Kegilaan OdySatu... dua... tiga... Hap! Ody lompat dan merangkul dari belakang ketika Rana hendak sampai di pintu kelas.
Biasanya Rana akan berteriak latah. Tapi kali ini, tangan Ody ditepis kasar. Ody sampai terdorong menjauh.
“Kaget ya, Na? Maaf deh.” Ody kembali mendekat.
“Kaget? Gue sakit hati, Ody!”
“Maksudnya?”
“Belaga bego lo?” Rana menatapnya berbeda. Ada kemarahan di wajahnya—yang tidak bisa dia tahan.
“Serius gue nggak ngerti. Siapa yang nyakitin lo?”
“Gue nggak sangka kalau lo pengkhianat, Dy.” Rana tertawa sedih. Menertawakan dirinya sendiri. “Gue percaya sama lo. Lebih dari siapa pun. Tapi selama ini cuma topeng. Hati lo nggak sebaik yang gue kira.”
“Tunggu.” Ody memotong. Ini maksudnya apa? Rana kenapa? “Jelasin ke gue pelan-pelan.”
Rana lalu melempar kertas kecil ke arah Ody. Kertas itu jatuh di lantai, Ody menatap sekilas dan langsung mengerti. “Gue benci dibohongi, Dy. Bukan gini caranya!”
Ody lupa membuang kertas di bunga kemarin. Dan Rana terlanjur lihat dan salah paham. Tidak. Rana tidak salah paham. Rana benar. Tapi Ody tidak ada niatan untuk mengkhianati Rana.
“Tunggu, gue bisa jelasin, Na. Gue sama—”
“Udah deh, Dy! Nggak perlu dijelasin. Gue ngerti. Gue sadar diri.” Sebelum menjadi tontonan, Rana melangkah masuk ke dalam kelas.
Rana memilih duduk di bangku kosong di belakang. Dia tidak sudi duduk bersebelahan dengan Ody.
Ody ingin mengejar dan menjelaskan. Tapi sepertinya Rana tidak akan mau mendengar. Dia masih marah, jadi percuma penjelasan masuk akal sekalipun pasti akan diterima dengan mentah dan menjadi semakin salah paham.
Untuk sementara Ody memilih diam dan mengikuti kemauan Rana.
Ody akan mengerti posisi Rana. Dia memang berhak marah. Ody kalau jadi Rana pun pasti akan marah.
Tapi seharusnya Rana bertanya, meminta penjelasan, bukan langsung menghakimi dia seperti ini. Ody jadi tahu seberapa besar Rana percaya padanya.
Ody menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sekarang, semua orang seperti memusuhi dirinya.
Ody salah apa?
***
Ody sengaja berangkat siang. Meski sudah sejak setengah tujuh dia duduk di halte. Beberapa bus yang lewat, dia abaikan begitu saja. Barulah ketika pukul tujuh tepat, dia berdiri dan pindah melamun di dalam bus.
Ody sedang kacau. Jadi sepertinya membuat masalah dengan Bu Ida akan sedikit menyenangkan.
Dia sedang butuh pengalihan.
Keinginan Ody terkabul, dia mendapati Bu Ida dengan penggaris panjang sedang menghukum beberapa anak lelaki di depan gerbang. Yang terlambat sekaligus melanggar aturan berpakaian.
“Bu, saya lari lapangan saja, ya?” Ody menawarkan diri.
Bu Ida berpikir sejenak. Dia sedang dalam suasana hati yang baik. Dia kemudian mengangguk.
Rasanya Ody ingin memeluk Bu Ida sambil bilang terimakasih. Tapi kalimat Bu Ida selanjutnya membuat senyumnya pudar. “Kamu kangen dihukum sama Ibu, ya? Tumben nggak bareng Regan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
R E T A K [1] ✓
Jugendliteratur#1 Long Way to Home [teenlit] JUDUL AWAL: PULANG Hidup seorang Regan memang tak genap, tapi lantas bukan berarti retak; compang-camping. Dia bahagia, meski hanya hidup berdua dengan sang Mama. Sampai suatu hari, Regan dipaksa untuk mengerti keegoisa...