Chapter 39

86.1K 4.9K 154
                                    

Kris terkesiap ketika merasakan perih yang begitu menyengat di telapak tangannya. Ringisan keluar dari bibir.
Tidurnya terganggu. Seseorang tengah memegang tangannya saat ini.

Ia perlahan membuka mata. Mengerjap beberapa kali mengembalikan alam sadarnya dan meninggalkan alam mimpi.

"Kenapa? Sakit?!" tanyanya ketus.

"Aduh, Mom!" Kris meringis nyeri ketika ibunya lagi-lagi menempelkan anti-septik ke kulit telapak tangan yang terluka dengan kesal— akibat kejadian semalam.

"Semalam, kamu nggak apa-apa. Kenapa sekarang meringis-ringis seperti bayi?!"

Kris mendudukkan tubuhnya di sofa mengubah posisi. Semalaman ia memang tidur terlentang di sofa setelah melewatkan malam panjang yang begitu menyiksa, walau ada secuil momen manis di dalamnya.

Gadis itu menciumnya...

Alena menciumnya. Tanpa terasa, bibirnya tertarik melengkung menampakkan senyum sambil menerawang pada kejadian itu. Walaupun beberapa bagian tubuhnya terasa ngilu akibat rontaan gadis itu semalam, tapi wajah bangun tidurnya seketika terlihat cerah mengingat ciuman selamat tinggal darinya.

Sebenarnya, itu bukanlah sebuah ciuman. Melainkan kecupan manis suka rela tanpa paksaan. Alena mengatakan ingin menyembuhkan hatinya dulu. Bukankah itu artinya akan ada kesempatan baik untuknya di masa mendatang? Itu perkataan gerbang tanda kesempatan, bukan?

Ia bertekad akan membantu menyembuhkan luka itu hingga tidak lagi ada di sana. Ia percaya jika berusaha lebih keras lagi, pasti Alena bisa menerima cinta Kris suatu saat nanti. Karena pada dasarnya, tidak ada lagi wanita yang ia inginkan melebihi keinginan menghabiskan sisa hidup untuk waktu yang lama bersama Alenanya.

Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, kata mereka. Dan ia ingin mempercayai peribahasa itu mulai sekarang.

Miranda menatap putranya yang sudah berhenti meringis. Ia mengerutkan kening melihat anak satu-satunya tengah senyum-senyum tidak jelas seperti orang hilang akal selepasnya ia bangun.

"Kris, jangan senyum-senyum seperti itu setelah menyebabkan keributan besar tadi malam di pestamu sendiri!" ujar Miranda kesal.

Dihentikannya kilasan kejadian itu yang sedang berputar hebat di kepala. Kris lantas mengalihkan pandangannya dan menatap Miranda. Miranda mengambil obat dan mengoleskannya ke telapak tangan Kris.

"Aduh, Mom! Yang ikhlas dong ngobatinnya," Kris meringis mencoba menjauhkan tangannya dari jangkauan Miranda. "Nafsu dan kemarahan menyelimuti. Hati Kris bahkan lebih terasa sakit semalam."

Miranda berdecak. "Sampai kapan kamu akan seperti ini, Kris? Keluarga kita heboh menanyakan kelanjutan hubunganmu dengan Michel. Mereka mendengar Luna mengatakan kalian sudah berpisah. Apa itu benar?" tanya Miranda menatap putranya.

Kris mendesah. "Kami memang telah berpisah. Aku tidak bisa lagi berpura-pura mencintainya hanya untuk menyenangkan hati semua orang. Mereka senang. Lalu, bagaimana denganku? Aku juga ingin bahagia bersama orang yang aku cintai. Mommy tahu, aku begitu menghargai dan menyayangimu. Tapi, apa mommy ingin hidupku berantakan dan dipenuhi penyesalan karena tidak berusaha meraih kebahagiaanku sendiri?"

"Kris, dia hanya seorang,—"

"Office Girl? Tidak lagi, mom. Dia sekarang bekerja di perusahaan milik Vano." Kata Kris memotong perkataan ibunya. "Dan walaupun dia masih seorang OG, Kris akan tetap mengejarnya. Kris tidak peduli lagi dengan status pekerjaannya!" Kris menatap ibunya meminta pengertian. "Aku mencintainya, mom. Sangat mencintainya. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia." Ujar Kris sendu dengan suara rendah.

My Cute Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang