22. Mimpi-mimpi

8.6K 1.1K 190
                                    


Mimpi-mimpi

"Rana yang mana sih, Ki? Ciri-cirinya?"

Kiki menoleh dengan mulut terbuka. Tidak habis pikir dengan sahabatnya ini. Rana, yang biasa ke mana-mana dengan Ody, masa' belum hafal juga wajahnya?

"Lo kalau ketemu Ody, nggak pernah ngelirik Rana?"

Mereka berdiri di balik pagar sekolah, menghadap ke jalan raya—memasukkan kedua tangan di celah pintu gerbang sambil memindai satu per satu siswi yang melintas di depan mereka. Berniat untuk mencegat Rana.

   Pak Dodo membiarkan, tidak mengusir.

"Ya lihat, sih. Tapi 'kan gitu, wajah perempuan suka berubah-ubah tergantung model rambut mereka. Siapa tahu, Rana udah potong rambut."

Kiki nyaris menjitak kepala Regan kalau saja orangnya tidak menoleh. "Bilang aja lo hafalnya muka Ody aja."

"Nggak usah bawa-bawa Ody, bisa 'kan?" Regan mendadak sensi.

Kiki mengerti, dia menghadap ke depan lagi. Semenit kemudian. "Nah! Tuh, tuh! Rana turun dari mobil merah."

Regan menunggu sampai Rana melangkah masuk melewati gerbang. Dia segera melepaskan diri dari celah pintu gerbang dan menepuk bahu Kiki. Kemudian melesat mengejar Rana.

Regan tidak akan berteriak memanggil, apalagi lorong kelas sedang ramai. Jadi dia hanya melangkah cepat dan mencekal lengan Rana dari belakang.

Rana sempat terkejut. Tapi sedikit berkurang ketika dia menoleh dan tahu siapa yang tiba-tiba mencekal lengannya.

"Ikut gue sebentar." Regan melepas lengan Rana dan melangkah ke arah gudang. Rana mengekor di belakangnya.

"Ody salah apa?"

"Bukan urusan lo. Gue mau ke kelas, mau nyalin PR." Sebelum Rana berbalik, Regan kembali mencekal lengannya.

"Lo udah tanya ke Ody? Lo udah dengar penjelasan dia?"

Rana terdiam. Jadi benar tebakan Regan. "Belum, 'kan?"

Baiklah. Biar Regan juga yang menjelaskan. Dia sebal melihat Ody yang ke mana-mana sendiri. Ody berteman dengan siapa saja. Tapi entah kenapa, dia lebih memilih tidak berbaur dengan yang lain.

"Ari suka sama Ody dan bukan suka sama lo. Yang salah siapa? Ody?"

Rana merasa tertohok karena Regan langsung 'menyerangnya'.

"Terserah lo mau percaya atau nggak. Ody menolak Ari demi lo, Na. Terlepas Ody yang nggak dibolehin pacaran sama keluarga dia. Ody bisa aja kasih kesempatan buat Ari. Dan Ari nggak keberatan kalau suruh nunggu empat atau lima tahun, tapi Ody nggak kasih kesempatan itu."

Rana terdiam, tak bisa menyanggah.

"Karena apa? Ody jaga banget perasaan lo sebagai sahabat dia."

"Tapi Ody nggak jujur ke gue sejak awal! Dia bisa 'kan cerita ke gue kalau Ari suka sama dia sejak kelas sepuluh!" Rana akhirnya mencari pembelaan.

"Jadi Ody yang salah, ya?" Regan kesal.

"Iya!"

Astaga. Perempuan begini ya kalau rebutan lelaki? Padahal ini posisinya Ody sudah menolak Ari. Bagaimana ceritanya kalau Ody menerima perasaan Ari tanpa memikirkan Rana?

Perang dunia ke tiga akan meletus. Tentu saja.

Oke, Regan masih bersabar. Ditariknya napas dalam-dalam. Pantas saja mereka bersahabat baik—kedua-duanya tahu cara membuatnya kesal.

R E T A K [1] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang