21. Regan Idola Kompleks

8.6K 1.1K 207
                                    


Regan Idola Kompleks

Minggu pagi, Regan ikut membantu Tante Fatma belanja di gerobak sayur yang biasa keliling di kompleks rumah mereka.

Tidak bisa dibilang membantu juga-karena Regan belum pernah belanja sayur sebelumnya.

Iya, ini soal Papa yang ingin mengundang Ody makan malam di rumah. Regan sudah menelepon Ody tadi malam tentang Papa yang mengundangnya makan malam. Dan diakhiri dengan pertengkaran sebelum telepon ditutup sepihak oleh Ody.

Regan tidak ambil pusing. Yang jelas Ody sudah bilang akan datang.

Makanya pagi ini, Papa berpesan agar nanti malam masak banyak.

Papa memang berlebihan. Ini hanya Ody. Bukan anak Menteri. Bukan juga anak Jenderal. Yang perlu disambut sedemikian spesialnya.

Demi membuat Papa lega, Regan sudah menawarkan diri mengantar Tante Fatma ke swalayan saja. Tapi ditolak mentah. Belanja di gerobak sayur keliling sudah komplit, katanya.

Baiklah, Regan tidak memaksa.
Jadi, begitu gerobak sayur sudah sampai di depan pagarnya, Regan melempar kain lap ke ember sabun. Meninggalkan mobilnya yang baru tercuci setengah.

Entah kenapa. Regan mendadak antusias melihat tukang sayur melintas dengan suara khasnya itu. Dia ikut berlari melewati pagar ketika Tante Fatma keluar dari rumah membawa dompet.

"Ini anaknya Pak Ardi, Bu? Walah, ganteng tenan!"

"Hah?" Regan menggaruk dagunya yang gatal.

"Dia bilang kamu ganteng banget, Re." Tante Fatma menjelaskan. "Tahu dari mana sih, Pak?"

"Gosip sudah menyebar, Bu. Saya kalah cepet nih."

Lalu sekonyong-konyong tercium harum melati. Tidak. Regan tidak berlebihan. Dia serius. Hanya saja dia tidak tahu jika harum menyengat itu datang dari tiga orang, adalah Ibu dan anak kembarnya yang mendekat ke gerobak sayur.

"Jeng Fatma," sapanya ramah-atau berlebihan. Lalu dia menoleh ke Regan. Memang sejak awal tujuannya adalah menyapa Regan. "Ini yang katanya anak Pak Ardi? Ya ampun, ganteng sekali!"

Jika tingkah sang Ibu begitu, maka tak jauh berbeda dengan anak kembarnya. Satunya menatap Regan sambil menggigit kukunya, satunya lagi sambil memainkan ujung bajunya.

Ada yang aneh? Regan mengerutkan dahi menerima tatapan memuja dari Ibu-ibu sosialita ini dan kedua anaknya.

Kenapa sosialita? Dia mengenakan baju terusan hingga mata kaki. Berwarna merah menyela. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Lalu di tangan kirinya terselip kipas berbulu yang warnanya senada dengan baju. Ah iya, lipstiknya juga merah.

Menatap satu menit saja, rasanya Regan bisa buta warna.

Tapi dia tidak bisa menolak ketika tangan wanita paruh baya itu terulur-lebih tepatnya meraih paksa tangan Regan dan menjabatnya begitu erat. "Tante Aurora. Bisa dipanggil Tante Rara."

"Regan, Tante." Demi sopan santun, Regan menyebutkan nama.

Kedua anaknya berpakaian normal seperti remaja pada umumnya. Maksudnya, sesuai dengan umur mereka-tidak berlebihan seperti sang Mama. Yang bisa Regan tebak mereka sepantaran dengan Riana.

Jangan dikira setelah lepas dari genggaman Tante Rara, Regan bisa bernapas lega. Dia harus menghadapi salah satu anaknya yang baru saja selesai memotong kuku dengan gigi.

Dengan malu-malu gadis itu mengulurkan tangannya, setelah diberi kode berupa cubitan di pinggang oleh mamanya. "Sacha, Mas Regan."

Regan tidak perlu sebut nama lagi, 'kan? Toh, Sacha sudah dengar ketika mamanya memaksa berkenalan dengannya.

R E T A K [1] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang