan keluar membawa tiga kaleng soda. Menyusul duduk di salah satu bangku di sana.
Meletakkan soda itu di meja. "Kabar Maya gimana, Dy?"
"Baik." Ody meraih soda miliknya dan menggumam terimakasih.
Iyan menggaruk dahinya. Ingin bertanya langsung namun gengsi. Ody menyadari ekspresi itu.
"Mas Iyan cukup baik-baikin adeknya aja." Ody meletakkan kedua jarinya di bawah dagu dan berkedip. Regan yang melihatnya bergidik.
Iyan hanya tertawa. Lalu beralih ke Regan, dia jadi ingat sesuatu. "Mamamu tadi udah pulang, Re. Mampir minimarket sebentar."
"Sendiri kan, Bang?"
Iyan mencoba mengingat. "Berdua. Tapi aku nggak lihat sama siapa."
Regan menatap kaleng soda di tangannya. Iyan berlari masuk, ada orang yang hendak membayar.
Ody melihat keterdiaman Regan. Menebak apa yang dipikirkan lelaki itu. Gita atau mamanya?
Bicara soal Gita, dia jadi ingat dengan tempo hari. Ketika dia diajak makan siang oleh Tante Diana. Lalu bertemu dengan Om Danu.
Ody ragu ingin bicara hal ini dengan Regan. Dia tahu lelaki itu lebih dekat dengan Gita ketimbang dirinya. Seharusnya Regan sudah tahu.
"Terpesona sama gue?" Regan tahu-tahu menoleh. Melebarkan sudut bibirnya hingga kedua matanya menyipit. Lalu ketika senyumnya perlahan hilang, dia melihat kedua mata itu tersenyum.
Jadi senyum ini yang membuat para gadis di sekolah memuja Regan?
Tapi tidak berlaku bagi Ody. Dia sudah membuang hal itu jauh-jauh. Dia tidak mau menjadi korban Regan yang ke sekian.
Tidak akan dia biarkan Regan merusak hidupnya. Apalagi meninggalkan kenangan yang buruk.
Regan juga merasakan hal itu. Segala sikap defensif yang coba Ody tunjukkan jika bersama dirinya. Mungkin bagi gadis itu, Regan adalah virus yang harus dijauhi.
Ody memalingkan wajahnya. Enggan ditatap seperti itu oleh Regan.
"Gita cerita kalau di kelas dia nggak punya teman," katanya tiba-tiba menyomot topik soal Gita.
"Sebagian dari kita nggak ada maksud buat ngucilin dia. Serius. Tapi mungkin Gita merasa kita memandang dia sebelah mata."
"Tapi itu kan yang kalian lakukan?" potong Regan.
"Sama sekali nggak. Gue anggap dia sama kayak yang lain. Tapi berhubung Gita sendiri yang memilih menjauh, ambil jarak, jadi kesannya kami yang jahat." Ody meluruskan.
Regan mencoba mencari kejujuran di mata gadis itu. Dia menemukannya. "Alasan lo nggak jauhin dia?"
"Perlu alasan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
R E T A K [1] ✓
Teen Fiction#1 Long Way to Home [teenlit] JUDUL AWAL: PULANG Hidup seorang Regan memang tak genap, tapi lantas bukan berarti retak; compang-camping. Dia bahagia, meski hanya hidup berdua dengan sang Mama. Sampai suatu hari, Regan dipaksa untuk mengerti keegoisa...