Mereka semua kembali kedalam kab."Sumpah serapah aku harus menghadapi badai debu untuk kedua kalinya. Nasib sial bagiku." Ucap Martin sambil melepas helmnya.
"Enam jam." Kata Alan sambil memperhatikan komputernya, menganalisis badai tersebut.
(Hasil analisis Alan : Badai Debu ).
"Apa maksudmu?" Tanya Caitlin.
"Kau ini ahli Geografi, kenapa masih bertanya padaku?" Tanya Alan heran.
"Baik, aku mengerti sekarang. Kita harus menunggu badai itu reda. Enam jam lagi." Kata Caitlin.
"Aku baru saja sedetik menginjak Mars, bung. Dan harus menunggu enam jam lagi?" Martin menyela.
"Kalian berdua kenapa diam?Aneh, kupikir." Tanya Caitlin kepada Megan dan River.
"Gatal!" Megan selalu menggunakan cacar airnya sebagai alasan jika Caitlin bertanya macam-macam.
"Kau sendiri, River?" Tanya Caitlin.
"Lebih baik aku diam. Setiap aku berbicara, aku hanya akan diabaikan saja kan?" Kata River. Ada benarnya juga.
Caitlin bungkam. Memang selama ini ia menganggap River angin lalu, tidak berguna. Namun setelah mendengar pengakuan dari River sendiri, ia merasa bersalah.
"Aku tidak mengabaikanmu, River." Kata Alan.
"Aku juga." Kata Megan.
"Aku juga, aku juga!" Martin mengangkat tangannya membentuk huruf V.
"Aku mau kebelakang dulu." Kata River.
Alan, Megan, dan Martin saling berpandangan.
"Caitlin!" seru Megan.
"Apa?" Jawab Caitlin ketus.
"Apa karena kau cantik, seksi, putih, kaya,dan semua pria bertekuk lutut padamu, kau jadi seenaknya, hah?!"
"Apa kau baru saja memujiku? Thanks." Kata Caitlin mencoba tenang.
Megan tidak menggubris dan berjalan menuju kamarnya.
NASA
Tuk.
Tuk.
Tuk.
River menoleh, seperti ada yang melempar kerikil pada jendela bagian dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
NASA (1) | SUDAH TERBIT
Science FictionDiterbitkan oleh Erye Art, 2019 [𝗦𝗲𝗿𝗶 𝗽𝗲𝗺𝗯𝘂𝗸𝗮 '𝗡𝗔𝗦𝗔'] Ketika NASA gagal menyelamatkan krunya yang tertinggal diruang angkasa. Cerita Sci-fi yang mengedukasi mengenai ilmu kebumian : Astronomi. Start : Desember 2017 Science fiction...