Chapter 7

77.3K 5.7K 96
                                    

Alena tergopoh-gopoh memasuki perusahaan tempatnya bekerja. Napasnya terengah, dengan pacuan langkah yang terus dipercepat. Alena bekerja di perusahaan besar ini sudah hampir satu bulan, dan ini kali pertamanya ia terlambat datang ke kantor.

"Aduh, mampus! Pasti kena semprot Pak Rusni," rutuknya.

Rusni nama kepala kebersihan di kantor ini. Dia sangat tegas dan disiplin bahkan saking disiplinnya, Rusni akan menunggu semua OB dan OG di depan ruang ganti para karyawan. Mendikte siapa saja yang masuk, tidak masuk, atau terlambat.

Alena melesat sekuatnya saat lift yang ia tuju hampir tertutup.

"Tahaaan...!!!" jerit Alena seakan lift itu menentukan hidup dan matinya. Banyak karyawan yang menoleh ke arahnya. Tidak sedikit juga yang terlonjak kaget karena suara cempreng Alena mengisi seluruh lobi ruangan.

Dan naasnya, lift itu tetap saja tertutup.

Namun tiba-tiba ... lift di depannya itu terbuka kembali. Seseorang telah menahannya. Dengan segera, ia berlari cepat memasuki lift.

"Terimah-Kasihh!" ucapnya tanpa memerhatikan sekitar, terlalu sibuk mengatur napas yang ngos-ngosan.

Hanya satu hal yang ia pedulikan saat ini, yaitu; bagaimana masuk ke ruang ganti tanpa diketahui Pak Rusni. Alena memegang lututnya dengan napas yang memburu cepat, tanpa menyadari bahwa dua pria di depannya sedang memerhatikan dirinya lekat.

"Alena, apa kamu telat hari ini?" tanya seorang laki-laki dengan lembut membuat Alena akhirnya menoleh ke si pemilik suara.

"Pak Alex," Ia membulatkan mata dengan binaran antusias. Menoleh ke sebelahnya, ia menutup mulut. Wajahnya seketika itu langsung berubah masam. "Pak Kris!"  terpekik—ia melongo di depan dua lelaki berpakaian setelan kantor yang terlihat begitu rapi dan mahal itu.

Kris hanya menatapnya dengan wajah datar seperti biasa. Jauh berbeda dari raut yang diperlihatkan Alex. Ekspresi mereka bagai surga dan neraka. Pasti tahu lah ya yang mana nerakanya?

Alena lantas membungkuk kecil menyapa mereka berdua. "Pagi,"

"Astaga, Len... dahi kamu kenapa?" tanya Alex khawatir membuat Alena memfokuskan pandangan padanya.

Alex menyentuh dahi Alena dengan lembut, mengusap-usap dahi Alena di bagian lebamnya secara hati-hati. Tangan Alena pun ikut menyentuh tempat yang Alex sentuh. Ia sebenarnya sedikit canggung karena tidak terbiasa dengan sentuhan seorang pria, tapi melihat tatapan khawatir Alex, Alena merasa senang mengetahui fakta ada orang yang peduli terhadapnya dan menganggap keberadaannya.

"Oh ini, kemarin saya terjatuh." Jelasnya singkat.

"Bagaimana bisa? Sudah di kompres pake es batu belum? Lebamnya terlihat cukup parah. Apa ini terasa sakit?" runtutan pertanyaan Alex membuat senyum terulas di bibir Alena.

"Tentu saja ini sakit! Ini kepala, bukan batu. Jika terjatuh, ya pasti sakit." Dengan nada kesal yang dibuat-buat. "Tapi sekarang udah nggak sakit lagi sih," seraya memasang senyum yang memperlihatkan gigi rapinya.

"Kamu harus lebih berhati-hati. Bagaimana bisa kamu terjatuh sampai seperti ini, Lena?" tanya Alex penasaran tanpa melepaskan tangannya di dahi Alena.

Alena tampak menimbang-nimbang untuk menceritakan. "Um, kemarin saya memergoki dua orang yang sedang melakukan perbuatan tidak senonoh di kantor," Alena menyeringai nakal memutar ulang kejadian live itu. "Saya terlalu syok, lalu tanpa sengaja terpeleset ke arah depan." Sambil sesekali melirik Kris yang terlihat gugup di tempatnya berdiri.

"Huh?! Astaga ... di kantor? Yang benar saja dua orang itu." Alex menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tahu itu siapa?"

Sebelum Alena menjawab,  Kris mendeham nyaring. "Sudah pukul berapa ini, Al? Ternyata kamu bukan hanya ceroboh, tapi juga pekerja malas! Bukannya jam masuk OG itu jam delapan pagi?" kemudian mengangkat tangan menatap arloji, "dan ini sudah hampir jam sembilan. Sepertinya sekarang saya memiliki cukup alasan yang kuat." Tekannya menyeramkan.

My Cute Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang