Sepucuk Surat
"Eh! Eh! Gue nggak nerima penumpang ya."
Kalau itu Ari, Adit atau Kiki. Dia tidak akan keberatan. Dia tidak menerima penumpang perempuan. Kecuali situasi darurat.
Tak terkecuali Ody.
"Keluar."
Ody cuek memasang sabuk pengaman. "Gue temenin ke rumah Gita."
"Gue bisa sendiri."
"Gue pengen ikut!"
Merasa tidak bisa mengusir gadis itu, Regan melajukan mobilnya meninggalkan halaman parkir sekolah.
"Udah seminggu lebih dia nggak masuk sekolah. Gue khawatir." Ody membuka obrolan.
Regan sendiri tidak bisa menghubungi Gita. Semoga saja gadis itu baik-baik saja.
Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di depan rumah berpagar hitam yang menjulang tinggi. Ody turun lebih dulu dan menekan bel di samping gerbang. Berkali-kali.
Regan ikut turun. Ody masih menekan bel dengan tidak sabar. Dia sampai harus menarik tangan Ody agar tidak merusak bel.
Rumah itu kosong.
Tapi Ody belum menyerah. Dia menyentuh sisi-sisi pagar. Siapa tahu bisa dipanjat.
"Lo mau ngapain?" Regan mencekal lengan gadis itu sebelum nekad. "Lo mau diteriaki maling?"
"Ya udah, lo aja yang manjat. Gue yang jaga."
"Nggak. Kita pulang aja."
"Kita udah di sini. Dan langsung pulang gitu aja?"
"Rumahnya kosong."
"Kita coba dulu masuk," keukeuhnya.
"Kalau lo mau manjat masuk, sana. Gue mau pulang!"
Ody menghentakkan kaki dengan kesal.
Tapi baru saja Regan membuka pintu mobil, orang yang mereka cari muncul dengan plastik putih di tangan. Dengan masker dan topi hitam. Melihat Gita yang seperti ini, Regan sesak.
Ody berlari mendekat. Gita tidak menghindar. Percuma juga dia lari. Ody memeluknya tanpa ragu. Membuatnya terharu.
Setelah Ody melepas pelukannya, Gita mendekat ke Regan. Dia menurunkan masker putih yang menutupi wajahnya. Dia ingin marah. Meluapkan semua yang dia rasakan selama ini. Karena objek itu nyata berada di depannya. Tapi kemarahan itu menguap begitu saja ketika Regan menatapnya teduh.
"Seminggu lebih kamu-"
"Aku pindah sekolah."
Regan tercekat. "Kenapa harus pindah?"
"Memangnya mudah lihat kamu setiap hari? Aku menahan diri untuk nggak melukai kamu, Re!"
"Tapi bukan dengan pindah sekolah."
"Dengan cara apa lagi?"
Ody tidak mendekat. Dia menghargai keduanya yang sedang berbicara. Tapi tetap saja Ody dengar.
"Ini pertama dan terakhir kamu ke sini. Jangan pernah datang atau muncul di depanku lagi. Kamu pikir ini mudah?"
"Aku nggak bisa."
"Kami sudah menyerah! Kamu mau apa lagi? Kami udah nggak punya apa-apa!" Kemarahan itu tersulut. Gita ingat Mama yang menangis setiap malam setelah menandatangani surat cerai.
Regan terdiam. Dia memberi waktu Gita untuk meluapkan apa yang membuat hatinya sesak. Meski sama sekali tidak akan mengurangi beban yang menghimpit dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
R E T A K [1] ✓
Roman pour Adolescents#1 Long Way to Home [teenlit] JUDUL AWAL: PULANG Hidup seorang Regan memang tak genap, tapi lantas bukan berarti retak; compang-camping. Dia bahagia, meski hanya hidup berdua dengan sang Mama. Sampai suatu hari, Regan dipaksa untuk mengerti keegoisa...